
Oleh: Harli
Sahabat Gudang Opini
Pengantar: Pangkal Buruknya Kehidupan
Sejak Khilafah dilenyapkan pada awal abad ke-20 (1924 M), semua gambaran agung kehidupan umat Islam di dunia turut lenyap. Berganti dengan kehidupan dunia yang penuh dengan konflik kepentingan antar kelompok, sarat dengan kesengsaraan ekonomi, kerusakan moral, kesewenangan pemimpin serta penghinaan terhadap syariah Islam dan umatnya, dan berbagai dampak buruk turunan lainnya. Itu terjadi karena Syariah Islam dicampakkan hingga mempengaruhi keterikatan individu, masyarakat dan juga pemimpinnya terhadap Islam.
Dan aturan pengganti di tengah kehidupan umat yang ada hingga hari ini bersumber dari ideologi kapitalisme, buatan manusia, yang jauh dari sifat adil dan kasih sayang. Asasnya adalah manfaat kepentingan individu semata. Setiap orang diberi kebebasan untuk mewujudkan kepentingannya. Tidak ada kepastian hukum. Tidak ada benar-salah yang tetap. Standarnya kebebasan.
Itulah pangkal keburukan yang menyebabkan kehidupan ideal yang diidam-idamkan manusia itu tidak terwujud hingga akhir ini.
Hal lain yang menambah kerumitan dalam mewujudkan kehidupan Islam ini adalah pemberdayaan para ‘ulama’ oleh musuh Islam dalam memanfaatkan ketidaktahuan umat terhadap gambaran Islam sebenarnya.
Musuh-musuh Islam dengan sungguh-sungguh menjauhkan umat dengan mendistorsi pemahaman, hukum-hukum Islam dan realiasasi penerapannya.
Jadi, masalah mendasar dari buruknya kehidupan umat manusia hari ini, juga penghinaan bertubi-tubi terhadap syariah Islam, adalah dampak dari syariah Islam yang tidak digunakan dalam pengaturan kehidupan karena ketiadaan Khilafah sebagai institusi yang melaksanakannya. Karena itu, tentu solusinya tiada lain adalah tegaknya kembali Khilafah yang akan menerapkan kembali syariah Islam secara Kâffah. Dan terwujudnya kembali Khilafah ini jelas menjadi kewajiban umat Islam hingga benar-benar terealisasi dengan izin Allah ﷻ.
Alasan untuk Berkonstribusi
Kewajiban penerapan Syariah atau Islam Kaffah dengan tegaknya Khilafah (sebagai pelaksana) diserukan oleh Allah ﷻ secara umum terhadap orang-orang yang beriman (laki dan perempuan).
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah: 208.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kalian turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian”.
Nah, maka dari itu, agar bisa merealiasikan kewajiban ini, dan berlepas dari sanksi akhirat, hendaknya kita juga harus memahami:
Pertama, tegaknya Syariah dan Khilafah adalah mahkota kewajiban. Khilafah akan menyempurnakan seluruh penunaian kewajiban yang Allah tetapkan. Khilafah adalah penghilang segala kemungkaran. Khilafah akan menjaga umat dari segala penyimpangan perilaku dan kejahatan lainnya.
Berkaitan hal ini, Ustadz Abu Zaid dari Tabayyun Center dalam tulisannya yang berjudul “Dosa Paling Besar” dalam rubrik opini tokoh, di tintamedia.web.id (terbit 20/7/2022), menjelaskan bahwa Allah ﷻ dan Rasul-Nya telah memberitahukan beberapa dosa besar.
Satu dosa besar ungkapnya, lebih berat dari yang lain. Dosa besar adalah dosa yang dicela, dikecam atau diancam siksa atau dilaknat Allah dan Rasul-Nya. Diantaranya adalah syirik, makan riba, berzina, minum khamr, berjudi, membunuh, meninggalkan sholat, meninggalkan puasa ramadhan, tidak membayar zakat, dll. Bahkan ada yang tak terampunkan jika mati membawa dosa itu yakni sebesar-besarnya dosa besar adalah syirik.
Menurutnya, dosa itu terjadi karena melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib. Seperti beberapa contoh di atas. Namun ada dosa yang lebih besar lagi daripada semua dosa-dosa besar yang sudah disebut di atas. Dosa apa itu?
“Jika dosa syirik dosa besar tak terampunkan. Dosa riba seperti berzina dengan ibu kandungnya. Dosa minum khamr, dosa membunuh, dosa tak sholat, dosa tak puasa dll merupakan dosa-dosa besar. Apakah masih ada dosa yang lebih besar dari itu semua? Ya ada. Yakni ‘EMBAHNYA’ dosa besar yang menjadi sebab semua dosa besar itu begitu mudah dan bebas dilakukan. Yaitu dosa yang membolehkan semua dosa besar itu dilakukan. Yakni, dosa karena tidak menegakkan Khilafah,” ungkapnya.
