
Oleh: Darul Al-Fatih
Penulis Lepas
Ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari sikap para sahabat Rasulullah ﷺ ketika mendengar kabar tentang penaklukan Konstantinopel dari lisan baginda Nabi. Alih-alih berdiam diri dan hanya berharap kemenangan itu akan datang, para sahabat menunjukkan semangat dan tekad luar biasa untuk mewujudkan nubuwah tersebut. Mereka tidak hanya duduk dan menunggu, melainkan aktif berusaha, dengan segala daya upaya, hingga akhirnya penaklukan itu menjadi kenyataan.
Upaya penaklukan Konstantinopel dimulai sejak era Muawiyah bin Abu Sufyan. Salah satu sahabat yang ikut dalam ekspedisi awal adalah Abu Ayub Al-Anshari. Meskipun usianya sudah sangat tua, beliau tetap ikut serta dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah. Dalam pertempuran tersebut, Abu Ayub syahid, dan jasadnya dimakamkan di dekat tembok Konstantinopel, sebuah bukti dedikasi tanpa batas.
Muhammad Al-Fatih dan Keberhasilan Penaklukan
Penaklukan Konstantinopel yang akhirnya berhasil, dipimpin oleh seorang pemuda bernama Muhammad Al-Fatih. Pada 29 Mei 1453, setelah pengepungan selama 53 hari, Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan pasukan Islam. Namun, perjalanan menuju kemenangan itu tidak mudah dan penuh dengan rintangan, termasuk penentangan dari berbagai pihak.
Banyak yang menyarankan agar Muhammad Al-Fatih lebih fokus pada pengelolaan wilayah kekhilafahan yang sudah sangat luas, daripada membuka konfrontasi dengan Konstantinopel. Mereka khawatir jika ekspedisi tersebut gagal, dampaknya akan merugikan eksistensi Kekhilafahan Utsmaniyah. Namun, dengan keteguhan hati dan visi yang jelas, Al-Fatih tetap maju dan berkomitmen untuk mewujudkan nubuwah Rasulullah ﷺ.
Tantangan di Lapangan dan Inovasi Strategis
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Muhammad Al-Fatih adalah rantai besar yang dipasang di Teluk Tanduk Emas, yang menghalangi kapal-kapal pasukan muslim untuk mendekati benteng Konstantinopel. Pada saat itu, banyak yang mengira bahwa upaya ini akan gagal. Namun, Al-Fatih mengambil langkah inovatif dengan menyeberangkan kapal-kapalnya di atas bukit, melewati daratan. Strategi yang tidak terduga ini akhirnya berhasil membawa pasukannya mendekati benteng Konstantinopel dan menaklukkannya.
Langkah ini tidak ada dalam rencana awal. Ia adalah ide brilian yang muncul dari kebutuhan mendesak di medan pertempuran. Inovasi di lapangan ini membuktikan bahwa keberanian dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi sangat penting dalam mencapai kemenangan.
Pelajaran bagi Umat Saat Ini
Hari ini, kita dihadapkan pada tantangan yang berbeda, namun semangat dan tekad para sahabat dan Muhammad Al-Fatih harus tetap menjadi inspirasi. Untuk merealisasikan nubuwah tentang tegaknya kembali Khilafah, kita perlu memiliki keteguhan hati dan keberanian serupa. Tidak boleh ada rasa takut untuk menghadapi tantangan, baik itu berupa konfrontasi politik, pertarungan pemikiran, maupun perjuangan di lapangan.
Seperti Muhammad Al-Fatih yang tidak mundur saat menghadapi rantai Tanduk Emas, kita pun tidak boleh menghindar dari tantangan besar. Justru di tengah tantangan inilah peluang besar untuk kemenangan akan muncul. Di lapangan, kita akan menemukan banyak harapan dari umat yang menanti para pejuang dakwah untuk memimpin mereka menuju kebangkitan Islam dan tegaknya Daulah Khilafah.
Pentingnya Eksekusi dan Keberanian
Banyak teori dan strategi mungkin disiapkan, namun tanpa eksekusi, semuanya akan sia-sia. Kemenangan hanya bisa diraih oleh mereka yang berani bertindak, seperti Muhammad Al-Fatih. Kita tidak boleh menunggu 100 tahun lagi untuk melihat tegaknya Khilafah, karena umat ini sudah menanti terlalu lama.
Maka, marilah kita tingkatkan keberanian, terus bergerak di medan perjuangan, dan yakini bahwa kemenangan Islam adalah dekat. Semoga Allah ﷻ senantiasa memberikan pertolongan kepada para pejuang dakwah, seperti yang pernah Dia berikan kepada Muhammad Al-Fatih dan pasukannya. Allahu Akbar!
0 Komentar