KRISIS AIR BERSIH KIAN MENINGKAT, INDONESIA SUDAH MERDEKA?


Oleh: Amalia Nurul Viqri, S.Pd
Muslimah peduli Umat

Paradoks negara demokrasi, saat warganya diimbau untuk memeriahkan hari kemerdekaan, pada saat yang sama telah terjadi krisis air bersih di berbagai daerah. Tahun ini adalah HUT RI yang ke-78, lagi-lagi persoalan air bersih tidak terentaskan, padahal perayaannya tidak pernah terlewatkan.

Sudah puluhan tahun warga di Pangasinan RT 1 RW 13, Dusun Girimulya, Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat, kesulitan memperoleh air bersih. Air sumur milik warga tidak bisa digunakan untuk minum karena terasa asin, sementara tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anom. (tvonenews.com, 7/8/2023)

Musim kemarau telah membuat masyarakat di banyak daerah mengalami krisis air bersih. Kondisi itu salah satunya dialami sekitar 800 jiwa dari 250 kepala keluarga (KK) warga lingkungan RT 03/RW 04, Dusun Kebontaman, Desa Kalikayen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. (Republika, 12/8/2023)

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat tren penyakit diare mulai meningkat. Dinkes Kabupaten Bogor memprediksi hal ini terjadi karena warga kesulitan mendapat air beraih di tengah kemarau yang melanda. (Republika, 13/8/2023)

Sebab, BMKG menyatakan musim kemarau tahun ini, lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Musim kemarau tahun 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan sangat rendah. Hal ini terjadi karena adanya fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra dalam kurun waktu bersamaan. (Liputan6.com, 12/8/2023)


Krisis Air Bertambah Parah

Kekeringan akibat bencana hidrometeorologi memang bagian dari fenomena alam. Namun, minimnya langkah antisipasi dan mitigasi dari negara menyebabkan makin parahnya akibat yang dirasakan masyarakat, khususnya krisis mendapatkan air bersih.

Harus kita pahami, bahwa krisis air bersih bukan terjadi kali ini saja dan bukan disebabkan saat musim kemarau, melainkan merupakan problem tahunan yang berulang. Saat ini, bencana kekeringan menimbulkan akibat yang makin parah.

Salah satu penyebab parahnya dampak kekeringan adalah kebijakan negara yang mengabaikan hajat hidup rakyat. Sebenarnya kebutuhan air bersih membutuhkan tangan negara dalam pembiayaan dan pemenuhannya. Negara semestinya membangun distribusi air bersih dengan fasilitas yang lengkap dan layak.


Akar Masalah

Indonesia merupakan negara terkaya ke-5 dalam ketersediaan air tawar, yaitu mencapai 2,83 triliun meter kubik per tahun. Dari jumlah besar ini, kuantitas air yang dimanfaatkan baru sekitar satu per tiganya, yaitu 222,6 miliar meter kubik dari 691 miliar meter kubik per tahun. (Muslimahnews, (7/8/2023)

Lalu bagaimana dengan sisa ketersediaan air tawar dua per tiganya? Karena buruknya konsep tata kelola sumber daya air dan lingkungan menyebabkan sumber yang berlimpah ini tidak memberikan manfaat besar bagi rakyat sehingga jutaan rakyat harus merasakan krisis air bersih setiap tahunnya. Untuk memanfaatkan potensi tersebut, diperlukan konsep pengelolaan yang benar serta pembangunan infrastruktur dengan teknologi terbaik.

Saat ini, konsep pengelolaan sumber daya air dijalankan dengan prinsip kapitalisme neoliberal. Paradigma kapitalisme neoliberal memosisikan air sebagai komoditas ekonomi. Akibatnya, air menjadi objek bisnis yang bisa dikelola siapa pun untuk mencari untung.

Contohnya, pembangunan instalasi air bersih di daerah Labuan Bajo NTT yang dilakukan untuk mendukung korporasi kapitalis yang akan mengelola kawasan tersebut sebagai destinasi pariwisata super premium. Sedangkan mayoritas masyarakat NTT yang sudah puluhan tahunan dilanda krisis air bersih, tidak mendorong pemerintah untuk serius mengatasinya. Sehingga, pengelolaan air bersih ala kapitalisme ini menimbulkan ketimpangan akses.


Islam Solusinya

Penerapan sistem kapitalisme neoliberal sudah nyata menyebabkan krisis air bersih makin parah. Penyelesaian krisis air bersih ini hanya akan teratasi dengan konsep Islam yang tampak dalam kebijakan politik dan ekonominya. Secara politik, Islam menegaskan bahwa negara harus hadir sebagai pengurus/penanggung jawab dan pelindung umat.

Rasulullah ï·º bersabda,

«Ø§Ù„Ø¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ».
Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Islam satu-satunya solusi berbagai problem ummat. Negara dengan menerapkan sistem Islam akan menjalankan fungsinya secara optimal sebagai raa’in (pengurus). Di antaranya pertama, menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Kedua, membangun distribusi air bersih yang memadai hingga pelosok desa. Dan Ketiga, pembiayaan untuk pembangunan distribusi air bersih tiap desa akan dijamin penuh oleh negara melalui pengelolaan pemasukan Baitulmal. Maka, sumber daya air berlimpah yang dianugerahkan Allah ï·» akan termanfaatkan secara optimal dan kebutuhan rakyat pun akan terpenuhi. Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar