APAKAH KHILAFAH TERJADI KETIKA IMAM MAHDI TURUN?


Oleh: Nasurdin Joha
Pengamat Politik

Bagi yang paham atau bahkan meyakini bahwa Khilafah Ala Minhajin Nubuwah adalah Khalifah Imam Mahdi, boleh saja. Jelas kita sepakat bahwa Imam Mahdi adalah khalifah, bukan presiden. Imam Mahdi adalah pemimpin negara Khilafah, bukan republik. Imam al-Mahdi menegakkan hukum-hukum Allah yang diturunkan berdasarkan Wahyu Al-Qur'an dan As-Sunnah, bukan hukum rakyat yang ditetapkan oleh Majlis.

Bagi yang meyakini bahwa khalifah adalah Imam Mahdi, jadi tidak perlu coba-coba, cukup menunggu saja tidak apa-apa. Jelas kita sepakat bahwa Imam Mahdi adalah khalifah yang di baiat, bukan presiden atau produk pemilu. Jadi, mereka yang menunggu Imam Mahdi sambil sibuk mencalonkan diri untuk pemilihan umum dan pemilihan presiden sepertinya sudah tidak logis.

Jika kita merasa waras dan memiliki akal untuk berpikir, menurut saya tidak ada salahnya kita mencoba berpikir, bermeditasi, dan mencari tahu. Mengapa ada kelompok politik yang ngotot memperjuangkan Khilafah bukan melalui parlemen tapi melalui dakwah mencontoh Nabi?

Sederhananya, mereka yang bekerja keras tentu saja lebih penting daripada mereka yang menunggu dengan diam. Juga, jika konteksnya adalah beramal, carilah persiapan untuk menghadapi kematian, bukan sekedar menunggu nubuwah Khilafah.

Selain itu, kita juga bisa merasakan runtuhnya sistem dan kelembagaan yang ada saat ini. Bukankah dominasinya sudah melewati batas? Jika Anda setuju, tentu Anda akan memilih diam daripada melegitimasi perjuangan Khilafah.

Dalam skala global, kita juga telah melihat kebangkrutan kapitalisme global. Apakah ini hanya bisa diselesaikan melalui pemilihan umum, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah?

Jawabannya jelas tidak. Pemilu, pilpres, dan pilkada tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah global, bahkan urusan masyarakat lokal sekalipun. Pemilu, pilpres, dan pilkada hanya memberikan jawaban siapa yang akan berkuasa, siapa yang terus zalim dan melanjutkan tirani penguasa sebelumnya.

Dengan demikian, narasi Imam Mahdi harus diposisikan dalam konteks perjuangan kebangkitan Islam. Bahkan tidak melegitimasi demokrasi sekuler sambil terus mengobarkan skeptisisme tentang perjuangan mendirikan Khilafah.

Perlu diketahui bahwa hadits tentang kedatangan Imam Mahdi ini sejalan dengan kabar kembalinya Bisyaro Nubwa Khilafah. Jika kita melihatnya (ada dua yang cocok), kita sampai pada kesimpulan bahwa Khilafah akan tegak kembali, lalu setelah beberapa khalifah telah meninggal dunia dan ada perebutan jabatan Khalifah saat itu Imam Mahdi diangkat sebagai khalifah terpilih dan mempersatukan umat Islam.

Soal perebutan posisi Khalifah itu permasalahan biasa. Semua sistem politik terbuka dan membutuhkan persaingan untuk mendapatkan kekuasaan. Pemilihan presiden pada dasarnya adalah perebutan kekuasaan, dan Anda nyaman dengan perebutan kekuasaan dalam pemilihan presiden, tetapi langsung kesal jika dalam kontes untuk kekhalifahan.

Sekali lagi, jika ada ketidaksepakatan tentang tafsir apakah yang lebih dulu Khilafah atau Imam Mahdi? Ataukah Imam Mahdi datang bersamaan dengan berdirinya Khilafah? Jelas bahwa kebangkitan Islam hanya dapat dicapai melalui kembalinya Khilafah.

Diantaranya, urgensi sinergitas berbagai elemen gerakan Islam. Dapatkan aksi dan sambut kebangkitan Islam. Jangan berpangku tangan sambil terus meniup angin keraguan akan kembalinya kebangkitan Islam.

Posting Komentar

0 Komentar