SKANDAL SERTIFIKAT LAUT: KEJAHATAN TERSTRUKTUR, SISTEMATIS, DAN MASSIF


Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas

Kasus sertifikat laut yang mencuat di Kabupaten Tangerang bukanlah sekadar kesalahan individu. Jangan percaya Arsin, Kepala Desa Kohod, yang menyebut dirinya korban. Jangan pula terkecoh dengan narasi bahwa hanya SP dan C yang bertanggung jawab. Faktanya, kejahatan ini dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif dengan keterlibatan berbagai pihak, mulai dari pejabat BPN hingga korporasi besar seperti Agung Sedayu Group.


Peran Pejabat BPN dalam Kejahatan Ini

Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa Joko Susanto (Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang) dan Sudaryanto (Kepala Kantor Wilayah BPN Banten) memiliki peran dalam proses sertifikasi laut ini. Petugas ukur yang ditugaskan untuk mengukur area pagar laut diduga bertindak atas perintah langsung dari Joko Susanto dan Sudaryanto. Informasi ini diperkuat oleh berbagai keterangan dari pihak yang berinteraksi dengan BPN dan Agung Sedayu Group.

Sebelum pengukuran dilakukan, ada rapat koordinasi antara Pemerintah Daerah (DTRB), DPRD, dan BPN Kabupaten Tangerang. Setelah itu, perintah pengukuran diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala Seksi Pengukuran (E), yang kemudian memerintahkan petugas ukur untuk melaksanakan tugas tersebut.

Namun, petugas ukur sempat menolak dengan alasan bahwa area tersebut merupakan sepada pantai. Meskipun demikian, Kepala Kantor Pertanahan Joko Susanto tetap bersikeras agar pengukuran dilakukan dengan dalih adanya perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dengan demikian, seluruh lembaga yang terlibat dalam penerbitan sertifikat di atas laut ini tampaknya sudah dikondisikan sejak awal.


Pentingnya Pemeriksaan Menyeluruh oleh Bareskrim Polri

Bareskrim Polri harus melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh pihak yang terkait dalam skandal ini. Langkah-langkah yang perlu dilakukan meliputi:
  • Pemeriksaan di tingkat desa
- Kepala Desa hingga staf desa yang terlibat dalam penerbitan dokumen PM-1.

- Surat-surat seperti Surat Keterangan Penguasaan Fisik secara sporadis, Surat Keterangan Tidak Sengketa, serta girik-girik yang diduga fiktif.

  • Pemeriksaan di tingkat legalisasi lokasi
- Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda Kabupaten Tangerang) yang berperan dalam penerbitan SPPT.

  • Pemeriksaan dalam proses peralihan hak
- Notaris, pihak penjual dan pembeli (baik individu maupun korporasi), serta saksi-saksi transaksi jual beli tanah laut ini.

  • Pemeriksaan dalam proses sertifikasi oleh BPN
- Pemda dan DPRD yang terlibat dalam perubahan RTRW untuk memungkinkan pengukuran lahan di laut.

- BPN Kabupaten Tangerang, Kanwil BPN Banten, hingga BPN Pusat yang mengeluarkan sertifikat.

- Skala sertifikasi: Jika SHGB kurang dari 3.000 ha diterbitkan Kantah, 6.000-10.000 ha diterbitkan Kanwil, dan di atas 10.000 ha diterbitkan oleh BPN Pusat.

  • Pemeriksaan kepala desa lainnya di Kabupaten Tangerang
- Untuk mengungkap kemungkinan adanya pola serupa di daerah lain.


Agung Sedayu Group dan Reklamasi PIK-2

Salah satu aspek krusial dalam kasus ini adalah keterlibatan Agung Sedayu Group (ASG). Perusahaan ini berencana mereklamasi laut dengan menggunakan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebagai dasar kepemilikan. Dalih yang digunakan adalah Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021 tentang tanah musnah, sehingga sertifikat laut mereka dapat dijadikan dasar hukum untuk reklamasi.

Pada kenyataannya, skenario ini adalah bentuk perampasan wilayah laut Indonesia demi kepentingan industri properti. ASG, dengan dukungan dari sejumlah pejabat, berupaya menjadikan kawasan reklamasi ini sebagai bagian dari proyek besar mereka, seperti PIK-2.


Dalang di Balik Kejahatan Ini

Jangan terkecoh dengan narasi bahwa hanya Arsin, SP, dan C yang terlibat. Itu hanyalah upaya untuk melokalisir kasus ini dan menumbalkan segelintir orang. Nyatanya, skandal ini memiliki aktor utama di balik layar, yaitu Aguan dan Anthony Salim. Keduanya merupakan sosok yang paling bertanggung jawab atas upaya merebut wilayah laut Indonesia melalui modus sertifikat laut dan reklamasi.


Kesimpulan

Kasus sertifikat laut ini bukanlah insiden kecil, melainkan sebuah kejahatan terstruktur yang melibatkan berbagai pihak dari tingkat desa hingga korporasi besar. Bareskrim Polri harus bergerak cepat dan tidak hanya fokus pada aktor kecil seperti Arsin. Semua pihak, termasuk BPN, DPRD, Pemda, serta Agung Sedayu Group, harus diperiksa hingga tuntas demi mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan.

Posting Komentar

0 Komentar