
Oleh: Darul Iaz
Penulis Lepas
Selasa, 20 Mei 2025, ribuan pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir akan memenuhi kawasan Kementerian Perhubungan. Mereka datang dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Tangerang, dan Yogyakarta, bergabung dalam aksi unjuk rasa yang digagas Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI). Tidak sekadar turun ke jalan, aksi tersebut juga akan diwarnai dengan off bid massal (pemadaman aplikasi) sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan yang mereka alami.
“Kondisi kerja para pengemudi ojol saat ini sangat jauh dari layak. Mereka hanya mendapatkan Rp 5.200 dari pengantaran makanan, sementara pelanggan membayar Rp 18 ribu kepada platform,” ungkap Lily Pujiati, Ketua SPAI. Dengan nada geram, ia menegaskan bahwa ketidakadilan ini adalah bentuk eksploitasi yang nyata terhadap para pekerja online.
SPAI menuntut penurunan potongan platform menjadi 10 persen atau bahkan dihapuskan sama sekali. Saat ini, potongan platform mencapai 70 persen, angka yang tidak masuk akal bagi Lily dan ribuan pekerja lainnya. “Platform mendapat keuntungan dengan memeras keringat pengemudi ojol,” kata Lily lantang.
Bukan hanya soal potongan. Para pengemudi juga menentang skema diskriminatif yang diterapkan oleh perusahaan aplikasi, seperti GrabBike Hemat, skema slot di Gojek, hingga skema hub di ShopeeFood. Sistem prioritas tersebut dinilai tidak adil, hanya menguntungkan segelintir pengemudi tertentu dan meminggirkan yang lain. “Tidak ada persamaan hak dalam bekerja bagi pengemudi ojol. Kami menuntut keadilan,” tegas Lily.
Di tengah kisruh ketenagakerjaan digital, perdebatan mengenai konsep upah dalam sistem kapitalisme kembali mengemuka. Sejak era Revolusi Industri di Eropa, pekerja selalu menjadi korban sistem upah yang tidak manusiawi. Karl Marx menggambarkannya dengan teori Nilai Lebih, di mana buruh hanya mendapatkan sebagian kecil dari hasil kerjanya, sementara selebihnya dinikmati oleh para pemilik modal.
Namun, solusi yang ditawarkan oleh Islam berbeda. Dalam Islam, upah didasarkan pada manfaat yang diberikan oleh pekerja, bukan pada harga barang atau kebutuhan hidup. Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya, bukan perusahaan. Dalam sistem Islam, mogok kerja tidak dikenal karena akad ijarah antara pekerja dan pemberi kerja harus dipenuhi. Jika ada pelanggaran, maka negara yang bertindak.
Dengan jaminan kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan bagi setiap warga negara, Islam menawarkan konsep ekonomi yang lebih manusiawi. Konsep ini berbeda jauh dari kapitalisme yang membebankan kebutuhan dasar rakyat pada pemberi kerja, atau sosialisme-komunisme yang menyamaratakan upah tanpa mempertimbangkan manfaat yang diberikan oleh pekerja.
0 Komentar