
Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Kisah Abu Lahab memiliki pelajaran yang sangat dalam bagi umat Islam. Abu Lahab adalah seseorang yang paling gembira ketika Kanjeng Nabi Muhammad ﷺ lahir ke dunia. Bahkan, kegembiraannya sampai diekspresikan dengan memerdekakan budaknya sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran keponakan tercintanya. Namun, ironi besar terjadi ketika keponakannya itu menerima wahyu dan diangkat sebagai Rasul Allah. Dia, yang sebelumnya penuh cinta dan kasih, berubah menjadi musuh yang paling keras dalam memusuhi risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Kecintaan yang Terbatas pada Kelahiran Fisik
Abu Lahab adalah contoh orang yang merayakan kehadiran fisik Rasulullah ﷺ, tetapi ketika ajaran dan syariat Allah ﷻ mulai disampaikan oleh Nabi, ia menjadi yang terdepan dalam menolaknya. Kecintaan yang ia miliki hanyalah kecintaan yang bersifat lahiriah, terbatas pada kegembiraan sesaat atas kelahiran manusia agung tersebut. Namun, ia menolak kebenaran yang lebih dalam, yakni ajaran yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ.
Sejak Nabi Muhammad ﷺ menerima wahyu pertama, Abu Lahab tak henti-hentinya berusaha menghalangi penyebaran Islam. Penolakan dan permusuhan yang ia lakukan begitu kuat hingga Allah ﷻ menurunkan Surat Al-Lahab yang mengabadikan kebinasaan Abu Lahab dalam Al-Qur'an. Meskipun Abu Lahab masih hidup ketika surat itu diturunkan, nasib akhir hidupnya sudah ditetapkan, tempatnya di neraka sebagai balasan atas permusuhannya terhadap syariat Allah ﷻ.
Pelajaran dari Abu Lahab: Jangan Hanya Mencintai Kelahiran Nabi, Tapi Juga Syariatnya
Kisah Abu Lahab mengingatkan kita akan pentingnya mencintai Rasulullah ﷺ secara utuh, tidak hanya pada kelahirannya tetapi juga pada seluruh risalah yang dibawanya. Di zaman sekarang, kita sering melihat fenomena yang mirip dengan mentalitas Abu Lahab. Banyak orang yang merayakan kelahiran Nabi Muhammad ﷺ melalui peringatan Maulid Nabi. Mereka bergembira, mengadakan acara-acara besar, namun ironisnya, ajaran syariat yang dibawa oleh Nabi sering kali diabaikan. Ini seperti memisahkan antara cinta pada sosok Nabi dengan ketaatan pada hukum Allah yang beliau bawa.
Beberapa contoh yang dapat kita refleksikan adalah sebagai berikut:
- Senang Merayakan Maulid Nabi, Tapi Mencampakkan Hukum Allah
Banyak yang senang merayakan Maulid Nabi dengan berbagai perayaan, tetapi ketika datang ajakan untuk menerapkan hukum Allah secara kaffah, mereka menolak. Hukum Allah dianggap tidak relevan atau tidak sesuai dengan zaman. Ini merupakan sikap yang serupa dengan mentalitas Abu Lahab 'menghargai kelahiran, tetapi menolak syariat'.
- Memuliakan Maulid Nabi, Namun Membenci Pejuang Islam
Beberapa orang dengan antusias mengikuti perayaan maulid Nabi, tetapi mereka juga tidak ragu untuk memusuhi pejuang-pejuang Islam yang berusaha menegakkan Islam secara kaffah. Pejuang yang berjuang untuk menegakkan syariat dianggap sebagai ancaman, meski syariat itu adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ.
- Merayakan Maulid Nabi, Tapi Benci Simbol-Simbol Islam
Fenomena lain adalah kecintaan terhadap peringatan Maulid Nabi, tetapi di saat yang sama menolak atau bahkan membenci simbol-simbol Islam seperti bendera tauhid. Ini merupakan kontradiksi besar, sebab bendera tauhid adalah lambang Islam yang murni, yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap Muslim.
Pentingnya Menyelaraskan Cinta pada Nabi dengan Syariatnya
Cinta kepada Rasulullah ﷺ harus tercermin dalam ketaatan kepada ajaran-ajaran yang beliau bawa. Tidak cukup hanya merayakan kelahirannya, atau mencintai sosoknya, tanpa mengamalkan syariat yang diajarkan. Hal utama yang diwariskan Rasul haruslah kita emban dengan menerapkan ajarannya secara menyeluruh, baik dalam aspek ibadah, hukum, maupun kehidupan sehari-hari.
Abu Lahab adalah cermin dari mereka yang terjebak dalam cinta yang semu, cinta yang hanya pada aspek lahiriah tanpa menerima kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ. Islam bukan hanya tentang perayaan dan ritual, tetapi juga tentang penerimaan total terhadap ajaran Rasul-Nya dan ketaatan penuh pada Allah ﷻ.
Penutup: Meneladani Cinta yang Sejati kepada Nabi Muhammad ﷺ
Kita harus berusaha agar tidak terjebak dalam mentalitas Abu Lahab yang mencintai sosok fisik tetapi menolak ajarannya. Semoga kita tidak hanya mencintai perayaan Maulid Nabi, tetapi juga bersungguh-sungguh dalam menerapkan hukum dan ajaran Allah ﷻ secara kaffah. Cinta kepada Rasulullah ﷺ harus terwujud dalam kepatuhan pada syariat-Nya, sehingga kita bisa selamat dari kesesatan seperti Abu Lahab dan mendapatkan syafaat dari Nabi di akhirat kelak.
Semoga Allah ﷻ melindungi kita dari sifat munafik, mencintai Rasulullah ﷺ dalam ucapan, tetapi menolak ajarannya dalam perbuatan.
0 Komentar