
Oleh: Ryah Faraly
Penulis Lepas
Pemerintah Kabupaten Cilacap melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menggelar acara “Cilacap Menari” untuk melestarikan kekayaan budaya bangsa sekaligus mempererat persatuan dan kebanggaan sebagai warga Cilacap pada saat memperingati Hari Tari Sedunia 2025. Cilacap Menari diselenggarakan selama 12 jam mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB di Alun-Alun Cilacap pada Selasa, (29/4/2025). Acara dibuka dan diawali dengan kirab seluruh peserta yang terdiri dari sekitar 200 orang penari dan pemain music dari 9 sanggar dan kelompok tari di wilayah Kabupaten Cilacap.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap, Ahmad Fatoni, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian Hari Jadi Kabupaten Cilacap Ke-169. Sebelumnya pada 19 April 2024 juga diselenggarakan pagelaran kesenian Ebeg, Sintren dan Wayang Kulit di Cipari, serta pada 28 April 2025 malam, digelar kesenian Lengger dan Campursari di Banjarwaru.
Budaya Melegalkan Maksiat?
Sebuah kekeliruan jika kita merealisasikan Hari Jadi Cilacap dengan beragam pagelaran yang berasal dari tsaqafah (pemikiran yang mendalam dan mengakar) selain Islam. Bagaimanapun mayoritas muslim seharusnya menjadikan wilayah ini tidak mencampur adukkan budaya dengan kesyirikan bahkan maksiat lainnya. Budaya yang serba permisif ini saat ini telah berhasil ditanamkan ke dalam akal dan pikiran masyarakat. Atas nama HAM (Hak Asasi Manusia), manusia mendapatkan kebebasan untuk berekspresi, sekalipun ekspresinya salah. Terlebih lagi, ketika agama tidak dijadikan standar kehidupan. Akhirnya, manusia mengandalkan akalnya yang terbatas untuk menentukan standar kebenaran, lalu menafikan halal-haram. Padahal sebagai seorang Muslim, sudah seharusnya kita berpedoman pada Al Qur’an dan As Sunah.
Jika kapitalisme sekuler menjadikan seni sebagai alat untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, sekedar hiburan bahkan dianggap peninggalan nenek moyang, jelas hal ini bertentangan dengan nilai Islam yang menjunjung tinggi aqidah yang harus lurus.
Islam memandang seni sebagai salah satu sarana dakwah. Melalui sejarah, dapat kita ketahui bahwa Sunan Kalijaga/ Raden Said melakukan dakwah lewat kesenian yaitu wayang kulit. Ini menjadi bukti bahwa Islam tidaklah anti terhadap seni. Justru seni lah yang harus disesuaikan dengan Islam, dan bisa menjadi wasilah mendakwahkan Islam.
Ketika perempuan menari, itu bisa disaksikan oleh lawan jenis yang bukan mahramnya. Hal tersebut merupakan hal yang haram, baik dilihat secara langsung maupun tidak langsung. Semisal, lewat media televisi, beragam aplikasi, atau media sosial. Hukum wanita menari atau berjoget di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya maka hukumnya haram, sesuai ijma, kesepakatan para ulama. Ada Beberapa hal negatif yang bisa timbul antara lain memicu syahwat, menimbulkan fitnah, merusak kehormatan diri, serta bisa mengundang petaka dan azab dari Allah ﷻ.
Bagi pandangan sekularisme liberal menari bukanlah hal memalukan bahkan merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Menari sambil berpegangan dengan lawan jenis juga tidak menjadi masalah jika merujuk pandangan sekularisme. Ini karena asas sekuler adalah pemisahan aturan agama dari kehidupan. Jelas hal ini bertentangan dengan Islam.
Islam adalah agama yang memiliki seperangkat aturan yang sangat rinci, tidak terkecuali dalam sistem pergaulan sosial. Dalam Islam, semua anak memiliki potensi yang sama. Potensi itu bisa terasah dengan baik jika dilatih, difasilitasi, dan diapresiasi. Hanya saja, Islam memiliki batasan yang jelas dalam menyalurkan potensi remaja.
Ada beberapa aturan pergaulan dalam Islam, diantaranya larangan yang Islam tetapkan untuk mencegah dari perbuatan maksiat. Di antaranya:
- larangan berzina dan mendekati zina;
- larangan berkhalwat (berdua-duaan dengan nonmahram);
- larangan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan);
- larangan bagi perempuan melakukan safar yang jauhnya sejauh perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahram; dan;
- kewajiban menutup aurat dan memakai hijab syar’i (jilbab/gamis dan kerudung).
Setiap muslim wajib menaati apa yang Allah perintahkan dan menjauhi larangan-Nya. Artinya, apa pun perbuatan, pekerjaan, profesi, dan kegiatan seorang hamba harus terikat dengan aturan Islam.
Di dalam Islam, menari dengan lawan jenis termasuk perbuatan yang melanggar syariat. Sikap seperti ini yang saat ini jarang dimiliki sebagian besar muslim akibat sekularisme yang mengikis ketaatan mereka kepada Allah Taala. Bahkan, keteguhan menjadikan Islam sebagai way of life justru dipandang sebagai sikap radikal, mabuk agama, dan terlalu fanatik terhadap agama.
Yang kita butuhkan hari ini adalah upaya penyelamatan generasi dari kerusakan sistem sekularisme liberal, Bukan bernarasi perihal bakat dan prestasi yang dianggap patut untuk dibanggakan.
Bangga itu adalah ketika generasi kita menjadi sosok saleh dan salihah dan visi misi hidupnya terpaut dengan ketaatannya sebagai hamba Allah Ta’ala. Prestasi itu adalah ketika melihat generasi kita cerdas berpengetahuan, pandai menjaga diri, bertakwa, dan rajin ibadah.
Apalah guna “berprestasi”, tetapi seks bebas merebak di sana-sini, pergaulan tak dijaga. Selamatkan generasi dengan Islam Kaffah. Hanya itu solusi fundamentalnya.
0 Komentar