ANTARA IMAN DAN KUFUR: MENEGASKAN BATASAN JELAS DALAM AGAMA


Oleh: Syfa Raka
Penulis Lepas

Dalam ajaran Islam, pembahasan mengenai iman dan kufur bukanlah sesuatu yang bersifat opsional atau sekadar pengetahuan tambahan. Ia merupakan pondasi utama dari akidah tauhid, dan menjadi dasar yang membedakan antara seorang Muslim dan seorang kafir dalam pandangan Allah ï·». Al-Qur’an dan Sunnah telah dengan tegas membagi manusia ke dalam dua kategori besar ini, baik dalam perkara hukum duniawi maupun dalam ketetapan akhirat.


Furqon: Pembeda antara yang Haq dan yang Bathil

Islam diturunkan bukan sekadar sebagai petunjuk spiritual, tetapi sebagai furqon, pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Tanpa adanya batas yang jelas antara iman dan kekufuran, maka sia-sialah wahyu yang Allah turunkan, dan hilanglah fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia. Maka, tidak mungkin Islam membiarkan perkara penting seperti ini berada dalam wilayah abu-abu yang membingungkan.


Konsekuensi Kekal: Akhir dari Jalan yang Dipilih

Allah ï·» telah menetapkan dalam banyak ayat bahwa siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan kufur baik dari kalangan Yahudi, Nasrani, musyrik penyembah berhala, maupun bentuk kekafiran lainnya maka ia akan menjadi penghuni neraka dan kekal di dalamnya. Sebesar apapun amal kebaikan mereka di dunia, jika dilakukan tanpa iman kepada Allah dan tanpa tauhid, maka tidak akan ada nilainya di sisi-Nya.

Sebaliknya, kaum Muslimin meskipun bergelimang dosa jika mereka meninggal dalam keadaan bertauhid dan belum menyekutukan Allah, maka mereka tetap berada dalam rahmat-Nya. Sekalipun mereka harus menjalani adzab terlebih dahulu karena dosa-dosa yang belum mereka taubati, mereka tidak akan kekal di dalam neraka. Ini adalah keutamaan dan kemuliaan dari Allah yang tidak diberikan kepada selain orang-orang yang beriman.


Bolehkah Menyatakan Si Fulan dari Kalangan Kafir sebagai Penghuni Neraka?

Sebagian orang merasa risih atau bahkan menolak ketika ada yang menyatakan bahwa tokoh tertentu dari kalangan non-Muslim yang jelas mati di atas kekafirannya adalah penghuni neraka. Mereka beralasan hal itu terlalu keras, tidak toleran, atau bahkan tidak bijak. Padahal, menyampaikan kebenaran dalam masalah ini bukan soal kebencian atau penghukuman pribadi, melainkan penyampaian hukum syariat yang bersumber dari wahyu Allah.

Para ulama salaf dari generasi awal Islam hingga para ulama muta’akhirin telah sepakat bahwa siapa saja yang meninggal dalam kekafiran maka ia akan kekal di neraka. Imam Muslim bahkan mencantumkan bab khusus dalam Shahih-nya:

"Penjelasan bahwa siapa saja yang meninggal dalam kekafiran, maka ia berada di neraka, tidak akan mendapat syafaat, dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan dengan orang-orang terdekat."

Demikian pula Al-Imam Ash-Shabuni dalam kitabnya menegaskan bahwa Ahlus Sunnah meyakini siapa saja yang mati dalam keadaan Islam, maka tempat kembalinya adalah surga, meskipun ia terlebih dahulu diazab karena dosa-dosanya. Namun siapa saja yang wafat dalam kekafiran, maka tempatnya adalah neraka, dan ia akan kekal di dalamnya.


Ijma' Ulama dan Dalil-Dalil Syar’i

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam Wabil Ash-Shayyib bahwa neraka memang kekal adanya, namun orang yang bertauhid akan keluar dari neraka jika di dalam hatinya terdapat keimanan meskipun sebesar biji sawi. Ini ditegaskan dalam hadits-hadits yang mutawatir. Namun, bagi siapa saja yang mati dalam kekufuran, maka tidak ada harapan baginya. Ia akan kekal di dalam neraka, dan inilah pendapat yang disepakati oleh jumhur Ahlus Sunnah wal Jamaah, berdasarkan dalil-dalil yang shahih.

Syekh Shalih Al-Munajjid dalam fatwa beliau juga menyatakan:

"Barangsiapa yang mati dari kalangan ahli tauhid dan Islam, dan masuk neraka karena suatu dosa, maka ia tidak akan kekal di dalamnya. Dan sebaliknya, barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, maka ia termasuk penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya."


Menjaga Furqon, Menjaga Kemurnian Agama

Oleh karena itu, ketika ada yang mengatakan bahwa kita tidak boleh mempersaksikan tokoh non-Muslim yang nyata-nyata mati dalam kekafirannya sebagai penghuni neraka, maka sejatinya ia sedang menutup satu bagian penting dari syariat ini. Tanpa adanya furqon antara mukmin dan kafir, maka sia-sialah dakwah para Rasul yang datang membawa kebenaran dan memperingatkan manusia dari kesesatan.


Khatimah

Akidah Islam bukan sekadar keyakinan personal, tetapi juga pijakan dalam melihat realitas. Dalam urusan iman dan kufur, Islam bersikap tegas, bukan karena benci pada pribadi, tetapi karena kasih sayang kepada umat manusia agar mereka mengetahui jalan kebenaran dan menjauhi jalan kesesatan. Mempersaksikan bahwa orang kafir yang mati di atas kekafirannya akan kekal di neraka adalah bagian dari ketegasan syariat yang harus dijaga, demi kemuliaan risalah yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad ï·º.

Walahualam.

Posting Komentar

0 Komentar