SYARIAT ISLAM SOLUSI ATASI KRISIS KEAMANAN JIWA DI INDONESIA


Oleh: Arslan Al-Fatih
Aktivis Dakwah

Indonesia tengah menghadapi krisis keamanan jiwa yang semakin serius. Berdasarkan data POLRI, lebih dari 3.000 orang tewas dibunuh dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Data e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri yang dirilis pada 13 Januari 2023 menunjukkan bahwa jumlah korban pembunuhan dari 2019 hingga 2022 mencapai 3.335 orang, mayoritas korban adalah laki-laki. Motif pembunuhan beragam, mulai dari perampokan hingga konflik dalam hubungan asmara.

Yang mengkhawatirkan, pelaku pembunuhan tidak hanya berasal dari masyarakat sipil, tetapi juga melibatkan oknum aparat keamanan yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. Beberapa kasus menghebohkan, seperti penembakan siswa SMK di Semarang dan pembunuhan ibu kandung oleh seorang oknum polisi di Bogor, mencerminkan buruknya pengawasan serta pelanggaran nilai kemanusiaan oleh oknum aparat. Setiap tahun, tercatat sekitar 600 kasus penembakan oleh aparat, namun 80% di antaranya tidak jelas kelanjutannya.

Fenomena ini mencerminkan kegagalan negara dalam menciptakan rasa aman, sekaligus menunjukkan betapa rusaknya nilai-nilai sosial sehingga banyak konflik diselesaikan dengan kekerasan.


Islam Menjaga Kehormatan Jiwa Manusia

Islam memandang pembunuhan sebagai dosa besar yang diancam dengan azab berat. Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ
"Janganlah kalian membunuh jiwa manusia yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh), kecuali dengan alasan yang benar." (QS. Al-Isra’ [17]: 33).

Islam memberikan penghormatan tinggi terhadap nyawa manusia. Membunuh satu jiwa tanpa alasan yang dibenarkan syariah sama dengan membunuh seluruh umat manusia, seperti keterangan dalam Al-Qur'an surat al-Maidah ayat ke 32. Rasulullah ﷺ juga menegaskan bahwa hilangnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibanding terbunuhnya seorang Muslim (HR an-Nasa’i).

Sebagai bentuk perlindungan, hukum Islam menetapkan sanksi tegas berupa qishâsh, yakni pembalasan setimpal bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. Allah ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ
"Telah diwajibkan atas kalian hukum qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh." (QS. Al-Baqarah [2]: 178).

Di turunkannya hukum ini oleh Allah ﷻ bertujuan memberikan efek jera dan menjaga keberlangsungan hidup masyarakat.


Kegagalan Sistem Sekuler Melindungi Masyarakat

Krisis keamanan jiwa di Indonesia menunjukkan kelemahan sistem sekuler dalam melindungi warganya. Dalam Islam, negara bertanggung jawab memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat. Rasulullah ﷺ bersabda:

الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Seorang pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya." (HR al-Bukhari).

Sejarah membuktikan, dalam naungan Khilafah, keamanan dan keadilan ditegakkan dengan berlandaskan syariah Islam. Bahkan non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Islam mendapatkan perlindungan melalui sistem zhimmah.


Urgensi Kembali kepada Syariah dan Khilafah

Krisis keamanan yang terus terjadi menjadi bukti bahwa hukum Islam tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga solutif. Penerapan syariah Islam secara kaffah melalui institusi Khilafah akan menciptakan rasa aman dan menegakkan keadilan. Sebagai solusi komprehensif, Khilafah bertanggung jawab penuh melindungi nyawa, kehormatan, dan hak-hak rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim.

Inilah urgensi bagi umat Islam untuk kembali kepada syariah dan sistem pemerintahan Islam yang telah terbukti membawa rahmat bagi seluruh alam.


Hikmah

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
Tidak halal (ditumpahkan) darah seorang Muslim kecuali karena salah satu dari tiga sebab:
  • Pezina yang telah menikah;
  • Jiwa (dibalas) dengan jiwa (qishâsh);
  • Orang yang meninggalkan agamanya (murtad) dan memisahkan diri dari jamaah. (HR al-Bukhari dan Muslim).

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Posting Komentar

0 Komentar