BANJIR BANDUNG MULAI TAK TERBENDUNG


Oleh: Yulia Nursabiha
Penulis Lepas

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan tinggi akan melanda hampir seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini tentu berpotensi besar menyebabkan banjir. Sayangnya, banjir bukanlah hal baru di negeri ini. Ia telah menjadi bencana tahunan yang belum juga menemukan solusi tuntas. Wajar jika masyarakat semakin khawatir terhadap kinerja pemerintah, sebab dari tahun ke tahun, persoalan banjir justru terlihat makin parah.

Secara alami, air hujan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya menuju laut melalui saluran sungai. Namun dalam kenyataannya, aliran ini sering terhambat. Sistem drainase yang buruk dan jalur air yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya menyebabkan air menggenang di permukiman. Tak jarang, sungai pun meluap dan membanjiri kawasan tempat tinggal warga.

Banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Bandung menjadi bukti nyata dari persoalan ini. Dampaknya pun sangat luas, mulai dari munculnya penyakit, rusaknya infrastruktur, berkurangnya pasokan air bersih, terganggunya distribusi barang dan jasa, hingga kerugian ekonomi akibat terendamnya rumah, kebun, serta lahan pertanian.

Kondisi ini bukan hal baru. Banjir telah menjadi agenda musiman di Kota Bandung setiap musim hujan. Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyebutkan bahwa wilayah seperti Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Majalaya, dan Rancaekek tergolong rawan banjir. Ia pun menyarankan solusi teknis seperti pembangunan polder dan penerapan program pentahelix sebagai langkah penanganan. (PRFM News, 11/5/2025)

Namun, persoalan banjir tidak cukup diselesaikan dengan solusi teknis semata. Pemerintah sejatinya memikul tanggung jawab penuh untuk menyelesaikan akar masalahnya. Pertanyaannya, apa sebenarnya penyebab utama banjir yang terus berulang ini?

Apakah karena perilaku masyarakat yang masih suka membuang sampah sembarangan hingga menyumbat saluran air? Apakah karena alih fungsi lahan menjadi perumahan tanpa mempertimbangkan daya resap tanah? Atau karena erosi di kawasan pegunungan yang menyebabkan pendangkalan sungai?

Bisa jadi, pemerintah sudah mengetahui akar masalahnya, tetapi belum mampu mengeksekusi solusi akibat kendala birokrasi, politik, atau kepentingan lainnya.


Islam Punya Solusi Sistemik untuk Mengatasi Banjir

Islam bukan hanya agama spiritual, tetapi juga sistem hidup yang memiliki aturan komprehensif, termasuk dalam pengelolaan lingkungan dan penanggulangan bencana. Islam memandang bencana alam bukan sekadar musibah, melainkan juga peringatan dan pelajaran untuk memperbaiki perilaku manusia serta mengelola alam sesuai aturan Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS Ar-Rum [30]: 41)

Kerusakan lingkungan adalah konsekuensi dari kesalahan manusia dalam memperlakukan alam. Ketika keserakahan menjadi dasar kebijakan, maka alam akan memberi reaksi. Maka, pola pikir inilah yang harus dikoreksi terlebih dahulu. Setelah itu, barulah langkah teknis diambil secara tepat dan menyeluruh, tentu di bawah tanggung jawab penuh pemerintah sebagai pelayan umat.

Beberapa langkah teknis dalam perspektif Islam untuk mengantisipasi dan menangani banjir antara lain:
  • Membangun bendungan sebagai penampung curah hujan dan aliran sungai. Ini telah diterapkan sejak masa Kekhilafahan Islam, seperti Bendungan Qusaybah di dekat Kota Madinah yang berfungsi untuk irigasi dan mencegah banjir.
  • Memetakan wilayah rawan banjir, terutama di dataran rendah, agar dapat direncanakan mitigasi yang tepat.
  • Melarang pembangunan pemukiman di area yang berisiko tinggi terkena banjir, demi keselamatan dan keberlanjutan lingkungan.
  • Membangun kanal dan daerah resapan air, sehingga aliran air dapat diarahkan atau diserap kembali ke dalam tanah secara maksimal.
  • Mendirikan sumur resapan di titik-titik tertentu yang selain berfungsi untuk resapan, juga sebagai cadangan air di musim kemarau.
  • Membentuk badan khusus penanggulangan bencana yang dilengkapi dengan peralatan evakuasi, pengobatan, dan logistik darurat secara profesional dan responsif.
  • Menetapkan sanksi tegas bagi pelaku perusakan lingkungan tanpa pandang bulu, dan menanamkan kecintaan terhadap lingkungan sejak dini dalam kurikulum pendidikan.
  • Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab bersama untuk mencegah bencana.


Khatimah

Jika seluruh langkah ini diterapkan secara konsisten dan menyeluruh, maka bencana banjir bisa diminimalisir, bahkan dicegah sejak dini. Namun, semua ini hanya bisa terlaksana dalam sistem pemerintahan yang menjadikan syariat Islam sebagai pijakan utama—yakni sistem Khilafah Islamiyah.

Dengan begitu, masyarakat tidak lagi hidup dalam bayang-bayang kecemasan setiap musim hujan datang.

Wallahu a’lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar