LIBERALISASI SEKSUAL MENJERAT GENERASI INDONESIA


Oleh: Sifi Nurul Islam
Muslimah Peduli Umat

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Untuk remaja 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen.

Sekretaris LPA Batam, Erry Syahrial tak menampik tingginya angka anak remaja yang sudah berhubungan seksual tersebut. Hal ini dinilai berdampak dari tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga kasus penjualan atau pembuangan bayi.

Dari hubungan (seksual anak) itu akan menimbulkan persoalan. Seperti, anak wanita berhubungan yang menyebabkan permasalahan hukum bagi laki-lakinya,” kata Erry.

Menurut Erry, tingginya angka anak melakukan hubungan seksual ini harus menjadi perhatian orangtua. Orangtua diminta untuk menguatkan pendidikan karakter dan pendidikan agama anak.

Orangtua yang memiliki peran besar, sekolah atau guru juga harus berperan memberikan edukasi ke anak,” ungkap Erry. 

Inilah yang terjadi pada generasi kita. Generasi yang seharusnya menjadi tumpuan harapan masa depan bangsa, telah menjelma menjadi generasi sakit dan rusak. Perkembangan tekhnologi yang tidak di imbangi dengan pendidikan agama, ditambah juga kontrol dari penyelenggara negara telah benar-benar meliberalkan penerus negeri ini.

Racun-racun pemikiran yang telah disuntikkan melalui tayangan-tayangan yang tak beradab, minim edukasi dan nol nilai agama, telah menjadi candu berbahaya yang terus ditenggakkan ke mulut-mulut anak-anak kita. Para publik figur yang tidak bisa menjadi panutan bertebaran di mana-mana, memenuhi mata dan otak generasi kita.

Mereka seakan tak malu mengumbar aib sendiri, mempertontonkan gaya hidup hedonis dan matrealistis. Bangga dengan kehidupan bebas, bergonta-ganti pasangan, berciuman dan berpelukan di layar kaca, melontarkan kata-kata yang tidak pantas di sosial media, hingga gaya hidup rusak ala Barat. Mereka tak berpikir apa yang mereka ucapkan dan lakukan akan berimbas pada orang lain, penggemarnya, dan merusak generasi.

Kerusakan generasi yang terjadi hari ini adalah hasil diterapkannya sistem kapitalisme. Dengan akidahnya yang memisahkan agama dari kehidupan, kapitalisme telah menanamkan pemahaman berbahaya bagi manusia. Menjadikan kebebasan adalah sumber kebahagian, kapitalisme mengubah manusia seakan-akan Tuhan bagi dirinya sendiri. Dengan kedaulatan di tangan individu, mereka bebas melakukan apa saja asal mereka bahagia, termasuk kebebasan melakukan seks pranikah.

Dalam sistem rusak ini, kehidupan laki-laki dan perempuan adalah kehidupan jinsiyah (seks). Mereka memandang satu dengan lainnya dengan pandangan seksualitas. Laki-laki memandang wanita sebagai pemuas seks semata, begitu pula wanita memandang laki-laki pun dengan pandangan yang sama. Maka tak heran, kita lihat mereka berperilaku dan tujuan hidupnya semua berhubungan dengan pandangan ini, mulai dari tayangan, film, gaya hidup, yang mempertontonkan kehidupan seks bebas, dari one night stand, friends with benefit, dan lainnya. Begitu pula produk-produk yang dihasilkan pun tak jauh dari seksualitas. Contohnya, murah dan bebasnya penjualan kondom, hingga boneka seks telah dipasarkan dengan bebas.

Angin beracun kebebasan inilah yang terus dihembuskan ke dalam dada umat Islam, terkhusus generasi mudanya. Dengan jeratan musik mereka dilenakan, masuklah narkoba dan miras. Dengan rayuan syahwat pada usia-usia sekolah melalui kampanye pendidikan seksual dan reproduksi, game, dan tayangan-tayangan receh, mereka menanamkan bibit kebebasan pada generasi muslim. Dengan investasi pabrik-pabrik miras, kondom dan bisnis pelacuran, mereka melemahkan benteng negeri ini.

Parahnya lagi, dengan minimnya peran negara dalam mencegah dan menanggulangi bahkan seakan ikut menjadi pemain, semakin memperparah krisis generasi ini. Namun fakta sebaliknya, ketika ada komunitas-komunitas hijrah yang mengajak generasi kembali kepada jati diri mereka, kembali kepada jalan taat, dan menjadi generasi tangguh dengan kembali mengenalkan Islam serta mempelajari Islam, malah dianggap sebagai ancaman negara, dicap dengan berbagai stempel yang menyakitkan dan provokatif.

