
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Menurut survei yang dilakukan oleh BEM Universitas Indonesia, 72% dari 3.321 mahasiswa mengaku kesulitan membayar biaya kuliah. Padahal kita tahu, Pendidikan adalah cara untuk mengangkat kelas sosial. Di sisi lain, pendidikan juga menjadi dasar (saka guru) pembangunan negara-negara maju (mediajabodetabek.com, 21/8/2021).
Di Indonesia sendiri, masih banyak anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi, terlebih di masa pandemi, kian menambah jumlah mereka. Prihatin dengan masa depan mahasiswa, Ternak Uang bersama Najwa Shihab dan Kitabisa secara aktif meluncurkan program donasi untuk membantu mahasiswa melanjutkan studi.
Chief Product Officer & Co-founder Ternak Uang Felicia Tjiasaka mengatakan, pendidikan merupakan salah satu cara untuk membantu generasi muda memahami pengetahuan keuangan dan menerapkannya di masa depan. "Semoga donasi yang terkumpul dalam Celengan Beasiswa Mahasiswa Narasi X Ternak Uang ini bisa membantu mahasiswa mengakses pendidikan, termasuk literasi finansial demi membantu kualitas kehidupan mereka sendiri," katanya Felicia, dikutip dari ANTARA pada Sabtu, 20 Agustus 2021.
Setengah juta, atau 602.208 generasi putus kuliah saat pandemi, sungguh ini menyakitkan. Bagaimana kelak nasib bangsa ini? Hal ini disampaikan Kepala Lembaga Beasiswa Baznas Sri Nurhidayah dalam peluncuran Zakat untuk Pendidikan di Jakarta secara virtual Senin (Jawapos.com,16/8/2021). Ia berharap beasiswa Cendekia Baznas yang dibuka tahun ini, bisa membantu masyarakat. Ketua Baznas Noor Achmad mengatakan tujuan beasiswa yang mereka salurkan itu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sehingga bisa berimbas pada kesejahteraan keluarga. “Adapun sasaran beasiswa ini diprioritaskan untuk asnaf fakir, miskin, atau fi sabilillah,” tuturnya.
Sri mengatakan pada tahun sebelumnya angka putus kuliah sekitar 18 persen. Kemudian di masa pandemi ini naik mencapai 50 persen. Kondisi ini tidak lepas dari bertambahnya penduduk miskin akibat dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan dari pandemi Covid-19. Pertanyaannya kemana peran negara?
Faktor Utamanya Ekonomi dan Sosial
Pada Senin, 30 Agustus 2021 malam, kembali Pemerintah mengumumkan untuk memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama sepekan ke depan hingga 6 September 2021. "Pemerintah memutuskan mulai tanggal 31 Agustus hingga 6 September 2021. Untuk wilayah Jawa-Bali, terdapat penambahan wilayah aglomerasi yang masuk ke (PPKM) level 3 yakni Malang Raya dan Solo Raya," kata Presiden Joko Widodo dalam keterangan di kanal YouTube Sekretariat Presiden (kontan.co.id, 31/8/2021).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, ada sejumlah penyesuaian aturan dalam PPKM periode kali ini. Namun sebagaimana pernyataannya di kesempatan lain, Ia menegaskan, istilah PPKM ini akan terus digunakan sepanjang pandemi Covid-19 belum berakhir dan juga sebagai acuan pengendalian kegiatan masyarakat agar mencegah penyebaran virus corona. "Saya banyak memperoleh pertanyaan apakah PPKM ini akan dilanjutkan atau dihentikan? Saya ingin menjelaskan bahwa selama Covid-19 ini masih menjadi pandemi, PPKM ini akan tetap digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan mobilitas dan aktivitas masyarakat," kata Luhut dalam konfrensi pers virtual, Senin (kompas.com,16/8/2021).
Artinya, Kebijakan penanganan pandemi tidak mencakup pembebasan biaya sekolah/kuliah. Porsi terbesar adalah di ekonomi, padahal inilah yang menjadi akar persoalan, sebab pemerintah hanya fokus pada pembatasan mobilitas dan aktifitas masyarakat, tanpa ada jaminan kebutuhan hidup lainnya.
