UKHUWAH ISLAMIYAH: SATU AQIDAH, SATU UMAT, TANPA BATAS BANGSA


Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal menjalin hubungan antar sesama. Salah satu ajaran utama dalam Islam adalah pentingnya persatuan umat. Namun, persatuan ini tidak boleh didasarkan pada ikatan kesukuan, ras, maupun kebangsaan, melainkan harus berlandaskan pada aqidah Islam.

Umat Islam di seluruh dunia adalah satu tubuh, satu umat yang dipersatukan oleh kalimat tauhid: Lā ilāha illā Allāh, Muḥammadur Rasūlullāh. Oleh karena itu, segala bentuk paham yang menjadikan selain aqidah Islam sebagai dasar persatuan, seperti nasionalisme, tidak memiliki tempat dalam Islam.


Ukhuwah dalam Islam: Ikatan Aqidah

Allah ﷻ menegaskan bahwa persaudaraan dalam Islam didasarkan pada iman, bukan faktor-faktor duniawi seperti suku atau negara:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat: 10)

Ayat ini menunjukkan bahwa ukhuwah Islamiyah adalah hubungan yang kokoh dan suci, yang dibangun atas dasar keimanan dan ketaatan kepada Allah ﷻ.


Bahaya Ashabiyyah

Islam secara tegas melarang segala bentuk fanatisme kelompok yang berlandaskan pada suku, bangsa, atau golongan. Fanatisme semacam itu disebut sebagai ashabiyyah dan dikategorikan sebagai perilaku jahiliyyah.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ
Dari Jabir bin Muth’im, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada 'ashabiyyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena 'ashabiyyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena 'ashabiyyah.” (HR. Abu Dawud No.4456)

Dalam hadits lain, dijelaskan lebih lanjut bahwa yang disebut ashabiyyah adalah membela kelompok sendiri dalam keadaan zalim:

سألْتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فقلْتُ: يا رسولَ اللهِ، أَمِنَ العصَبيَّةِ أنْ يُحِبَّ الرَّجُلُ قَومَه؟ قال: لا، ولكنْ مِنَ العصَبيَّةِ أنْ يَنصُرَ الرَّجُلُ قَومَه على الظُّلْمِ
Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: 'wahai Rasulullah apakah termasuk ashabiyyah (fanatik golongan) jika seseorang mencintai kaumnya?'. Nabi menjawab: 'Tidak demikian, namun ashabiyyah itu kalau dia membela kaumnya di atas kezaliman.' ” (HR. Ahmad no.16989, dihasankan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).


Nasionalisme dalam Timbangan Islam

Nasionalisme adalah paham yang menyeru kepada loyalitas berdasarkan bangsa dan negara. Dalam prakteknya, nasionalisme seringkali mengesampingkan ajaran agama, terutama ketika “kepentingan nasional” bertentangan dengan hukum Islam.

Paham ini membuka ruang untuk membela bangsa sendiri meskipun dalam kebatilan atau kezaliman. Oleh karena itu, nasionalisme adalah bagian dari ashabiyyah yang diharamkan dalam Islam.

Seruan kepada nasionalisme dan kesukuan juga termasuk dalam kategori seruan jahiliyyah, sebagaimana terjadi pada peristiwa antara suku Aus dan Khazraj di masa Rasulullah ﷺ. Ketika mereka nyaris terlibat konflik karena hasutan Yahudi, Rasulullah ﷺ bersabda:

ترجعون إىل ما كنتم عليه كفارا، فعرف القوم أهنا نزغة من الشيطان، وكيد من عدو هلم، وبكوا، وعانق الرجال بعضهم بعضا، مث انصرفوا مع رسول هللا سامعني مطيعن
Wahai kaum Muslimin, apakah karena seruan Jahiliyah ini (kalian hendak berperang) padahal aku ada di tengah-tengah kalian? Setelah Allah memberikan hidayah Islam kepada kalian. Dan dengan Islam itu Allah muliakan kalian dan dengan Islam Allah putuskan urusan kalian pada masa jahiliyyah. Dan dengan Islam itu Allah selamatkan kalian dari kekufuran. Dan dengan Islam itu Allah satukan hati-hati kalian. Dan kalian kembali lagi kepada kekufuran kalian. Maka kaum Anshar itu segera menyadari bahwa perpecahan mereka itu adalah dari syaithan dan tipuan kaum kafir sehingga mereka menangis dan berpelukan satu sama lain. Lalu mereka berpaling kepada Rasulullah dengan senantiasa mendengar dan taat.” (Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah li Ibni Hisyam, Mesir: Syirkah Maktabah, 1955, Juz II, hal. 556.)


Khatimah

Umat Islam harus menyadari bahwa kekuatan mereka terletak pada persatuan yang berlandaskan aqidah, bukan pada persatuan semu berbasis suku atau bangsa. Ashabiyyah dan nasionalisme hanya akan membawa kepada perpecahan, kelemahan, dan menghidupkan kembali semangat jahiliyyah yang telah dimatikan oleh Islam.

Kini saatnya umat Islam menanggalkan identitas sempit kebangsaan dan menggantinya dengan identitas sebagai bagian dari umat Islam yang satu. Dengan kembali kepada ukhuwah Islamiyah yang dibangun di atas landasan aqidah dan syariat Islam, umat akan mampu bangkit dan kembali memimpin dunia dengan cahaya Islam.

Wallahualam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar