
Oleh: Aslan La Asamu
Penulis Lepas
Laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat bahwa Indonesia menempati peringkat tertinggi dalam hal jumlah pengangguran di kawasan Asia Tenggara. Sebaliknya, negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina menunjukkan tingkat pengangguran yang relatif lebih rendah.
Persentase pengangguran (unemployment rate) Indonesia dalam laporan IMF tersebut mencapai 5 persen. IMF memprediksi angka ini akan meningkat menjadi 5,1 persen pada tahun depan.
Menurut analisis IMF, penyebab meningkatnya pengangguran adalah ketidakpastian global yang menyebabkan lonjakan angka pengangguran di berbagai negara. Ketidakpastian tersebut dipicu oleh perubahan kebijakan perdagangan global, kebijakan proteksionisme, serta berbagai persoalan geopolitik.
“Meningkatnya ketegangan perdagangan dan tingkat ketidakpastian kebijakan yang sangat tinggi diperkirakan akan berdampak signifikan pada aktivitas ekonomi global,” dikutip dari World Economic Outlook April 2025.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, yang menyebutkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia meningkat menjadi 7,28 juta orang per Februari 2025. Pada periode yang sama, total angkatan kerja bertambah 3,67 juta orang menjadi 153,05 juta jiwa (Tempo.co, 5/5/2025).
Fakta ini mengindikasikan bahwa tingginya angka pengangguran di Indonesia merupakan konsekuensi dari diterapkannya sistem ekonomi yang bermasalah, yakni sistem kapitalisme. Kapitalisme menjadi akar persoalan utama dalam persoalan ketenagakerjaan karena gagal menciptakan lapangan kerja yang layak dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, kekayaan alam yang melimpah di negeri ini justru dikuasai oleh segelintir pihak, baik dari kalangan oligarki maupun swasta. Hasil kekayaan tersebut tidak dinikmati oleh rakyat secara luas, melainkan terpusat pada kelompok tertentu, sehingga kesenjangan dan penderitaan masyarakat semakin parah.
Di sisi lain, perhatian penguasa terhadap kesejahteraan rakyat tampak minim. Masyarakat dibiarkan berjuang sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti pendidikan, sandang, pangan, dan papan, yang semakin sulit diakses dan dipenuhi. Kondisi ini memperburuk kualitas hidup rakyat secara keseluruhan.
Tingginya angka pengangguran menjadi bukti konkret dari kelalaian negara dalam menjalankan tanggung jawabnya. Fokus pada penyusunan kurikulum pendidikan tidak dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai bagi para lulusan.
Keterbatasan kesempatan kerja mendorong sebagian orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang tidak dibenarkan secara hukum maupun agama. Tak jarang, hal ini memicu tindakan kriminal seperti penyalahgunaan narkoba, pencurian, hingga pembunuhan demi bertahan hidup.
Beban ekonomi yang berat juga menyebabkan tekanan psikologis, termasuk stres akibat utang yang menumpuk, hingga ada yang memilih mengakhiri hidupnya. Bahkan, tidak sedikit perempuan yang terpaksa bekerja di tempat-tempat yang bertentangan dengan nilai-nilai agama demi menghidupi anak-anak mereka.
Ironisnya, di saat rakyat kesulitan mendapat pekerjaan, pemerintah justru mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) untuk bekerja di pabrik atau perusahaan dalam negeri. Pada tahun 2024, jumlah TKA di Indonesia mencapai 183.964 orang. Angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 168.048 orang (sumber: Kementerian Ketenagakerjaan, 2024).
Padahal, jelas bahwa fungsi penguasa adalah menyejahterakan rakyatnya, antara lain dengan menyediakan pekerjaan dan menjamin ketersediaan lapangan kerja, agar rakyat bisa bekerja dan menghidupi keluarganya. Bukan justru mengutamakan tenaga kerja asing dan membiarkan rakyat sendiri menganggur.
Islam telah mewajibkan setiap laki-laki dewasa dan mampu untuk bekerja. Konsekuensinya, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan memberikan modal usaha maupun sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Dalam Islam, pemimpin adalah raa’in atau pengurus rakyat. Ia wajib memperhatikan kondisi rakyat dan mengatur mereka dengan penerapan syariat Islam. Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, rakyat akan terjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan keamanannya.
Wallahu a’lam.

0 Komentar