
Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Tinta sejarah mencatat tanggal 3 Maret 1924 adalah tanggal dihapuskannya Khilafah Islamiyah, sebuah institusi negara yang menerapkan Islam secara total dan digantikan dengan negara sekuler. Tahun demi tahun berganti dan kini pada perhitungan tahun masehi sudah genap 100 tahun dunia tanpa Khilafah.
Hilangnya Khilafah menjadi bencana terbesar kaum muslimin dalam sejarah, dimana pemersatu dan pelindung umat Islam dunia menghilang. Kejadian ini menyebabkan kepanikan global umat pada awal runtuhnya, dan muslimin setiap belahan dunia berusaha untuk kembali mendirikan Khilafah namun gagal, para musuh Islam telah matang mengeksekusi rencana penghapusan Khilafah sejak lama dan menanamkan ragam penyusup di tubuh dan pemikiran kaum muslimin untuk mencegah kembalinya Khilafah.
Sejak saat itu penderitaan kaum muslim seolah tidak pernah habis di seluruh dunia, mulai dari genosida penduduk Palestina oleh penjajah Israel, genosida Muslim Rohingya oleh militer Myanmar, genosida bertahap dan doktrinisasi etnis Uighur di Xinjiang oleh pemerintah China, penyerangan sekala besar kelompok Hindu radikal kepada kaum muslim di India, penembakan di masjid wilayah Christchurch-Selandia Baru yang menewaskan 50 orang dan 20 lainnya luka-luka, diskriminasi minoritas muslim di hampir seluruh eropa, larangan penggunaan jilbab maupun busana muslim jenis abaya di sekolah negeri Prancis dan masih banyak lagi.
Hilangnya Khilafah membuat umat Islam lemah dan terpecah belah sehingga dapat dengan mudah di adu domba oleh para musuh-musuh Islam seperti yang terjadi di timur tengah dan negeri mayoritas muslim lainnya. Selain itu, persatuan yang menjadi sumber kekuatan kaum muslim dipecah dengan sekat nasionalisme, kemudian dikecilkan lagi dengan berbagai kelompok dan golongan sehingga komunitas muslimin tidak bisa menyatu.
Pemahaman akan ilmu agama semakin terasing dalam benak kaum muslimin akibat pemikiran sekuler yang sengaja di tanam barat di tengah-tengah umat Islam, menjadikan muslim hanya membatasi persoalan agama sebatas ibadah individu saja dan memunculkan istilah 'kalau bahas agama di masjid saja' atau 'jangan bawa-bawa agama'.
Kapitalisme juga telah menjadi dasar perekonomian dunia sehingga pandangan hidup umat Islam juga berubah. Segala cara di lakukan untuk mendapatkan materi, tidak peduli lagi halal ataukah haram semua dijalani 'demi sesuap nasi' katanya. Kerusakan alam sudah menjadi hal biasa mewarnai kehidupan sosial selama mengahasilkan keuntungan 'lu punya uang lu berkuasa' imbuhnya.
Bagai ikan yang hidup di daratan, itulah yang terjadi pada kaum muslimin saat ini, dimana hidup terasa sempit tanpa arah dan tujuan akhirat sedang dunia selalu kurang dirasa. Bagi muslim yang taat seperti memegang bara api, sangat sakit menyiksa ketika berpegang teguh pada agama, namun jika di lepaskan akan sengsara di akhirat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenyataan pahit ini sejatinya akan berlalu dan Islam akan kembali berjaya mewarnai kehidupan seperti dahulu kala, sebagai mana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ ا للهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ اَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَّرِيًّا ، فَتَكُوْنَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ
“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diam.” (HR Ahmad; Shahih).
Bagai suratan takdir, tegaknya Khilafah adalah sebuah kepastian yang akan terjadi dan menjadi penutup panggung kehidupan dunia yang fana ini. Yang belum pasti adalah dimanakah peran kita pada panggung dunia ini? Menjadi pejuang? Menjadi penonton? Atau justru menjadi musuh dalam perjuangan ini?
وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Sesungguhnya siapa saja yang hidup di antara kalian sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafa Ar-Rasyidin sepeninggalku, gigitlah dengan geraham.” (At-Tirmidzi; Shahih)
Wallahualam bishawab.
0 Komentar