
Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Golden visa adalah kebijakan baru pemerintah yang memberikan hak istimewa (privilese) bagi investor. Dan hanya bisa dimiliki oleh warga negara asing (WNA) yang berinvestasi di Indonesia dengan jumlah tertentu. Pemegang visa ini mendapatkan keistimewaan berupa izin tinggal selama 5 atau 10 tahun tanpa harus bolak-balik mengurus izin tinggal ke imigrasi.
Kebijakan golden visa ini berlaku setelah Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) 22/2023 tentang Visa dan Izin Tinggal dan Peraturan Menteri Keuangan 82/2023 yang disahkan 30 Agustus 2023. Tujuannya adalah untuk menarik investasi, pemegang golden visa bisa menikmati sejumlah manfaat eksklusif, yaitu jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, juga efisiensi karena tidak perlu mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) ke kantor imigrasi.
Golden visa telah diterapkan di beberapa negara seperti AS, Jerman, Italia, Spanyol, Irlandia, Kanada, Uni Emirat Arab, dan Selandia Baru. Kebijakan ini dianggap menguntungkan bagi Indonesia karena akan menarik lebih banyak investasi asing ke dalam negeri. Padahal, golden visa sebenarnya merugikan dan bahkan membahayakan.
Pemberian golden visa merupakan kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif karena orang yang memiliki banyak uang akan memperoleh hak istimewa untuk tinggal, bekerja, dan berusaha di Indonesia.
Selain itu, pemberian fasilitas khusus melalui golden visa berisiko mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan izin tinggal dan berusaha, peningkatan kasus korupsi, pengemplangan pajak, dan pencucian uang. Beberapa negara Eropa yang pernah menerapkan golden visa, seperti Hongaria, Inggris, Bulgaria, dan Portugal, kini justru menghentikannya.
Masuknya investasi asing ke Indonesia tidak akan membawa dampak yang signifikan pada masyarakat luas. Kalaupun bisa menyerap tenaga kerja itupun hanya sedikit saja.
Golden visa jelas merupakan kebijakan yang hanya mengistimewakan dan menguntungkan orang asing, tetapi tidak memberikan kemaslahatan bagi rakyat Indonesia.
Investasi (istitsmar) merupakan aktivitas pengembangan harta yang secara pokok dibolehkan dalam Islam.
Allah ï·» berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 268).
Namun, kegiatan investasi yang dilakukan oleh seorang muslim wajib terikat pada syariat Islam. Negara di dalam Islam (Khilafah) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa investasi berjalan sesuai aturan Islam. Khilafah wajib menerapkan syariat Islam secara kafah, termasuk dalam hal investasi. Selain itu, Khilafah juga wajib mengawasi pelaksanaan investasi tersebut. Rasulullah ï·º dan khulafa telah mencontohkan untuk mengawasi kegiatan perdagangan di pasar.
Khilafah juga akan mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan amanah sehingga manfaatnya dirasakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Harta milik umum dan milik negara haram diserahkan kepada swasta, termasuk swasta asing, meski dengan dalih investasi.
Golden visa merupakan alat penjajahan yang digunakan oleh negara kapitalis yang menyangkut utang dan investasi. Melalui investasi, negara penjajah (AS, Eropa, Cina, dll.) mampu meraup keuntungan yang luar biasa besar dari pengelolaan SDA milik rakyat Indonesia.
Adapun investasi asing di sektor harta milik individu, akan didasarkan pada status kewarganegaraan pelaku investasi. Jika berasal dari negara yang tengah berperang dengan Khilafah (kafir muhariban fi’lan), tidak boleh ada hubungan dagang (investasi) dengan Khilafah. Adapun jika investor tersebut berasal dari negara yang tidak sedang berperang dengan Khilafah, dibolehkan berinvestasi sepanjang sesuai syariat Islam.
Islam membolehkan investasi dengan beberapa syarat:
Pertama, Investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan SDA milik umum, kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak.
Kedua, Investasi asing tidak boleh mengandung riba.
Ketiga, Investasi asing tidak boleh menjadi jalan terciptanya penjajahan ekonomi dan monopoli ekonomi.
Demikianlah pengaturan investasi dalam Khilafah sehingga menghasilkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.
Tentunya dengan penerapan aturan Islam secara kaffah akan menyelesaikan seluruh problematika kehidupan umat.
Wallahualam bissawab.

0 Komentar