BUKAN CUMA FITNAH PENCULIKAN, INILAH BAHAYA SISTEM SEKULER YANG DIBIARKAN


Oleh: Alia Salsa Rainna
Aktivis Dakwah

Baru-baru ini, Indonesia kembali digegerkan oleh kasus yang sangat menyedihkan. Seorang pelajar di bawah umur yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, berinisial NH, mengaku telah diculik oleh seorang nenek tua. Padahal kenyataannya, ia tidak diculik, melainkan berusaha kabur dari rumahnya sendiri (Tribun-medan.com, 12/05/2025).

Dalam laporan media, NH disebut hilang sejak pagi hari dan baru ditemukan pada malam harinya oleh warga dalam kondisi menangis dan menyebut telah diculik oleh seorang nenek. Akibat laporan tersebut, si nenek sempat diamankan dan mengalami tekanan sosial. Namun setelah ditelusuri oleh pihak kepolisian, ternyata NH sengaja mengarang cerita penculikan karena ingin lari dari rumah akibat masalah pribadi. Fakta ini menimbulkan keprihatinan publik, mengingat betapa mudahnya fitnah bisa tersebar dan mencelakai orang yang tidak bersalah.

Kasus ini menjadi bukti nyata dari kerusakan generasi muda yang kian hari kian menunjukkan perilaku menyimpang dan tidak menghormati sesama manusia. Ini sekaligus mencerminkan kegagalan sistem yang diterapkan di negeri ini dalam membentuk generasi terbaik bagi bangsa. Sistem kapitalisme yang berasas sekularisme nyatanya tidak membawa dampak positif, justru menimbulkan banyak persoalan, seperti dalam kasus ini, seorang anak tega menuduh orang lain melakukan kejahatan yang tidak pernah terjadi.

Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini juga tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian Islami. Anak-anak diajari untuk mengejar nilai akademik, prestasi duniawi, dan kebebasan berekspresi, tetapi tidak dibekali dengan ketakwaan, rasa hormat, serta tanggung jawab sosial dan moral. Maka tak heran jika mereka mudah terjerumus pada tindakan tidak etis, bahkan tega mengorbankan orang lain demi menutupi kesalahan sendiri. Lebih mengkhawatirkan lagi, ini bukanlah kasus pertama, dan bisa jadi akan terus berulang jika akar masalahnya tidak diselesaikan secara sistemik.

Media sosial dan lingkungan digital turut memperparah kondisi ini. Remaja kini lebih banyak disuguhi konten yang banal dan liberal, yang menormalisasi kebohongan, drama, dan sensasi sebagai sesuatu yang wajar. Kebebasan berperilaku tanpa kontrol agama membuat nilai-nilai luhur dalam diri generasi muda terkikis.

Di sinilah pentingnya peran negara untuk tidak hanya hadir sebagai penegak hukum, melainkan juga pembentuk arah peradaban. Sayangnya, dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, negara justru gagal memberikan teladan dan kontrol ideologis yang kokoh bagi generasi.

Penerapan sistem sekuler juga membuat masyarakat bebas berperilaku tanpa mempertimbangkan apakah perbuatannya benar atau salah. Tidak ada lagi standar halal dan haram dalam bertindak. Akibatnya, ketika menghadapi persoalan, mereka tidak merujuk pada hukum Allah, melainkan pada pemikiran manusia yang lemah, terbatas, serba kekurangan dan sayangnya negara membiarkan hal itu terjadi.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memiliki tanggung jawab untuk membina dan melahirkan generasi yang cemerlang, berakhlak mulia, jujur, sopan, dan menghormati orang lain, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda. Generasi seperti ini lahir dari penerapan sistem yang berbasis pada wahyu, bukan hawa nafsu.

Allah ﷻ telah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 110:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik.

Dalam Islam, negara tidak hanya menjadi tempat berpijak bagi rakyatnya, tetapi juga bertindak sebagai pelindung dan penjaga umat. Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), maka perbuatan menyimpang seperti rekayasa penculikan, perilaku tak sopan, dan fitnah terhadap sesama tidak akan terjadi. Umat akan merasa aman, terlindungi, dan hidup dalam tatanan etika yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar