
Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah peduli umat
Sejumlah pelajar di SMPN 11 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, ditemukan belum mampu membaca menulis, bahkan tidak bisa membedakan abjad. Berdasarkan hasil assessment kognitif peserta didik yang dilakukan sekolah tersebut pada bulan Juni 2023 lalu, sebanyak 21 pelajar dikonfirmasi masih belum lancar dalam membaca dan menulis. Dari 21 pelajar tersebut berkategori tidak cakap dalam baca dan tulis, satu pelajar di antaranya nyaris tidak bisa membaca dan menulis. Bahkan untuk mengeja abjad pun terbata-bata, hanya lancar dari A-E. (Pos-Kupang.com, Agustus 2023)
Sedangkan, di SMPN 1 Mangunjaya yang berada di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, terdapat 29 pelajar yang belum bisa membaca. Pelajar-pelajar tersebut belum lancar membaca, bahkan belum bisa mengeja huruf alfabet. Terdiri dari sebelas murid dari kelas 7, enam belas murid dari kelas 8, dan dua murid dari kelas 9. (TribunPriangan.com, Agustus 2023)
Hal tersebut sontak menyita banyak perhatian dari berbagai pihak. Pasalnya, pelajar pada rentang usia tersebut harus sudah lancar membaca, sehingga bisa lebih luas lagi dalam mempelajari hal lain. Ketidakmampuan dalam keterampilan dasar seperti membaca dan menulis, akan menghambat seorang pelajar untuk mempelajari materi yang lebih tinggi lagi.
Kasus-kasus yang telah disebutkan hanyalah segelintir dari sekian banyak kasus yang menimpa pada sekolah-sekolah di negara Indonesia. Besar kemungkinan, hal serupa terjadi pula di setiap instansi pendidikan. Tidak hanya SMP, kasus pelajar yang belum lancar membaca dan menulis pun kerap ditemui di jenjang pendidikan SMA.
Kondisi anak yang tidak mampu untuk membaca dan menulis ini disebut learning poverty. Bahkan, ketidakmampuan untuk memahami sebuah cerita sederhana pun sudah masuk dalam kategori learning poverty. Indonesia termasuk pada jajaran negara yang angka learning poverty-nya cukup tinggi. Dilansir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan data Indonesian National Assessment Programme, diketahui jumlah pelajar di tanah air yang memiliki kemampuan baca dengan baik hanyalah sebesar 6%.
Rendahnya kompetensi yang dimiliki tenaga pendidik, semakin memperparah hal ini. Akan tetapi, program yang dibuat bagi tenaga pendidik hanya sebatas seminar-seminar yang mengacu pada pembuatan administrasi semata. Padahal, salah satu yang diperlukan dari setiap instansi pendidikan adalah pengetahuan terkait metode yang diperlukan seorang guru untuk meningkatkan minat dan kemampuan belajar siswa-siswanya.
Tidak hanya itu, kebijakan pendidikan apa pun yang dibuat oleh pemerintah harus senantiasa bermuara pada pemenuhan hak pendidikan bagi seluruh warga negara. Pendidikan gratis yang berkualitas dan akses pendidikan yang terjangkau berhak diperoleh seluruh warga. Sehingga output yang dihasilkan tak hanya pandai dalam materi pelajaran saja, tapi akan menciptakan generasi unggul yang mampu membangun peradaban bangsa. Jika hal tersebut belum terwujud, maka kebijakan yang dibuat belum tepat.
Pada kurikulum pendidikan yang berbasis kapitalisme malah menjadikan biaya pendidikan semakin mahal dan sangat sulit diakses oleh masyarakat menengah ke bawah. Kurikulum ini pun akan menghasilkan program-program pembelajaran yang sekuler, yakni menjauhkan bahkan sampai menyingkirkan agama dari kehidupan. Karena suatu paradigma tertentu merupakan kerangka dasar dalam membangun suatu kurikulum, maka kapitalisme yang menjadi landasan bagi kurikulum pendidikan saat ini akan menghasilkan pelajar sekuler, bervisi pada materi semata, bahkan sangat jauh dari pembentukan kepribadian Islami dan minimnya tsaqafah Islam dalam setiap jenjang implementasi kurikulum.
Untuk menyelesaikan kompleksnya masalah pendidikan ini harus dilakukan dengan penyelesaian sistemis. Kapitalisme yang digunakan dalam pendidikan Indonesia sudah sangat keliru yang berdampak pada munculnya permasalahan pendidikan yang tidak bisa dibilang sederhana.
Learning poverty yang terjadi di kalangan pelajar saat ini hanya salah satu dari sekian banyak masalah yang menimpa pelajar Indonesia. Krisis adab, dekadensi moral dan minimnya ilmu agama Islam menjadi hal yang meresahkan juga di tengah-tengah para pelajar. Hal ini menyebabkan para pelajar tidak segan lagi melawan orang tua, guru-guru, bahkan dalam pertemanannya pun tidak sehat. Karena minimnya ilmu agama, tak sedikit ditemukan kasus anak yang membunuh orang tuanya, pelajar yang membacok gurunya, bahkan ada pelajar yang mengeroyok temannya sampai sekarat.
Maka, untuk membenahi pendidikan yang semrawut ini diharuskan pula membenahi paradigma pendidikan yang menjadi dasar kurikulum. Kegagalan pendidikan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme harus digantikan dengan sistem pendidikan yang benar. Sistem pendidikan yang benar ini harus memiliki paradigma yang benar pula, yaitu Islam. Sistem yang datang dari Sang Pencipta Manusia dan alam semesta, Allah ï·», yaitu sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam.
Sistem pendidikan Islam memiliki tujuan, kurikulum, metode hingga assessment pendidikan yang sesuai Islam. Hasil belajar (output) pendidikan Islam yaitu akan menghasilkan generasi yang keimanannya kukuh, berkepribadian Islami dan mendalam pemikiran Islamnya. Ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi ataupun bidang lainnya pun dikuasai secara mendalam dan implementasinya pun akan sangat dirasakan dalam kehidupan.
Sistem pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam juga. Sebelum menerapkan pendidikan Islam, pertama kali yang harus dilakukan penerapannya adalah sistem pemerintahan Islam. Dalam hal ini, peguasa bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan hidup warganya, termasuk penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan adalah salah satu di antara banyaknya perkara yang wajib diurus oleh negara. Negara berkewajiban menyediakan pendidikan gratis yang berkualitas dan kemudahan akses pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Sehingga, generasi unggul akan tercipta, menjadi generasi yang gemilang dan cemerlang dengan kepribadian Islam yang tertanam.
Wallahu 'alam bish-shawwab.

0 Komentar