ANAK-ANAK GAZA KELAK AKAN MENUNTUT TANGGUNG JAWAB KITA


Oleh: Nurul hasna
Penulis Lepas

Gaza adalah luka terbuka yang terus berdarah dalam tubuh umat manusia. Di sana, suara tangis anak-anak lebih nyaring dari dentuman bom. Mereka tumbuh bukan dengan harapan, tetapi dengan trauma. Anak-anak Gaza yang seharusnya bermain dan belajar dipaksa menyaksikan kehancuran, kehilangan keluarga, dan hidup dalam ketakutan setiap hari. Mereka tidak sekadar menjadi korban konflik, melainkan simbol paling nyata dari kegagalan dunia dalam menegakkan keadilan dan kemanusiaan.


Krisis Anak Yatim Terbesar dalam Sejarah Modern

Dilansir dari Mediaindonesia.com (05/04/2025), sekitar 39.384 anak Palestina telah kehilangan satu atau kedua orang tua mereka akibat lebih dari 500 hari pengeboman brutal oleh rezim Zionis Israel. Angka ini diumumkan menjelang peringatan Hari Anak Palestina pada 5 April 2025. Genosida yang berlangsung tanpa henti ini menciptakan krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern. Anak-anak ini kini bertahan hidup dalam kondisi memilukan, berlindung di tenda-tenda robek, reruntuhan bangunan, tanpa perawatan medis, pendidikan, maupun dukungan psikologis yang memadai.

Mereka adalah saksi hidup atas diamnya dunia, terutama diamnya para pemimpin yang mengklaim memperjuangkan hak asasi manusia, tetapi membiarkan penjajahan dan pembantaian terus terjadi. Dunia internasional, organisasi-organisasi global, dan bahkan negara-negara Muslim, belum menunjukkan langkah konkret yang dapat menghentikan tragedi ini secara tuntas.


Tragedi Kemanusiaan dan Ujian Keimanan

Dalam pandangan Islam, penderitaan mereka bukan sekadar isu kemanusiaan, tapi ujian keimanan kita. Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda,

مَنْ لاَ يَهْتَمُّ بِأََمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka dia bukan dari mereka” (ath-Thabarani dalam ash-Shaghir hlm.188 dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan 2/252)

Hadis ini menjadi tamparan keras bagi umat Islam yang berpaling dari penderitaan saudara-saudaranya di Gaza. Mereka adalah bagian dari tubuh kita, sebagaimana sabda Nabi:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِيْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اثْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمى
Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan terasa panas” (HR Muslim no. 2586)


Bukan Sekadar Donasi, Tapi Pembelaan Total

Tanggung jawab kita bukan hanya sekadar mengirim donasi atau mendoakan dari kejauhan. Kita perlu memahami bahwa penderitaan mereka hanya bisa berakhir jika akar penjajahan itu dicabut. Artinya, perjuangan untuk membebaskan Palestina tidak cukup dengan aksi insidental atau retorika kosong. Dibutuhkan perjuangan politik dan ideologis yang terorganisir, untuk menjadikan pembelaan terhadap kaum tertindas sebagai kewajiban utama umat.

Islam tidak pernah membiarkan penjajahan merajalela. Dalam sejarahnya, Islam telah membebaskan banyak bangsa dari penindasan, termasuk Baitul Maqdis yang pernah direbut kembali oleh Shalahuddin al-Ayyubi dari tangan Tentara Salib. Islam menetapkan bahwa wilayah yang dijajah wajib dibebaskan, dan kaum Muslim di seluruh dunia harus bersatu dalam satu barisan untuk mewujudkan hal tersebut, dengan kekuatan, strategi, dan keteguhan.


Mendidik Generasi Pembela Palestina

Jika kita tak mampu angkat senjata, maka kita harus mencetak generasi yang kelak mampu. Pendidikan harus diarahkan untuk membentuk anak-anak yang peka terhadap penderitaan umat, berani bersuara, dan memahami bahwa keadilan tidak bisa ditegakkan dengan sistem dunia yang sekular dan pragmatis seperti saat ini. Mereka harus tumbuh dengan semangat pembebasan, bukan hanya belas kasihan.

Anak-anak Gaza bukan hanya membutuhkan makanan dan tempat berteduh, mereka butuh pembelaan dan perubahan sistemik. Dunia Islam harus membangun kembali solidaritas sejatinya. Bukan dengan sekadar konferensi dan resolusi, tetapi dengan langkah strategis untuk mewujudkan kepemimpinan global yang mampu melindungi dan membebaskan umat, yaitu dengan menegakkan institusi Khilafah sebagaimana ajaran Islam.


Menjawab Pertanyaan Masa Depan

Kelak, anak-anak Gaza yang hari ini menggenggam batu dengan tangan kecil mereka, akan tumbuh dan bertanya:

Di mana kalian saat kami hancur? Di mana suara kalian ketika rumah kami luluh lantak? Di mana kepedulian kalian saat kami kehilangan ibu dan ayah kami?

Sebelum pertanyaan itu menggema dan menghantui generasi kita, mari memilih:

Apakah kita akan menjadi umat yang bangkit dan membela, atau tetap menjadi saksi yang bersalah karena diam dan berkompromi?

Karena Allah tidak hanya menilai niat, tetapi juga tindakan nyata. Dan sejarah akan mencatat, siapa yang berdiri bersama kebenaran dan siapa yang memilih diam dalam kenyamanan semu.

Posting Komentar

0 Komentar