SERTIFIKASI PRODUK HALAL DIATUR DALAM ISLAM, DAN TIDAK BISA DIKOMERSILKAN


Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) RI menyatakan bahwa tahun 2024, produk yang beredar wajib bersertifikasi halal. Tahap pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17-10-2024.

Adapun produk yang wajib bersertifikat halal antara lain adalah makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman, serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. (CNN Indonesia, 8-1-2023).

Jika tidak bersertifikasi halal, ketiga jenis produk tersebut dilarang beredar di masyarakat dan jika tetap beredar akan mendapat sanksi Adapun sanksinya mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.

Saat ini, BPJPH menyediakan fasilitas satu juta sertifikat halal gratis melalui program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati). Yang diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) dengan mekanisme pernyataan halal pelaku usaha (self declare).

Pelaku usaha yang mengurus permohonan sertifikasi halal akan dikenakan tarif layanan. Yang terdiri dari komponen biaya pendaftaran, kelengkapan dokumen, pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH, penetapan kehalalan produk oleh MUI, dan penerbitan sertifikat halal. total biaya bagi usaha menengah produk makanan dengan proses/materiel yang sederhana adalah sekitar Rp8 juta. (Situs Kemenag, 13-3-2022.

Setiap individu wajib memastikan produk yang ia konsumsi adalah halal. Namun, tentu tidak cukup sekadar upaya individu untuk memastikan kehalalan produk. Tetapi butuh peran negara untuk memastikan setiap produk yang beredar di wilayah kaum muslim adalah halal.

Salah satu peran negara adalah dengan memberikan sertifikat halal kepada produk yang telah teruji halal. Dengan demikian, umat Islam bisa merasa tenang karena yakin akan kehalalan produk yang ia konsumsi.

Sertifikasi halal adalah tugas negara dalam menjamin kehalalan produk, maka prinsip yang harus dipegang adalah mudah dan tidak berbelit-belit dalam birokrasi, cepat dalam pelaksanaan tugas, dan didukung SDM yang kapabel di bidangnya.

Dan diberikan secara gratis sebagai bagian riayah terhadap rakyat. Negaralah yang aktif mengawasi setiap produk yang beredar di masyarakat dan memastikan hanya yang halal saja yang beredar. Tugas rakyat yang menjadi produsen adalah membuat produk halal.

Tetapi, di tengah sistem kapitalisme saat ini, jaminan halal yang hakikatnya menjadi tugas negara, justru menjadi lahan mendulang keuntungan. Rakyat dibebani untuk mengurus sertifikat dengan biaya yang mahal. Belum lagi, rakyat dibebani aneka pungutan, seperti pajak, IMB, perizinan, dan lain-lain. Jadilah biaya produksi berbiaya tinggi yang menjadikan harga produk menjadi mahal

Mekanisme pelaksanaan jaminan halal berupa sertifikasi ini memang cenderung rumit. Seolah-olah produk yang tidak bersertifikat adalah produk haram. Padahal, bisa jadi ia produk halal, tetapi tidak punya sertifikat.

Selain itu, pengujian produk juga tergolong rumit karena satu produk bisa memiliki banyak varian yang masing-masing harus diuji. Oleh karenanya, mekanisme sederhana oleh negara adalah dengan memastikan semua produk yang beredar adalah yang halal saja. Sebaliknya, produk haram karena mengandung zat haram akan diberi label haram dan diedarkan khusus di kalangan nonmuslim.

Dalam sistem Islam, negara akan menugaskan para kadi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para kadi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase. Ini untuk memastikan bahwa hanya produk halal dan aman yang beredar di tengah masyarakat.

Dengan jaminan seperti ini, rakyat akan merasa aman dalam mengonsumsi produk. Mereka tidak perlu repot harus mengecek dahulu keberadaan sertifikat halal untuk varian produk yang hendak dikonsumsi. Produsennya pun adalah orang-orang yang bertakwa sehingga akan memproduksi produk halal karena merupakan kewajiban dari Rabb-nya.

Dengan mekanisme label haram, produsen tidak terbebani waktu dan biaya untuk mengurus administrasi yang rumit. Produksi berbiaya tinggi akan terhindarkan. Pelaku usaha tenang, rakyat sebagai konsumen juga tidak khawatir. Ketenangan ini terwujud karena negara yang bertanggung jawab penuh terhadap tugas penjaminan kehalalan ini.

Dengan penerapan aturan Islam secara Kaffah akan mewujudkan kedamaian, ketentraman dalam kehidupan, dan itu sebagai bentuk tanggung jawab seorang khalifah dalam meriayyah umatnya di bawah naungan Daulah Islamiyah.

Wallahu 'alam bissowab.

Posting Komentar

0 Komentar