
Oleh: Eulis Anih
Pemerhati umat.
Fenomena bunuh diri menjadi marak di kalangan mahasiswa belakangan ini. Pada oktober ini, sudah ada empat kasus mahasiswa yang di duga bunuh diri. Kasus terakhir terjadi pada mahasiswa Universitas Dian Nus wantoro pada Rabu malam, 11 Oktober 2023 dilansir dari tempo.
Korban EB yang berusia 24 tahun di temukan tewas di kamar indekosnya di daerah Tembalang, Semarang.
Sedangkan jika melihat republika, fenomena bunuh diri pada usia remaja atau usia dewasa dini sering terjadi saat ini. Bahkan kasus terakhir bunuh diri di lakukan seorang mahasiswi karena tidak bisa memenuhi ekspektasi orang tuanya.
Mahasiswi ini sempat membuat surat untuk ibunya, minta maaf karena tidak sekuat dan sesuai ekspektasi ibunya.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang nekad bunuh diri. Salah satu faktor terbanyak adalah depresi karena persoalan hidup yang tidak kunjung usai, mereka cenderung mengambil jalan pintas dengan bunuh diri untuk menyelesaikan masalah.
Mereka juga menjadi generasi yang mudah menyerah dalam menghadapi gelombang kehidupan. Alhasil, sikap putus asa, stres, hingga depresi, menjadi penyakit mental yang mudah menghinggapi dalam kehidupan mereka.
Mengapa generasi kita bisa seperti ini? Faktor utamanya adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Sistem ini mengeliminasi peran tiga pilar pembentuk generasi.
Pertama, keluarga. Generasi yang memiliki mental rapuh kebanyakan di alami oleh mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga yang broken home, fatherless, matherless, atau hidup berjauhan dengan orang tua, orang tua ada, tetapi kehadiran mereka seperti tidak ada, anak tidak merasakan peran dan kehadiran ayah atau ibunya, baik secara fisik maupun psikis.
Kedua, sekolah dan masyarakat. Kurikulum pendidikan yang berlaku hari ini adalah kurikulum sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan Allah ï·», hasilnya generasi kita terdidik dengan cara pandang kapitalisme sekulerisme, standar kebahagiaan kehidupanya adalah meraih materi yang sebanyak-banyaknya, jika keinginan tidak tercapai maka terjadilah depresi yang tidak terhindarkan.
Ketiga, Peran negara yang abai. Akibat media sosial yang di lihat (tontonan) misalnya yang mengangkat perihal bunuh diri, karena media berperan penting dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa tiap individu. Hal ini membutuhkan peran negara dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap media dalam menyebarkan informasi dan tontonan, melalui media, negara harus menciptakan suasana iman, tontonan yang menuntun pada ketaatan, bukan yang mengarah pada kemaksiatan.
Solusi dari maraknya kasus bunuh diri menurut islam adalah:
Pertama, menanamkan aqidah islam dan hukum syara sejak dini pada anak-anak, karena dengan aqidah yang kuat, setiap anak akan memahami visi dan misi hidupnya sebagai hamba Allah ï·», yakni nelaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang di larang-Nya.
Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis aqidah islam, karena pendidikan islam mampu melahirkan generasi kuat imanya, tangguh mentalnya dan cerdas akalnya, karena pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan syariat islam.
Ketiga, memastikan para ibu melaksanakan kewajiban dengan baik, yaitu sebagai madrasatulula bagi anak-anaknya, kaum ibu dalam sistem islam akan di perdayakan sebagai ibu generasi peradaban, bukan mesin ekonomi seperti halnya dalam sistem kapitalisme.
Jadi tiada lain solusi dari semua permasalahan kasus bunuh diri yang marak adalah dengan mengembalikan aturan hidup kepada islam yang dapat memecahkan segala permasalahan kehidupan. Wallahu'allam bissawab.

0 Komentar