Kemiskinan kian bertambah tanpa bisa dielakkan. Biaya pengobatan, ditambah dengan biaya hidup termasuk pajak yang harus dibayarkan itulah sebabnya, rakyat tetap harus membayar, seberapa pun besaran bansos yang diterima tidak bisa menutupi besarnya biaya yang harus dikeluarkan, apalagi kini banyak yang tidak punya pekerjaan, perusahaan pun kesulitan sehingga memangkas sejumlah karyawannya.
Tidak pelak efek domino pun berjalan, dari masalah ekonomi dan sosial, muncullah ancaman kehilangan potensi intelektual generasi di depan mata. Tidak hanya kaum perempuan yang menerima imbasnya, terpaksa harus keluar rumah membantu keuangan keluarga, anak-anakpun putus sekolah, mencari sesuap nasi dibandingkan sepaket quota untuk mengikuti pelajaran daring. Beberapa universitas memang mengadakan program paket pandemi untuk pembayaran biaya kuliah namun tetap saja tidak terjangkau oleh setiap siswa.
Inilah yang harus diperhatikan, bahwa kesejahteraan dan kemudahan akses bisa didapat masyarakat terhadap pendidikan, ekonomi, kesehatan dan keamanan adalah keharusan. Sebab hal ini menyangkut kebutuhan pokok manusia orang perorang. Bagaimana sistem islam bekerja menghadapi situasi faktual dan menjamin terpenuhinya kebutuhan tiap individu rakyat?
Mengapa kita harus berkaca pada sistem Islam, jawabannya ada 2, pertama ini adalah bagian dari akidah dari kaum Muslim, bahwa segala pengurusan tentang kehidupannya haruslah diambil dari Islam, hal ini sebagaimana perintah Allah swt,"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan." (QS Al Baqarah: 208).
Kedua, hanya sistem Islam yang mampu berjalan mengatur manusia di muka bumi ini selama lebih dari 1400 tahun, yang mana belum bisa diungguli oleh sistem lain di dunia ini (kapitalisme dan sosialis termasuk di dalamnya komunis). Sejak runtuhnya Negara Turki Usmani tahun 1924 dan berganti sistem kapitalis praktis telah berjalan 97 tahun sudah menunjukkan kegagalannya. Runtuhnya saka guru pendidikan hanyalah salah satu dari sekian kegagalan yang dihasilkan.
Pendidikan dalam Islam menjadi salah satu kebutuhan pokok yang penyelenggaraannya dijamin oleh negara. Rasulullah Saw pada masanya pernah mengganti tebusan tawanan perang Badar dengan mengajari masing-masing 10 anak-anak di Madinah baca tulis. Kemudian pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, menyempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan yang lebih terorganisir, Diantaranya mengirim petugas khusus ke berbagai wilayah untuk menjadi guru di wilayah tersebut. Materi pengajaran juga tidak lagi terbatas pada kajian agama dan bahasa Arab tapi juga kajian disiplin dan yang dibutuhkan masyarakat, seperti ketangkasan olahraga, seperti berenang, memanah, dan menunggang kuda.
Kurikulum umum lainnya yang juga ditekankan pada masa itu, menurut Ibnu al-Tawam dalam History of Muslim Education, yakni pelajaran menulis dan aritmatika. Sementara ilmu Alquran, ungkap al-Tawam, menjadi mata pelajaran yang diajarkan pada tingkat dasar. Karena itu, ilmu Alquran sudah diajarkan sejak usia dini. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana pendidikan. Karena dalam perkembangan selanjutnya, jumlah peserta yang belajar mengalami peningkatan pesat. Untuk itu, diperlukan tambahan jumlah tenaga pengajar dan tempat belajar.
Pada tahap awal, pengembangan sarana pendidikan ini dilakukan dengan membuat tempat khusus di samping bangunan masjid, yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam. Di setiap desa yang berada di dalam wilayah kekuasaan Islam saat itu memiliki minimal satu buah maktab. Demikian pula dengan khalifah-khalifah selanjutnya, senantiasa mencurahkan fokus kepada pendidikan sebagai saka guru pembangunan dan peradaban.
Pendidikan tidak dijadikan proyek atau kapitalisasi, namun menjadi kewajiban negara. Oleh karenanya pembiayaannya sama sekali tidak bersandar pada pihak ketiga terlebih kafir, melainkan melalui pengelolaan SDA dan pos-pos pendapatan negara seperti fa'i, jizyah, zakat dan lainnya. Wallahu a' lam bish showab.
1 Komentar
Barakallah Mba Rut. Solusi sistem Islam untuk pendidikan maju
BalasHapus