
Oleh: Pipit Nisa
Penulis Lepas
Upaya penanganan stunting di seluruh daerah Jawa Tengah kini menjadi perhatian serius pemerintah. Permasalahan stunting saat ini dinilai DPRD Jawa Tengah sebagai permasalahan yang merata dialami, serta merupakan persoalan yang perlu penanganan dan membutuhkan perhatian khusus. Ketua Komisi C Bambang Hariyanto, mengatakan, bahwa masalah stunting dapat diatasi dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan mendapatkan dukungan masyarakat. (rmoljawatengah.id, 6/2/2025)
Nilai prevalensi stunting Provinsi Jawa Tengah berdasarkan data SSGI & SKI mengalami penurunan dari tahun 2019 dengan prevalensi 27,7%, di tahun 2021 menjadi 20,9%, tahun 2022 sebanyak 20,8%, dan di tahun 2023 menjadi 20,7%. Nilai tersebut berarti bahwa prevalensi stunting di Jawa Tengah masih di bawah prevalensi stunting nasional tahun 2023 yakni sebesar 21,5%. Namun nilai penurunannya belum signifikan dan belum sesuai dengan target, yaitu 3,4% per tahun. Kemudian target berikutnya sampai dengan tahun 2024 nilai prevalensi stunting diharapkan turun menjadi 14%. Adapun upaya penurunan stunting dengan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota. Terdapat 576 TPPS kecamatan, serta sebanyak 8.650 TPPS Desa/Kelurahan. (dp3akb.jatengprov.go.id, 5/11/2024)
Selain membentuk TPPS, berbagai strategi program yang dijalankan seperti “Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng” dan “Jo Kawin Bocah” untuk mencegah perkawinan usia anak, pendampingan keluarga risiko stunting, dan berbagai program lintas sektor lainnya. Atas berbagai upaya tersebut, pemerintah pusat memberikan penghargaan kepada Pemprov Jateng karena dinilai telah berhasil menurunkan angka stunting. Pemprov Jateng memperoleh penghargaan Insentif Fiskal Rp 6,45 Miliar, yang diberikan langsung oleh Wakil Presiden RI 2019-2024, Ma’ruf Amin selaku Ketua TPPS Nasional. Insentif yang diperoleh akan digunakan untuk menuntaskan penanganan stunting yang masih tersisa di Provinsi Jateng. (jatengprov.go.id, 5/9/2024)
Di samping itu, pemahaman terhadap masalah stunting terus disosialisasikan kepada masyarakat pada berbagai kesempatan. Anggota Komisi IX DPR RI, Sukamto, mengatakan bahwa masyarakat perlu diberikan pemahaman stunting bukanlah penyakit dan tidak menular, namun dapat menghambat tumbuh kembang anak. Sukamto menegaskan, pentingnya komitmen untuk menekan angka stunting, karena setiap keluarga pasti tidak menginginkan anaknya stunting. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sleman Wildan Solichin, menyampaikan bila tidak ditangani dengan serius, stunting bisa menghambat terwujudnya cita-cita membentuk generasi unggul demi meraih Indonesia Emas 2045. (radarjogja.jawapos.com, 5/2/2024)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, meminta masyarakat memahami stunting secara menyeluruh. Menurut Menkes, stunting seharusnya dicegah, bukan diobati. Untuk dapat mencegah stunting diperlukan kesadaran tingkat tinggi dari masyarakat tentang stunting dan bahayanya. Oleh karena itu, pemberian informasi yang komprehensif tentang stunting penting diberikan oleh petugas di lapangan. Prinsipnya, setiap orang tua perlu menjaga agar anaknya tetap sehat, jangan sampai sakit, dengan cara memenuhi kebutuhannya semaksimal mungkin. Untuk itu, diperlukan kepekaan masyarakat terhadap tanda-tanda stunting agar dapat diantisipasi sesegera mungkin. (stunting.go.id, 1/11/2023)
Generasi Stunting adalah Korban, Bukan Beban
Kualitas generasi merupakan tanggung jawab negara karena generasi adalah aset negara, bukan beban negara. Negara, patut dianggap gagal pada saat negara lemah tidak punya kemampuan membangun kualitas generasi yang unggul dan prima.
