
Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik
“Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi.” Ucap Mus'ab Bin Umair, Saat Berdiskusi Dengan Sa'ad Bin Mu'adz, Siroh Nabawiyah.
Tujuan diskusi adalah untuk bertukar informasi, ide dan gagasan dengan atau tanpa argumen. Terkadang diskusi diadakan untuk menjelaskan dan membenarkan perbedaan pemikiran dan sudut pandang.
Diskusi tidak selalu berakhir dengan kesepakatan. Terkadang, diskusi diakhiri dengan kesimpulan: Kami setuju untuk tidak setuju.
Meski begitu, terlepas dari perbedaan pendapat setidaknya masing-masing pihak dalam diskusi mengetahui dan mendengarkan argumen pihak lain. Perbedaan pendapat ini tidak selalu menghasilkan kesimpulan bahwa yang satu benar dan yang lain salah. Mungkin, perbedaan adalah berkah karena ada perbedaan cara pandang dan solusi untuk objek masalah yang sama. Sehingga pandangan yang berbeda ini menjadi solusi alternatif.
Tidak mungkin berdiskusi dengan orang yang menutup diri, menganggap dirinya pintar, tidak mendengarkan argumen pihak lain dan langsung menyimpulkan bahwa pihak lain salah. Orang seperti ini tidak bisa dijadikan teman diskusi untuk mencari solusi, hanya bisa sekedar sesekali diajak ngobrol untuk berbagi berita.
Pentingnya keterbukaan dalam diskusi menjadi syarat berlangsungnya diskusi. Karena itulah ketika Mus'ab Bin Umair ingin membicarakan Islam di Madinah, ia mengajukan penawaran kepada Sa'ad Bin Mu'adz (sebelum masuk Islam). Mus'ab Bin Umair berkata:
"Bagaimana jika Anda duduk dan mendengarkan (apa yang harus saya katakan)? Jika Anda senang dengan apa yang saya katakan, ambillah. Jika Anda membencinya, maka saya akan pergi."
Sa'ad Bin Mu'adz lalu menerima syarat yang diberikan Mus'ab Bin Umair dan Mu'adz menancapkan tombaknya lalu duduk. Alhasil, karena keterbukaan Sa'ad Bin Mu'adz, Allah ï·» berikan hidayah Islam melalui diskusi yang disampaikan oleh Mus'ab Bin Umair. Sa'ad Bin Mu'adz masuk Islam.
Hari ini jika ada yang menutup diri dan menyatakan NKRI harga mati, menuduh yang mengkritik NKRI melawan Allah ï·» karena ini adalah negara NKRI yang berasaskan Pancasila karena negara Indonesia adalah anugrah Allah ï·», maka orang yang demikian adalah orang yang menutup diri. Tidak mau duduk sebentar dan mendengarkan penjelasan dan argumen.
Diskusi tidak mungkin dilakukan dengan orang-orang seperti ini karena mereka memiliki "definisi kebenaran" di dada mereka yang benar hanya dari diri mereka sendiri dan kelompok mereka. Pada saat yang sama, semua gagasan yang bertentangan dengan diri mereka dan kelompoknya adalah salah.
Berdiskusi dengan tipe orang seperti ini dikategorikan sebagai “Laghun” yaitu sia-sia, menguras energi dan percuma. Yang terbaik adalah berdiskusi dengan seseorang yang mau terbuka dan mendengarkan argumen, terlepas dari memilih kesimpulan yang berbeda di akhir diskusi.
Saya ingin mengikuti teladan Mus'ab Bin Umair, yang hanya berdiskusi dengan orang yang mau terbuka dan mendengar argumentasi. Saya yakin, masih banyak sosok Sa'ad Bin Mu'adz yang mau duduk dan mendengarkan argumentasi, ketimbang bertemu orang yang merasa pintar, padahal dirinya sedang terjerumus dalam kesombongan: Menolak Kebenaran dan Merendahkan Manusia.
0 Komentar