
Oleh: Alraiah
Pengamat Politik Timur Tengah
Serangan mendadak Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 ternyata bukan sekadar agresi sepihak. Ini adalah bagian dari skenario besar Amerika Serikat untuk memaksa Iran tunduk dalam perundingan nuklir. Situs Al Arabiya pada 27 Juni 2025 melaporkan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump bahkan tengah membahas kemungkinan memberikan bantuan senilai 30 miliar dolar AS kepada Iran untuk program nuklir sipil, dengan satu syarat: penghentian total pengayaan uranium.
Gencatan senjata pun diumumkan Trump setelah agresi tersebut. Netanyahu dan Teheran menerima usulan yang dimediasi Qatar, meskipun sebelumnya AS sendiri telah menyerang fasilitas nuklir utama Iran seperti Fordow, Natanz, dan Isfahan (22-06-2025). Inilah drama politik internasional: Washington menggagas perang, mengatur ritme serangan, lalu tampil sebagai pahlawan perdamaian.
Konflik yang Diatur, Kepatuhan yang Dipaksa
Skenario ini bukan hal baru. AS dan Israel telah lama memosisikan program nuklir Iran sebagai “ancaman eksistensial.” Bagi Israel, satu-satunya solusi adalah skenario Libya: Iran harus membongkar seluruh programnya. Maka dilakukanlah operasi militer yang melibatkan jaringan mata-mata internal di Iran, drone rakitan lokal, hingga pembunuhan ilmuwan nuklir.
Negosiasi diplomatik yang dimulai di Muscat, Oman pada April 2025 sebenarnya menunjukkan respons kompromistis dari Teheran. Namun, kubu garis keras dalam pemerintahan Trump dan tekanan dari Israel membuat jalur damai ini dibelokkan ke jalur militer. Laporan IAEA (12-06-2025) menjadi dasar tuduhan pelanggaran komitmen Iran dan memberi pembenaran untuk serangan.
Iran membalas, namun terbatas. AS bahkan mengklaim sudah mendapat informasi dari Iran sebelum serangan balik terjadi, sehingga tidak ada korban jiwa. Ini semakin menunjukkan bahwa konflik ini dikendalikan penuh oleh Washington. Tujuannya jelas: menekan Iran agar tunduk pada kepentingan Amerika dan Israel.
Iran, "Musuh" yang Tetap Dalam Orbit AS
Pertanyaannya: mengapa Iran tetap menjadi target, padahal selama ini juga melayani kepentingan AS? Jawabannya: karena Iran tak ubahnya mitra dalam kemasan musuh. Iran membantu AS di Irak, Suriah, Afghanistan, Yaman, bahkan Lebanon. Iran berharap dapat posisi strategis di kawasan, tetapi tak kuasa jika kepentingannya bertabrakan dengan agenda Israel atau perusahaan AS.
Ketika unsur-unsur militer dan ilmuwan dalam negeri Iran mulai bersikap keras, terutama terhadap Israel, maka Washington memilih “membersihkan” elemen-elemen itu dengan cara militer. Jadi, bukan hanya reaktor yang dihancurkan, tapi juga kekuatan politik internal yang tak sesuai agenda AS.
Umat Islam Dikorbankan, Para Penguasa Diam
Ironisnya, semua ini terjadi di hadapan dunia Islam yang hanya diam. Negara-negara Muslim, termasuk yang wilayah udaranya dilewati oleh jet-jet tempur AS dan Israel, tak berkutik. Para pemimpin Muslim justru tunduk pada Washington, membatasi jihad dengan batas negara buatan, dan menonton kehancuran sesama Muslim tanpa bergerak.
Lebih ironis lagi, justru Trump yang memainkan peran “juru damai” setelah sebelumnya menyulut api perang. Semua ini menambah daftar panjang kehinaan umat Islam akibat ketiadaan kekuasaan politik Islam sejati yang mampu melindungi dan membela kehormatan kaum Muslimin.
Khilafah, Bukan Diplomasi Palsu
Sudah cukup umat Islam menjadi korban skenario penjajah. Sudah terlalu banyak darah tumpah demi ambisi politik AS dan sekutunya. Maka, solusi tuntas hanya satu: tegaknya Khilafah Islamiyah. Sebuah kepemimpinan global yang berlandaskan syariat, memiliki otoritas politik, militer, dan diplomasi untuk:
- Menghentikan dominasi dan agresi kafir penjajah;
- Melindungi umat Islam dari pembantaian dan persekongkolan global;
- Menghimpun kekuatan umat dalam satu barisan jihad yang terorganisasi dan syar’i;
- Memutus ketergantungan ekonomi dan teknologi dari Barat;
- Menyatukan negeri-negeri Muslim dalam satu negara adidaya yang independen.
Hanya Khilafah yang bisa menyatukan umat dari Maroko hingga Indonesia, menjadikan kekuatan umat bukan sekadar angka populasi, tetapi realitas politik yang ditakuti musuh dan dihormati dunia.
Saatnya Umat Memilih Jalan Lurus
Umat Islam tak boleh lagi tertipu oleh diplomasi palsu dan gencatan senjata yang hanya menguntungkan penjajah. Kita butuh sistem yang tegas dan terarah, bukan negara boneka atau rezim yang berputar dalam orbit Amerika.
Wahai Kaum Muslimin, bangkitlah! Persatuan dan kekuatan kita bukan utopia. Ia akan terwujud dengan tegaknya Khilafah Rasyidah 'ala minhaj an-nubuwwah. Sebagaimana janji Allah:
وَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ بِنَصْرِ اللّٰهِ
"Dan pada hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah." (QS. Ar-Rum: 4–5)
0 Komentar