Pasalnya, terang Abu Zaid, Khilafah disebut oleh para ulama sebagai ‘ahammul wajibat’ yakni kewajiban paling penting. Mengapa? Karena hanya dengan Khilafah akan bisa diterapkan Syariat Islam kaffah. Sehingga bisa dilaksanakan Syariat Islam yang lain. Yakni akan dilaksanakan seluruh kewajiban dan dilarang seluruh keharaman. Ia mengingatkan, Khilafah juga merupakan kunci eksistensi Islam wal Muslimin (kemuliaan Islam dan umatnya). Jika tak ada Khilafah maka eksistensi riil Islam wal Muslimin akan lenyap seperti fakta saat ini.
“Maka dosa besar tidak menegakkan Khilafah itu, jauh lebih besar daripada semua dosa besar itu. Karena ketiadaan khilafah menjadi sebab terjadinya dosa dosa besar itu dengan bebas seperti saat ini. Begitulah penjelasan Al ‘Allamah Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani Rahimahullah dalam Kitab Syakhshiyah Islamiyah juz 2,” sebut Abu Zaid.
Kedua, berpikir tentang perubahan umat dan bangsa atau disebut dengan pemikiran politik adalah jenis pemikiran tertinggi di antara pemikiran lainnya. Ini karena pemikiran politik tidak memikirkan perubahan individu saja, tetapi berpikir untuk kebaikan orang lain dan dalam skala yang lebih luas. Pelakunya adalah orang yang memiliki taraf berpikir yang tinggi, bijaksana dan tidak egois.
Ketiga, aktivitas dakwah adalah aktivitas terbaik di antara aktivitas lainnya. Allah ﷻ berfirman:
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata, 'Sungguh aku termasuk orang-orang yang berserah diri?' ” (QS Fushshilat [41]: 33).
Imam al-Hasan al-Bashri mengatakan bahwa orang yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kekasih Allah. Dia adalah penolong (agama) Allah, orang pilihan-Nya, orang yang Dia utamakan, orang yang paling Dia sukai di antara penduduk bumi. Dia memenuhi seruan Allah ﷻ dan menyeru manusia untuk memenuhi seruan-Nya. Ia beramal shalih sebagai pengamalan seruan-Nya. Lalu ia berkata, “Aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Ini menjadikan dia sebagai Khalifah Allah. (Tafsîr Ibnu Katsîr).
Keempat, Allah ﷻ mewajibkan adanya kelompok yang menyerukan Islam dan melakukan dakwah amar makruf nahi mungkar. Allah ﷻ berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya; “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan, melakukan amar makruf nahi mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung,” (QS Ali Imran [3]: 104). Perintah ini sekaligus menunjukkan kewajiban untuk berjuang bersama dengan ummat[an] (kelompok) dakwah yang menyeru penegakan Khilafah.
Kelima, harus terwujud gerakan kesadaran pada umat, siapapun dan dimana pun, tentang Islam sebagai ideologi yang memuat aturan bagi individu, masyarakat dan negara di semua aspek. Penyadaran tentang orang-orang kafir yang begitu keras permusuhannya terhadap Islam.
Merekalah aktor ideologis di balik upaya pencitraburukan Khilafah dan tudingan-tudingan buruk terhadap syariah Islam. Mereka juga yang mendikte para penguasa negeri Muslim untuk menjalankan agendanya dalam rangka kelanjutan penjajahannya atas dunia, yaitu melanggengkan Kapitalisme dan mencegah kebangkitan Islam ideologi.
Tidak mungkin umat lepas dari keburukan jika tidak melepaskan diri dari cengkeraman rezim antek musuh. Juga kesadaran akan adanya kelompok dakwah yang akan menyelamatkan mereka. Kelompok yang ikhlas bekerja demi tegaknya syariah Allah. Merekalah orang-orang yang akan ditolong Allah dalam kehidupan dunia dan akhirat.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ
Artinya: “Hai orang-orang mukmin (yang beriman), jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu,” (QS Muhammad [47]: 7).
Keenam, kesadaran tersebut terbentuk karena interaksi intensif pengemban dakwah dengan umat.
Memahamkan mereka tentang Akidah Islam, Syariah Islam, kewajiban dakwah, Khilafah dan Jihad. Tanpa interaksi intensif sulit terbentuk kesadaran terhadap pentingnya Syariah dan kewajiban penegakan Khilafah.
Ketujuh, harus ada kegiatan politik langsung berupa kritik dan nasihat kepada penguasa Muslim, karena mereka sumber persoalan dan penderitaan rakyat.