Negara melahirkan UU boleh zina asal suka sama suka, namun di sisi lain ajaran Islam terkait menikah malah diserang. Seakan menikah muda adalah kejahatan, namun seks usia sekolah adalah kemajuan. Tentu ini semakin menambah parah kondisi, sedikit demi sedikit generasi rusak dan hancur. Maka tak usah heran jika hasil survei-survei di atas akan lebih meledak lagi jumlahnya di masa yang akan datang.


Islam Mencegah Kerusakan Generasi

Generasi Islam adalah generasi penerus estafet kepemimpinan Islam. Mereka tak hanya sebagai anugerah, namun juga sebagai amanah. Maka Islam sangat tegas mengenai pendidikan dalam mempersiapkan generasinya.

Pendidikan dalam Islam terbagi menjadi dua fase, fase prabaligh dan pascabaligh. Pendidikan prabaligh dimulai jauh sebelum manusia lahir, dari caron ibu dan bapaknya. Menjadi manusia saleh agar mendapatkan jodoh yang saleh pula.

ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ
Perempuan-perempuan keji untuk laki-laki keji, dan laki-laki keji untuk perempuan-perempuan keji (pula), sedang perempuan-perempuan baik untuk laki-laki baik dan laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan manusia. Mereka memperoleh ampunan dan juga rezeki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur: 26)

Menggelar pernikahan sesuai aturan Islam. Mendidik janin dalam kandungan dengan Al-Qur'an. Begitu pun ketika masa hadhanah (mengasuh anak), tidak sembarangan orang yang mengasuhnya, karena dalam hadonah ada pendidikan, adab dan aurat. Usia 7-8 tahun adalah usia mumayyiz, maka mulai diajarkan mana haram dan mana halal. Dalam masa nol bulan hingga usia baligh inilah ditanamkan akidah Islam, hakikat penciptaannya, ke mana ia akan kembali, dan apa yang harus dilakukannya selama di dunia. Sehingga ketika ia telah mencapai usia baligh ia tidak akan terombang-ambing dalam kemaksiatan.

Dengan bekal penanaman akidah dalam pendidikan Islam inilah ia diharapkan menjadi anak yang taat kepada Allah ﷻ di mana pun ia berada. Ketika di dalam keluarga ia diajarkan menjauhi yang haram, maka di luar rumah ia akan terbiasa dengan itu. Jika di rumah ia dijauhkan dari tontonan perusak akidah, di luar rumah ia akan menjaga dirinya dari menyaksikannya. Jika di rumah ia diajarkan batas-batas aurat dan cara menutup aurat, maka ketika ia di luar rumah ia akan menundukkan pandangannya dari hal yang akan membuatnya terjerumus dalam kehinaan kemaksiatan. Ia akan menjauhi memandang lawan jenis, ia tak akan berkhalwat yaitu berduaan dengan lawan jenis, juga tak melakukan ikhtilath yaitu bercampur baur laki-laki perempuan, dan pergaulan bebas lainnya.

Maka akan lahir generasi cemerlang nan tangguh. Generasi yang bermental baja nan taat. Generasi muda yang siap mengambil alih kepemimpinan, yang akan membawa Islam dan kaum muslimin menjadi umat yang sesuai fitrahnya, yaitu umat terbaik. Yang di pundak merekalah kita titipkan amanah dakwah dan masa depan dunia.

Maka inilah pentingnya peran orang tua dan keluarga dalam menanamkan pondasi akidah dari rumah, bukannya malah menemani menonton film dewasa. Begitu pula dengan masyarakat yang saling nasihat-menasihati dan tidak apatis, akan meminimalisasi bibit kerusakan generasi yang terjadi. Ketika anak-anak usia sekolah malah nongkrong bareng antara laki-laki dan perempuan, mereka akan menasihati dan tidak acuh tak acuh. Dan tak kalah penting lagi adalah peran negara. Negara begitu ketat membentengi rakyatnya dari serangan pemikiran rusak, seperti tayangan serta konten-konten beracun, juga pemikiran-pemikiran yang dapat merusak akidah umat. Namun peran negara mumpuni ini tak akan pernah kita temui di dunia mana pun saat ini, karena peran hebat ini hanya dapat dilakukan oleh negara hebat yaitu Khilafah Rasyidah 'ala minhaji annubuwah.

Wallahu a'lam bisshowab

Posting Komentar

0 Komentar