Prevalensi stunting tinggi adalah dampak kesalahan kebijakan negara mengadopsi sistem kapitalisme yang memproduksi kemiskinan, kelaparan, dan buruknya kesehatan generasi. Jadi, anak stunting adalah korban buruknya pengurusan negara terhadap rakyat. Negara telah menciptakan beban bagi dirinya sendiri dan negara telah merenggut kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak. Anak stunting ini merupakan korban kebijakan kapitalistik. Beban negara yang sesungguhnya adalah sistem kapitalisme yang memiliki sifat bawaan destruktif. (muslimahnews.net, 13/8/2023)
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme mengakibatkan hilangnya peran negara dalam menyetabilkan harga-harga di pasar. Semua diserahkan ke pasar, rakyat dibiarkan berjuang sendirian mencukupi kebutuhannya. Sekalipun ada bantuan sosial, itu hanya bersifat parsial tidak bisa menyentuh akar permasalahan yang mereka hadapi. (tintasiyasi.com, 3/2023)
Adapun tiga macam intervensi pemerintah dalam penanganan stunting, yakni intervensi spesifik, intervensi sensitif, dan intervensi dukungan yang melibatkan berbagai instansi dan lintas sektor. Penanganan ini perlu diapresiasi, namun juga memerlukan evaluasi, terutama pada intervensi sensitif yang berhubungan dengan penyebab stunting secara tidak langsung, yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan.
Sebagai contoh, penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, serta peningkatan akses pangan bergizi. Jika diperhatikan bentuk-bentuk intervensi sensitif ini tidak tepat dikategorikan bagian dari penanganan stunting. Persoalan penyediaan air minum dan sanitasi ini adalah hajat publik, infrastruktur untuk akses pangan juga hajat publik. Peningkatan kesadaran pengasuhan ini merupakan tentang pola pikir masyarakat, yaitu pendidikan yang semua orang membutuhkan. (muslimahnews.net, 13/8/2023)
Tanggung Jawab Negara Menjalankan Penanganan yang Tepat
Menyelesaikan stunting haruslah dilakukan secara fundamental dan menyeluruh. Stunting tidak akan selesai tuntas dengan menyelesaikan masalah cabang saja, semisal pemberian tambahan makanan, susu gratis, atau makan siang gratis. Pencegahan stunting dapat dilakukan melalui penyelesaian multidimensi.
Pertama, negara menyediakan infrastruktur kesehatan yang memadai bagi seluruh warga. Tidak boleh ada pembatasan akses layanan kesehatan bagi siapa pun. Orang kaya maupun miskin berhak terjamin akan kesehatannya, terutama ibu hamil dan balita. Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), akses dan layanan kesehatan diberikan secara gratis, baik dalam rangka pemeriksaan, rawat jalan, perawatan intensif, pemberian nutrisi tambahan, ataupun vaksinasi.
Kedua, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Jika setiap kepala keluarga mudah mencari nafkah atau pekerjaan, para ayah tidak akan merasa was-was mencukupi kebutuhan pokok keluarganya.
Tercukupinya nafkah memungkinkan bagi keluarga mendapat asupan gizi dan nutrisi yang cukup, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Mereka juga tidak akan kesulitan mengakses makanan bergizi yang harganya mahal seperti sayuran dan buah-buahan, karena negara bisa menetapkan kebijakan harga pangan yang murah.
Ketiga, negara memberikan edukasi terkait gizi pada masyarakat. Jika negara menjamin pemenuhan pendidikan untuk seluruh warga, masyarakat akan memiliki kepekaan literasi dan mampu mencerap edukasi yang diberikan. Peningkatan SDM melalui layanan pendidikan untuk seluruh lapisan masyarakat sangat penting bagi keberlangsungan dan masa depan sebuah bangsa.
Keempat, negara melakukan pengawasan dan pengontrolan berkala agar kebijakan negara seperti layanan kesehatan, akses pekerjaan, stabilitas harga pangan, hingga sistem pendidikan, serta penggunaan anggaran dapat berjalan secara amanah.
Permasalahan stunting ini bukan hanya menjadi beban keluarga, melainkan masalah sistemis yang merupakan tanggung jawab negara sebagai pelayan rakyat yang bertugas menjamin dan memenuhi kebutuhan rakyat secara optimal. Semua itu bisa terwujud dengan paradigma kepemimpinan dan sistem yang mengikuti aturan Maha Pencipta, yaitu Islam kaffah. Jika masih menggunakan paradigma kapitalisme, pencegahan stunting tidak akan berjalan efektif sebab fungsi negara dalam kacamata kapitalisme hanya sebagai regulator kebijakan, bukan pelayanan. Wallahu a’lam.
0 Komentar