Hal ini meniscayakan risiko berupa sikap perlawanan terhadap dakwah. Karena itu sikap sabar, kuat dan istiqamah diperlukan dalam menjalankan-nya.
Kedelapan, diperlukan bekal yang cukup berupa pemahaman Islam terkait ide dan metode penerapan Syariah. Karena itu setiap pengemban dakwah harus istiqamah dalam membina dirinya dengan pengetahuan, pemahaman dan hukum-hukum Islam. Sabar dalam belajar, memahami, menjalankan dan saat menyampaikannya pada umat.
Sebab tarik-menarik tuntutan kehidupan dunia dan tanggung jawab membina umat dengan pengorbanan waktu, tenaga dan harta begitu kuat.
Wajib dipahami bahwa tidak ada satupun kewajiban yang Allah tetapkan bagi hamba-Nya yang tidak mungkin bisa dilaksanakan. Dakwah politik menuju perubahan hakiki ini bisa dilakukan oleh siapapun yang menyadari kepentingannya, target yang hendak dia capai dan komitmen kuat yang dia miliki. Awal dan akhir urusan dakwah kita pasrahkan pada Allah ﷻ.
Tujuan kita hanya satu: meninggikan Islam setelah musuh-musuh Allah menghinakannya. Mengembalikan kemulian umat dan kesejahteraan hidup umat manusia.
Allah ﷻ mengingatkan:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
Bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari seraya mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu telah melewati batas (QS al-Kahfi [18]: 28).
Tak Boleh Berhenti
Dakwah adalah perintah Allah ﷻ, bukan titah manusia. Dakwah merupakan kewajiban syar’i. Aktivitas dakwah adalah aktivitas yang mulia di hadapan Allah ﷻ. Para Nabi dan Rasul pun telah menjadikan dakwah sebagai aktivitas utama mereka. Kita pun sebagai umat Rasulullah Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan Allah untuk meneladaninya. Maka itu, dakwah seharusnya menjadi aktivitas utama.
Dakwah itu ibarat darah dalam tubuh manusia. Dia harus terus mengalir dan berjalan, tidak boleh berhenti, walau sesaat. Mengalirnya darah menjadi ciri kehidupan. Berhentinya aliran darah pertanda kematian. Begitupun dengan dakwah. Dia tidak boleh berhenti walau sebentar. Dengan dakwah manusia mengenal Rabb-nya. Dengan dakwah manusia mengetahui dan menjalankan syariat-Nya. Dengan dakwah manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, mana yang hak dan batil, mana yang terpuji dan tercela. Dengan dakwah manusia yang tersesat bisa kembali ke jalan Allah. Dengan dakwah, masyarakat yang jahiliah bisa berubah menjadi masyarakat Islam, yakni masyarakat yang menerapkan syariah Islam secara kâffah sehingga membawa kebaikan dan kemaslahatan di dunia dan beroleh pahala serta kebahagiaan hakiki di akhirat kelak.
Dakwah yang haq pasti mengalami penentangan dan permusuhan. Semua nabi dan orang-orang shalih terdahulu mengalami itu. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ tidak luput dari penentangan dan permusuhan.
Pertanyaannya, bagaimana sikap mereka menghadapi berbagai penentangan, permusuhan, penyiksaan hingga ancaman pembunuhan? Apakah Nabi yang mulia mundur dari medan dakwah? Apakah Rasulullah ﷺ berhenti mendakwahkan Islam. Jawabannya demi Allah, Tidak! Seandainya Rasulullah mundur dari medan dakwah (dan ini mustahil terjadi) maka ajaran Islam tidak mungkin dianut miliaran umat manusia.
Seandainya Nabi Muhammad ﷺ berhenti mendakwahkan Islam (ini pun mustahil dilakukan), maka cahaya iman tidak mungkin tersebar luas ke seantero penjuru dunia.
Begitupun halnya dengan kita saat ini. Jika kita benar-benar menapaki jalan Rasulullah ﷺ dalam berdakwah, maka apa yang beliau alami, pasti akan pula kita jumpai. Berbagai tantangan, ancaman hingga permusuhan terhadap dakwah yang dialami Rasulullah ﷺ pasti akan kita rasakan. Dalam hal kondisi dakwah Islam diperlakukan seperti itu, maka justru kita harus bergembira, karena itu sunnatullah. Berarti kita telah menapaki jalan yang benar, jalan yang lurus, jalannya para nabi dan Rasul.
Justru kita mesti khawatir jika jalan dakwah bertabur bunga, riuh dengan pujian dan tepukan tangan, disambut dengan karpet merah di pintu-pintu istana. Jika begitu, kemungkinan besar kita sudah salah jalan.
