
Oleh: Tety Kurniawati
Penulis Lepas
Baru-baru ini viral di media sosial fenomena ‘Kabur Aja Dulu’. Banyak orang ramai-ramai menuliskan tagar #KaburAjaDulu dalam unggahannya terutama di platform X dan Instagram. Fenomena ini bermula ketika orang-orang Indonesia yang bekerja di luar negeri membagikan informasi tentang kehidupan, lowongan pekerjaan, dan pengalamannya di media sosial. Namun, baru-baru ini tagar tersebut digunakan dengan ungkapan rasa kekecewaan dan kecemasan generasi muda terhadap isu sosial hingga politik yang terjadi di Indonesia (beautynesia.id, 05-02-2025).
Makna di Balik Tagar
Jagat media sosial tengah ramai dengan gema frustasi masyarakat. Tagar #KaburAjaDulu seolah mengungkap skeptisme masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum di dalam negeri. Tagar ini sekaligus merupakan simbol protes terhadap kebijakan pemerintah yang berdampak buruk terhadap warga negara.
Cuitan tagar ini menunjukkan besarnya kekecewaan dan ketiadaan harapan generasi terhadap terpuruknya kondisi negeri. Seperti mahalnya harga berbagai komoditi, tingginya biaya pendidikan dan kesehatan, sulitnya mencari kerja, upah pekerja yang rendah, tingginya pajak, perubahan sistem pembelian gas LPG 3 kg, kasus pagar laut yang hingga kini belum menemukan titik terang, hingga efisiensi anggaran yang tidak merata. Semua berkontribusi terhadap ketidakpastian yang dirasakan masyarakat, khususnya anak muda.
Situasi ini mendorong generasi muda berpandangan bahwa peluang berkembang di dalam negeri semakin sempit. Hingga mereka memilih untuk mencari kesempatan di luar negeri yang lebih menjanjikan. Baik dari sisi kesempatan mengembangkan potensi diri, insentif yang lebih memadai, maupun layanan publik dan kualitas hidup yang lebih terjamin. Hal ini mau tidak mau, menyebabkan fenomena brain drain niscaya terjadi.
Jika fenomena ini terus terjadi secara berkelanjutan. Maka kerugian yang dialami negara asal sangatlah besar. Mulai dari hilangnya talenta muda di sektor-sektor stragis seperti pendidikan, Kesehatan dan tekhnologi. Menurunnya kemampuan inovasi dan kemajuan ekonomi nasional. Termasuk memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang. Hingga Indonesia kian tertinggal dalam persaingan global.
Buah Pahit Kapitalisme
Tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena brain drain menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi. Menguatnya liberalisasi ekonomi yang ditandai dengan kebebasan kepemilikan sebagai buah pahit penerapan sistem kapitalisme, membawa dampak signifikan yaitu makin lebarnya kesenjangan antara negara maju dan dan berkembang. Ketidakadilan terkait akses sumber daya dan kesempatan pun jadi keniscayaan.
Hal yang menjadi bukti akan kegagalan politik ekonomi dalam negeri untuk menghadirkan kesejahteraan. Kesenjangan ekonomi begitu vulgar dipertontonkan. Tak hanya di dalam negeri, namun juga di tingkat dunia. Jika di dalam negeri lazim ditemui si kaya makin kaya, si miskin makin miskin. Maka dalam persaingan global, negara maju kian terdepan. Sementara negara berkembang memungkinkan untuk kian tertinggal. Kesejahteraan komunal sulit terwujudkan. Sebab sumber daya dan kesempatan hanya senantiasa berputar disekitar para kapital. Alhasil, keberadaan talenta muda negara berkembang yang ingin mengadu nasib di negara maju tak terhindarkan.
Solusi Islam
Negara dalam Islam diposisikan sebagai raa'in (pengurus) urusan rakyat. Negara wajib menghindarkan rakyat dari kemiskinan dan menjamin hadirnya kesejahteraan. Segala kebutuhan esensial rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan menjadi tanggungjawab negara yang harus terpenuhi atasnya. Bagi seluruh rakyat, individu per individu. Sebagai konsekuensi atas realisasi ekonomi Islam yang terpadu.
Syekh Abdurrahman Al-Maliki rahimakumullah menyatakan dalam kitab As-Siyasatu Al-Iqtishadiyatu Al-Mutsala (Politik Ekonomi Islam) halaman 167 bahwa negara harus menjamin semua kebutuhan primer (asasi) setiap individu rakyat satu per satu secara menyeluruh dan menjamin tiap-tiap individu memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya menurut kadar kemampuannya.
Guna mewujudkan jaminan pemenuhan kebutuhan esensial ini, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki yang berkewajiban menafkahi keluarganya. Negara juga akan mengelola sumberdaya alam milik umum seperti tambang, laut, hutan, sungai, danau, gunung dan sebagainya) sesuai ketentuan syariat. Hal ini akan berkontribusi pada jaminan ketersediaan lapangan kerja yang luas.
Selain itu, strategi pendidikan Islam mampu menyiapkan sumber daya manusia yang beriman, terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta siap membangun negara. Sebaliknya negara siap menjamin kehidupan berkualitas mereka sebagai warga negara. Tegaknya Khilafah akan menjadikan Rahmat bagi seluruh alam. Terwujudnya dunia yang adil, makmur dan sejahtera pun niscaya. Wallahu a'lam bishawwab.
0 Komentar