
Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat ke 275 Allah ﷻ menyebutkan bahwa ada orang-orang yang menyamakan transaksi ribawi dengan jual beli “ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ” (mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba). Masih di ayat yang sama Allah ﷻ meluruskan bahwa pernyataan tersebut tidak benar “وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا” (padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba).
Lalu bagaimana cara membedakan transaksi jual beli yang sesuai syariat dengan transaksi ribawi? Apa kriteria untuk menyebut sebuah transaksi terdapat riba? Cara sederhana dalam membedakan sebuah transaksi riba ataukah tidak dilihat dari kesepakatan awalnya (akad), disinilah kita dapat menilai bahwa transaksi tersebut bersih dari riba ataukah tidak.
Akad sendiri berasal dari kata al-‘aqd yang berarti ikatan, mengikat (al-rabth) yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu, jika kita sederhanakan makna dari akad adalah sebuah kesepakatan yang mengikat.
Contoh transaksi riba dan transaksi yang sesuai syariat adalah sebagai berikut:
- Saya memiliki laptop dengan harga 10 juta rupiah dan ingin menjualnya dengan bunga 1% per bulan untuk jangka waktu pembayaran 1 tahun sebagai keuntungannya. Jenis transaksi ini termasuk kedalam transaksi riba.
- Saya ingin menjual laptop saya yang berharga 10 juta secara kredit dengan jangka waktu setahun dengan harga 11,2 juta rupiah. Transaksi ini termasuk transaksi yang sesuai syariat.
Lalu apa bedanya? Padahal jika dihitung dari kedua transaksi tersebut sama-sama memiliki keuntungan 1,2 juta rupiah. Berikut ini adalah penjelasan kenapa kedua transaksi tersebut berbeda.
Transaksi pertama terkategori riba karena tidak adanya kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga. Misal dalam contoh diatas, bunga 1% per bulan. Jadi ketika cicilnya disiplin memang untungnya adalah 1,2 juta rupiah. Tapi coba saja jika terjadi keterlambatan pembayaran, misal pelunasannya baru dapat dilakukan selama 15 bulan, maka bunganya menjadi 15% yang menambah keuntungan menjadi 1,5 juta rupiah. Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang, semakin besar keuntungan yang didapat.
Bahkan tidak jarang berbagai lembaga leasing memberikan ketentuan tambahan seperti denda dan biaya administrasi yang menyebabkan keuntungan riba semakin banyak. Belum lagi ada juga yang menerapkan bunga yang tidak terbayar terakumulasi dan bunga ini akhirnya juga berbunga lagi. Dari transaksi riba tersebut si penjual akan dijamin untung dan kerugian akan sepenuhnya ditanggung si pembeli, padahal dalam bisnis si penjual harus mampu menanggung untung dan rugi.
Transaksi kedua adalah transaksi yang sesuai syariat, karena dalam transaksi tersebut akadnya telah jelas dan memiliki harga yang pasti. Misal pada contoh transaksi ke dua sudah disepakati harganya 11,2 juta rupiah untuk diangsur selama 12 bulan.
Misal ternyata si pembeli baru mampu melunasi utangnya pada bulan ke-15, maka harga yang dibayarkan juga masih tetap 11,2 juta rupiah tidak boleh ditambah. Apalagi menggunakan istilah biaya administrasi dan denda, hal inilah yang membuatnya haram.
Dalam Islam, penjual dan pembeli memiliki kedudukan yang sama, di mana kedua belah pihak sama-sama memiliki resiko keuntungan dan kerugian, berbeda dengan pandangan kapitalisme yang menempatkan pembeli di posisi lemah dan menjadi bahan eksploitasi.
Riba adalah persoalan serius dalam Islam, bahkan Allah ﷻ dan Rasul-Nya secara khusus mengancam akan memerangi pelaku riba jika mereka tidak bertaubat, sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. (QS. Al-Baqarah: 278)
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS. Al-Baqarah: 279)
Semoga kita semua tergolong ummat-Nya yang beriman dan terhindar dari orang yang diperangi Allah ﷻ dan Rasul-Nya. Jika akibat kebodohan diri membuat kita terjebak kedalam riba segeralah bertaubat dan meninggalkannya.
Walahuallam.
0 Komentar