Sikap Pengemban Dakwah
Lalu, bagaimana sifat yang harus dimiliki para pengemban dakwah? Paling tidak, ada tiga sifat utama yang wajib dimiliki pengemban dakwah, yakni ikhlas, sabar dan istiqamah.
Pertama: Ikhlas. Sifat ini sangat penting dimiliki pengemban dakwah adalah ikhlas. Ikhlas artinya melaksanakan amal shalih hanya karena Allah, bukan karena apapun selain Allah. Keikhlasan menjadi syarat utama amal shalih seseorang diterima. Sebaliknya, ketidakikhlasan menyebabkan amal tertolak, sebanyak apapun amal yang dilakukan.
Pengemban dakwah yang ikhlas akan memiliki motivasi tanpa batas dalam berdakwah. Ia akan berjuang siang-malam. Ia akan mengerahkan segenap kemampuan dalam menyampaikan risalah Islam.
Pengemban dakwah yang ikhlas juga tidak akan mudah terkecoh oleh iming-iming dunia. Ia tidak mudah dibeli dengan harta sebanyak apapun. Sebabnya, motivasinya berdakwah bukan untuk mendapatkan keuntungan dunia. Pengemban dakwah yang ikhlas juga akan dengan mudah menerima apapun keputusan jamaah dakwah, sehebat apapun dia. Ini sebagaimana Khalid bin Walid yang dengan ikhlas menerima keputusan turun pangkat jadi prajurit biasa di bawah komando Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Padahal kemampuan Khalid dalam berperang sungguh tidak diragukan.
Kedua: Sabar. Sabar inilah benteng yang kokoh, yang akan menjadikan seorang pengemban dakwah tetap ada terus-menerus di jalan yang benar dan lurus.
Aktivitas dakwah bukan aktivitas sesaat yang hanya dilakukan satu atau dua kali saja, melainkan terus-menerus. Sampai kapan? Hingga kematian menjelang. Di dalam perjalanan dakwah pasti akan kita temukan berbagai problem. Ada permasalahan yang muncul dari diri kita, seperti futur atau melemah semangat hingga mundur dari medan dakwah. Ada permasalahan yang muncul antarsesama pengemban dakwah. Ada juga permasalahan yang datang dari luar diri dan jamaah, seperti perlakuan buruk dari penguasa yang menentang dan memusuhi dakwah. Dalam kondisi seperti itu, sifat sabar akan menguatkan pengemban dakwah sehingga tidak mudah mundur dari medan dakwah.
Sabar akan menjadikan pengemban dakwah tidak pernah takut terhadap ancaman apapun juga tidak membuat dia bersedih dengan cobaan apapun.
Ketiga: Istiqamah. Istiqamah merupakan sifat yang mutlak dimiliki pengemban dakwah. Ibnu Rajab Al-Hanbali mengemukakan bahwa istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus, tanpa belok ke kiri dan ke kanan. Tercakup di dalamnya ketaatan yang tampak maupun yang tidak tampak, serta meninggalkan berbagai larangan. Pengemban dakwah yang istiqamah akan senantiasa konsisten menekuni jalan dakwah, apapun risiko dan konsekuensi yang dia hadapi.
Pengemban dakwah yang istiqamah tidak akan mudah terbelokkan dengan metode dakwah yang tidak dicontohkan Rasulullah, Muhammad ﷺ.
Meyakini Datangnya Kemenangan
Sebagaimana halnya berbagai pertentangan dan permusuhan terhadap dakwah merupakan sunnatullah, Allah pun menyiapkan kemenangan dakwah sebagaimana Dia memenangkan dakwah para nabi dan rasul yang mulia.
Pengemban dakwah harus meyakini bahwa Allah ﷻ pasti memenangkan dakwah ini. Berbagai kezaliman dan pelakunya selalu tumbang dan dikalahkan oleh dakwah. Rezim Namrudz tumbang, sementara dakwah Ibrahim terus berjalan. Rezim Fira’un hancur binasa, sementara dakwah Musa terus melenggang. Rezim musyrik Quraisy habis tak bersisa, sementara dakwah Rasulullah ﷺ tetap eksis melampaui zaman.
Karena itu pilihan bagi kita hanya satu, tetap ada dalam barisan dakwah Islam Kaffah dan konsisten (istiqamah) memperjuangkannya. Alasannya, kalaupun kita keluar dan terlempar dari orbit dakwah tetap saja akan ada orang yang menggantikan. Dan bisa jadi, setelah terlempar akan menjadi orang yang merugi, baik di dalam kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat kelak, karena tidak mengambil peluang emas meraih pahala perjuangan Islam yang melimpah dari Allah ﷻ.
WalLaahu a’lam bish-shawaab
0 Komentar