SIKAP MEMFINALKAN NKRI BERTENTANGAN DENGAN SEJARAH DAN UUD 1945 YANG ASLI


Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas

Pakar Fikih Muamalah KH. M. Shiddiq al-Jawi mengkritisi sikap yang memfinalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Sikap memfinalkan NKRI itu justru bertentangan dengan sejarah bentuk negara di Indonesia yang dinamis. Dan bertentangan pula dengan aspek normatif dalam UUD 1945, khususnya UUD 1945 yang asli," kritiknya melalui shiddiqaljawi.com dalam tulisannya yang berjudul: Kritik untuk Ulil Abshar Abdalla Seputar Dikotomi Khilafah Siyasiyah dan Khilafah Tsaqofiyyah, Rabu (26/7/2023).

Menurutnya, secara historis (sejarah) bentuk negara di Indonesia awal kemerdekaan memang negara kesatuan, berlangsung Tahun 1945-1949.

Namun ia menjelaskan, berdasarkan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus - 2 November 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi atau negara serikat, sehingga Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).

"Ini mulai berlaku sejak 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950. RIS ini kemudian dibubarkan pada 17 Agustus 1950," jelasnya.

Ia melanjutkan, setelah 17 Agustus 1950, berlakulah UUDS 1950 hingga tahun 1959, tepatnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

"Jadi, secara historis, bentuk negara itu dinamis, tidak usah difinal-finalkan apalagi disakralkan, karena bentuk negara dalam sejarah Indonesia sifatnya dinamis. Pernah awalnya merupakan negara kesatuan, lalu berubah menjadi negara federal, lalu kembali menjadi negara kesatuan lagi," ulasnya.

Secara normatif, ia juga mengemukakan, sikap mensakralkan atau memfinalkan NKRI secara absolut itu juga bertentangan dengan UUD 1945 itu sendiri yang menyediakan kemungkinan perubahan bentuk negara.

Ia pun mengungkapkan, walaupun ada di dalam pasal 37 angka (5) UUD 1945 yang berbunyi "Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan," yang seolah-olah sudah memfinalkan NKRI.

"Tetapi ingat, bahwa pasal 37 angka (5) ini juga dihapuskan kembali," ungkapnya.

Karena, ia lanjut menjelaskan, dalam naskah asli UUD 1945, pasal 37 angka (5) ini aslinya tidak ada.

"Sekali lagi, aslinya tidak ada. Pasal pasal 37 angka (5) tersebut adalah UUD hasil amandemen ke-IV tahun 2002, bukan naskah asli UUD 1945," pungkasnya.

Posting Komentar

0 Komentar