MENGAPA KETIMPANGAN EKONOMI TERUS MELEBAR DAN BAGAIMANA ISLAM MENJAWABNYA


Oleh: Arum Raisya
Pemerhati Ekonomi

Ketika dunia mencetak rekor demi rekor dalam kekayaan global, ironi menyakitkan terus menghantui umat manusia dengan ketimpangan ekonomi yang semakin parah. Data dari Global Wealth Report 2023 menunjukkan bahwa 1% orang terkaya menguasai hampir 45% kekayaan dunia. Sementara itu, lebih dari 3 miliar orang hidup dengan penghasilan di bawah $6,85 per hari. Data tersebut tidak hanya sekadar statistik namun merupakan ketimpangan ekonomi yang sangat dalam hasil dari penerapan kapitalisme sebagai roda perekonomian dunia.


Pertumbuhan yang Menyisakan Luka

Meski dunia mencatat pertumbuhan ekonomi global, nyatanya tidak semua orang merasakan manfaatnya. Dunia menghasilkan kekayaan total sebesar $454 triliun, namun mayoritas terkonsentrasi pada negara-negara kaya dan segelintir individu. Bahkan di negara berkembang, segelintir elite menguasai aset produktif, sementara rakyat banyak berkubang dalam kemiskinan struktural.

Indonesia, misalnya, mencatat pertumbuhan ekonomi sekitar 5% pada 2023. Namun, menurut laporan Oxfam, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 100 juta orang termiskin. Ketimpangan ini tidak hanya menciptakan jurang sosial, tetapi juga menimbulkan potensi instabilitas politik dan konflik sosial.


Kapitalisme, Sistem Ekonomi Gagal

Sumber dari semua ketimpangan ini adalah sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme menjadikan kepemilikan pribadi sebagai asas utama ekonomi. Sumber daya alam dan sektor-sektor strategis boleh dikuasai oleh individu atau korporasi. Negara hanya berperan sebagai regulator, bukan pengelola kepentingan publik. Akibatnya, distribusi kekayaan menjadi sangat timpang. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpinggirkan.

Riba (bunga), privatisasi aset publik, liberalisasi perdagangan, dan pasar bebas adalah empat pilar utama kapitalisme yang terbukti memperparah ketimpangan. Negara-negara miskin terjebak dalam utang luar negeri yang mencekik. Harga kebutuhan pokok dikendalikan oleh korporasi. Sementara sistem pajak seringkali tidak adil dan menekan rakyat kecil.


Islam Membawa Solusi yang Adil dan Manusiawi

Islam bukan hanya agama ritual, tetapi juga sistem kehidupan yang menyeluruh, termasuk dalam bidang ekonomi. Sistem ekonomi Islam dirancang bukan sekadar untuk menciptakan pertumbuhan, tetapi juga pemerataan kekayaan dan keadilan sosial.

Berikut adalah prinsip-prinsip utama ekonomi Islam yang mampu mengatasi ketimpangan:
  • Kepemilikan dalam Islam: Islam membagi kepemilikan menjadi tiga: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam, energi, dan infrastruktur strategis adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai individu atau korporasi. Negara wajib mengelolanya untuk kesejahteraan rakyat. “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (energi).” (HR. Abu Dawud)
  • Larangan Riba: Riba adalah praktik eksploitasi yang melanggengkan ketimpangan. Islam secara tegas mengharamkan riba dan menggantikannya dengan sistem bagi hasil dan perdagangan yang adil. “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
  • Distribusi Kekayaan Melalui Zakat dan Waris: Islam mewajibkan zakat atas harta, emas, hasil pertanian, perdagangan, dan lain-lain, yang langsung diberikan kepada delapan golongan mustahiq. Warisan juga diatur sedemikian rupa agar kekayaan tidak menumpuk pada satu pihak.
  • Negara Sebagai Pelayan, Bukan Kapitalis: Negara dalam sistem Islam (Khilafah) bertugas menjamin kebutuhan dasar setiap individu: pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara juga bertanggung jawab menciptakan lapangan kerja dan melarang praktik monopoli.


Hanya Islam yang Mampu Menghapus Ketimpangan

Ketimpangan ekonomi hari ini bukanlah kecelakaan sejarah, melainkan akibat langsung dari penerapan sistem yang rusak, kapitalisme. Selama dunia bertahan dengan sistem ini, keadilan ekonomi hanyalah ilusi. Islam, sebagai sistem yang diturunkan oleh Allah ï·», menawarkan solusi nyata dan menyeluruh. Bukan hanya konsep, tetapi terbukti pernah diterapkan dalam sejarah selama lebih dari 13 abad di bawah naungan Khilafah, yang mampu menciptakan pemerataan kekayaan dan kesejahteraan rakyat.

Kini, saatnya umat Islam kembali mengambil peran kepemimpinan global, dengan memperjuangkan tegaknya sistem ekonomi Islam di bawah naungan Khilafah.

Walahuallam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar