
Oleh: Annisa Putri firdaus
Muslimah Peduli Umat
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan ekonomi global, generasi muda kini dihadapkan pada tantangan besar: pengangguran massal. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga melanda negara maju yang sebelumnya dianggap memiliki sistem ketenagakerjaan yang stabil. Generasi yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan justru mengalami kebuntuan dalam mendapatkan pekerjaan layak.
Realita di Lapangan
Lulusan baru dari berbagai tingkat pendidikan sering kali kesulitan mendapatkan pekerjaan. Banyak dari mereka terjebak dalam status fresh graduate tanpa pengalaman, sementara perusahaan justru mensyaratkan pengalaman kerja sebagai syarat utama. Tak sedikit pula yang akhirnya bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka atau menerima pekerjaan dengan upah rendah.
Dalam laporan terbaru dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), disebutkan bahwa tingkat pengangguran pemuda global jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Bahkan, dalam beberapa kasus, satu dari tiga anak muda berstatus NEET (Not in Education, Employment, or Training).
Penyebab Pengangguran Massal
Beberapa faktor utama yang menyebabkan meningkatnya pengangguran di kalangan generasi muda antara lain:
- Kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Kurikulum pendidikan belum mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar.
- Disrupsi teknologi. Otomatisasi dan kecerdasan buatan menggantikan banyak jenis pekerjaan, terutama yang bersifat rutin.
- Dampak ekonomi global dan pandemi. Krisis kesehatan yang berkepanjangan memperburuk kondisi ketenagakerjaan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
- Minimnya lapangan kerja baru. Pertumbuhan ekonomi yang lambat tidak dibarengi penciptaan kesempatan kerja.
Belum lagi sistem ekonomi kapitalisme berfokus pada pertumbuhan ekonomi sehingga solusi atas tingginya pengangguran terus dinisbatkan pada investasi. Sedangkan investasi telah terbukti tidak serta merta menyelesaikan persoalan pengangguran. Buktinya, invetasi Indonesia terus naik tetapi pengangguran malah ikut naik.
Tata kelola negara yang juga kapitalistik menjadikan pengelolaan SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) diserahkan pada asing dan swasta. Misalnya pengelolaan Migas, yang menurut BP Migas (Badan Pengelola Minyak dan Gas), sekitar 85,4% dari 137 wilayah kerja pertambangan migas nasional saat ini dimiliki oleh perusahaan migas asing. Walhasil, hasil pengelolaannya tidak bisa dinikmati seluruhnya secara merata oleh rakyatnya sendiri.
Belum lagi penguasaan SDAE oleh asing tidak hanya berakibat pada distribusinya tidak merata, tetapi juga membuat negeri ini kehilangan potensi akan terbukanya lapangan kerja bagi rakyat. Ini karena eksplorasi SDAE sangat membutuhkan banyak SDM, tetapi jika dikelola swasta tentu tidak akan memperhatikan kemaslahatan rakyat. Lihatlah, ketika ternyata TKA (Tenaga Kerja Asing) malah banyak direkrut di tengah pengangguran yang semakin tinggi di dalam negeri.
Maka dampaknya menjadikan pengangguran bukan lagi hanya masalah ekonomi. Bagi generasi muda, ini berdampak pada rasa percaya diri, kestabilan mental, hingga relasi sosial. Banyak dari mereka merasa kehilangan arah, mengalami tekanan batin, bahkan depresi. Dalam jangka panjang, pengangguran massal juga dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas, ketimpangan sosial, dan ketidakstabilan politik.
Mencari Jalan Keluar dengan Mekanisme Islam
Islam telah memiliki mekanisme baku dalam menyelesaikan persoalan pengangguran. Pertama, Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam menyelesaikan seluruh persoalan rakyat, termasuk persoalan pengangguran. Penyediaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya merupakan tanggung jawab negara.
Ini berdasarkan keumuman hadis Rasulullah ﷺ,
فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhâri, no. 2558).
Dalam riwayat lainnya,
اشْتَرِ بِأَحَدِهِمَا طَعَامًا فَانْبِذْهُ إِلَى أَهْلِكَ، وَاشْتَرِ بِالْآخَرِ قَدُومًا فَأْتِنِي بِهِ. فَفَعَلَ، فَشَدَّ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُودًا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَاحْتَطِبْ وَبِعْ، وَلَا أَرَيَنَّكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا. فَذَهَبَ الرَّجُلُ فَاحْتَطَبَ وَبَاعَ، فَجَاءَ وَقَدْ أَصَابَ عَشَرَةَ دَرَاهِمَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اشْتَرِ بِبَعْضِهَا طَعَامًا وَبِبَعْضِهَا ثَوْبًا
“Belilah makanan dengan satu dirham untuk keluargamu, dan belilah sebuah kapak dengan dirham yang lain, lalu bawalah kapak itu kepadaku.” Setelah ia melakukannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memasang gagang kapak tersebut dengan tangannya, lalu berkata, “Pergilah dan carilah kayu bakar, kemudian juallah. Jangan kembali kepadaku sebelum lima belas hari.” Lelaki Anshar itu pun pergi, mencari kayu bakar, dan menjualnya. Setelah lima belas hari, ia datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa sepuluh dirham. Rasulullah kemudian berkata, “Belilah pakaian dengan sebagian uang tersebut dan makanan dengan sebagian yang lain.” (HR Ibnu Majah, no. 2189).
Kedua, Islam memiliki regulasi kepemilikan yang khas, menjadikan SDAE dikelola negara, swasta apalagi asing haram memiliki dan mengelolanya. Regulasi ini menjadikan sumber pendapatan negara melimpah sehingga mampu membangun negara tanpa bantuan utang atau investasi. Selain itu, pengelolaan SDAE yang mandiri menjadikan lapangan kerja terbuka secara lebar karena eksplorasi SDAE membutuhkan banyak SDM. Jika sektor tersebut dikelola negara, pembukaan lapangan kerja untuk rakyat bisa dioptimalkan.
Ketiga, menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan merata. Pendidikan dapat menjadi salah satu bekal untuk mencari pekerjaan. Dengan begitu, persoalan kurangnya skill atau ijazah yang rendah akan mudah terselesaikan. Pembangunan sekolah yang berkualitas dan menjangkau semua kalangan baik yang kaya ataupun miskin juga di desa dan di kota, sangat niscaya terwujud dengan pembiayaan berbasis baitulmal.
Pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya kepribadian Islam yang kuat, sekaligus memiliki keterampilan untuk berkarya. Hal ini akan melahirkan generasi tangguh yang kuat secara mental maupun fisik. Selain itu, bukan materi semata yang ia impikan melainkan target capaian kontribusinya bagi majunya peradaban. Inilah yang menjadi jaminan setiap generasi termasuk generasi muda memiliki kepribadian Islam yang kukuh.
Keempat, jaminan kesejahteraan dalam Islam. Tersedianya lapangan pekerjaan adalah salah satu mekanisme Islam dalam menyejahterakan rakyatnya secara ekonomi. Bagi kepala rumah tangga laki-laki yang cacat/sakit atau yang tidak mampu bekerja, Islam memiliki mekanisme nonekonomi, yaitu dengan menyantuni keluarga tersebut.
Khatimah
Oleh karena itu, akar persoalan pengangguran termasuk pada generasi muda adalah penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Negara telah abai terhadap kewajibannya dalam membuka selebar-lebarnya lapangan usaha. Sungguh, dengan kembali kepada sistem Islam, akan menghantarkan terselesaikannya persoalan pengangguran dan menciptakan kesejahteraan.
Wallohua'lam bisshowab
0 Komentar