
Penulis: Murli Ummu Arkan
Adanya kasus korupsi yang ada di negeri ini pasti sudah tidak heran lagi bukan? Banyak sekali kasus korupsi yang terjadi dari hulu hingga hilir. Dari pejabat tinggi pemerintahan hingga pejabat bawahan. Ya, kasus korupsi sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan bisa dibilang seperti fenomena gunung es. Yang tidak terlihat jumlahnya jauh lebih besar dari yang terlihat.
Mirisnya lagi, Para koruptor sekarang mendapatkan keistimewaan. Seperti dilansir dari situs news.detik.com, 23 para koruptor berbahagia. Mereka mendapatkan remisi dari masa tahanannya. Masa hukuman pidananya dikurangi, kebebasan diraih dan bebas dari udara rumah tahanan. Padahal kasus korupsinya bisa dibilang kasus yang besar.
Selain itu, mereka yang mantan koruptor juga masih bisa berkesempatan mendaftarkan diri sebagai Caleg. Seperti yang dikabarkan dalam situs beritasatu.com.
Nah lho, aneh bukan? Ya inilah negeri kita yang kita cintai. Terkesan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Jika rakyat kecil saja saat melamar kerja butuh disertakan bukti surat berkelakuan baik dari kepolisian (SKCK), namun beda halnya dengan mantan koruptor yang hendak mencalonkan diri sebagai Caleg. Mereka yang mantan koruptor dipersilakan untuk menduduki kursi pemerintahan. Tentu hal ini menjadikan kontra di tengah-tengah masyarakat bukan?
Seakan tidak adil aturan yang diperlakukan terhadap rakyat kecil. Aturan, sanksi, hukum yang diberlakukan terhadap rakyat kecil terkesan lebih ganas sedangkan terhadap para Kapital melempem. Terkesan hukum di negeri ini bisa dirubah sesuai kepentingan segolongan orang dan mudah dibeli dengan cuan.
Ya, begitulah keadaan hukum di negeri Kapitalisme. Tidak heran jika muaranya hanya pada sisi materi dan keuntungan. Yang terpenting adalah cuan. Ada cuan maka ada kebebasan. Tidak melihat apakah kasusnya berat atau ringan.
Jika seperti itu bisakah sanksi hukum ini berfungsi sebagai efek jera? Bisa jadi bagi mereka yang berduit akan menganggap kejahatan korupsi adalah kejahatan yang biasa. Sehingga hal ini akan berpontensi terus berulang.
Negeri ini butuh sistem yang tegas. Yang mempunyai sistem sanksi yang dapat memberikan efek jera dan bisa memberantas korupsi. Hal tersebut hanya bisa didapatkan dengan sistem Islam.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَا لسَّا رِقُ وَا لسَّا رِقَةُ فَا قْطَعُوْۤا اَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِۢمَا كَسَبَا نَـكَا لًا مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 38)
Dalam Islam hukuman bagi koruptor adalah potong tangan karena korupsi termasuk mencuri uang rakyat. Seperti yang di firmankan Allah dalam ayat di atas, maka hukuman potong tangan inilah yang pantas bagi seorang koruptor, sekaligus sanksi ini bisa menjadi efek jera dan efek penebus dosa. Umat muslim tidak diperbolehkan merasa kasihan terhadap pelaku koruptor karena ini seruan langsung dari Allah ﷻ. Maka dari itu umat saat ini membutuhkan negeri yang menerapkan Islam Kaffah agar keadilan bisa didapatkan. Hanya Allah lah Yang Maha Adil. Jika bukan dengan hukum Allah, hukum siapa kah yang kita cari untuk mendapatkan keadilan?

0 Komentar