
Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Masyarakat Banten secara resmi mengajukan pengaduan terhadap Grup Bank Dunia terkait pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Grup Bank Dunia yang secara tidak langsung mendukung pembangunan dua PLTU Jawa 9 dan 10. Dan itu akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan masyarakat setempat.
Selain itu, pemerhati lingkungan menilai proyek PLTU tersebut telah melanggar janji sejumlah pemimpin negara untuk berhenti mendukung penggunaan bahan bakar fosil.
Dampak dari pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 antara lain:
Pertama, bisa menyebabkan ribuan kematian dini dan menyumbang lebih dari 250 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer bumi.
Kedua, berpotensi terjadi penggusuran paksa terhadap tempat tinggal masyarakat setempat. Hal ini akan memunculkan konflik horizontal dan sengketa lahan antara rakyat dengan penguasa.
Ketiga, Kebutuhan listrik di daerah tersebut sudah terpenuhi dan jaringan listrik Jawa-Bali sudah kelebihan pasokan.
Proyek tersebut hanya akan menghancurkan masyarakat setempat serta membawa dunia lebih cepat mengalami bencana iklim.
Pembangunan ala kapitalisme sering memakan korban. Entah dengan perampasan hak rakyat dengan cara represif dan berdarah-darah, atau dengan kompensasi yang tidak sepadan dengan kerugian materi, fisik, dan kesehatan yang dihadapi masyarakat.
Dalam pandangan kapitalisme, memperoleh keuntungan dari proyek strategis adalah harga mati. Seberapa besar upaya mewujudkan proyek strategis, sebanyak itulah keuntungan yang ingin mereka dapatkan. Bahkan, mereka bisa menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan.
Sebagaimana proyek-proyek lainnya, pembangunan PLTU mendapatkan banyak kecaman dari aktivis lingkungan dan penentangan masyarakat, proyek ini tidak lebih dari wujud keserakahan para kapitalis yang mengabaikan dampak buruk terhadap lingkungan.
Fokus negara seharusnya pada aspek terpenuhinya pendistribusian instalasi listrik di semua daerah hingga daerah yang sulit terjangkau listrik. Terhadap wilayah yang tidak ada instalasi listrik, negara bisa membangun pembangkitnya sesuai kebutuhan masyarakat.
Dalam pandangan Islam
Negara wajib menyediakan infrastruktur publik yang memadai. Dalam membangun infrastruktur tersebut, Islam menetapkan prinsip-prinisip yang harus diperhatikan.
Pertama, listrik merupakan bagian dari SDA yang jumlahnya sangat besar sehingga pembangunannya memerlukan peran negara. Dalam hal ini, negara membangun pembangkit beserta instalasi listrik agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Negara memberikannya secara gratis atau rakyat membayar dengan harga yang sangat murah untuk mengganti biaya produksinya saja.
Kedua, negara memetakan wilayah-wilayah yang membutuhkan instalasi listrik sehingga pembangunan infrastruktur listrik tidak akan mubazir atau mengalami kelebihan daya. Pendistribusian listrik benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ketiga, pembangunan dalam Islam berorientasi untuk kebaikan hidup manusia dalam menjalankan perannya sebagai hamba Allah Taala. Kebijakan negara tidak boleh membawa kemudaratan dan kezaliman, negara harus melakukan analisis dampak kebijakan tersebut bagi lingkungan dan masyarakat.
Keempat, semua pembangunan infrastruktur publik dibiayai negara melalui baitulmal. Dalam pengelolaan kepemilikan umum, negara tidak boleh menyerahkannya kepada pihak lain.
Kelima, negara memberikan edukasi secara menyeluruh tentang kewajiban menjaga lingkungan, memanfaatkan hasil SDA secara bijak, dan sanksi tegas bagi setiap individu yang merusak lingkungan.
Islam memperhatikan pembangunan infrastruktur demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan kemaslahatan umat.
Yang tentu saja semua ini bisa dicapai dengan penerapan aturan Islam secara Kaffah dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.
Waalahu 'alam bissowab.

0 Komentar