
Oleh: Putri Melati
Penulis Lepas
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus (DKK Kudus) kini semakin fokus pada pencegahan stunting dengan meluncurkan program Aksi Bergizi, yang menyasar remaja putri di sekolah-sekolah. Program ini bertujuan untuk mengedukasi para siswa tentang pentingnya pola makan sehat, aktivitas fisik, dan konsumsi tablet tambah darah (TTD). Salah satu kegiatan Aksi Bergizi ini sudah dilaksanakan di MA NU Banat pada 8 Mei 2025. Program ini sangat penting karena stunting dapat memengaruhi perkembangan generasi muda, dan pencegahannya harus dimulai dari remaja putri yang kelak akan menjadi ibu.
Oleh karena itu, DKK Kudus mendistribusikan TTD secara gratis ke berbagai SMP dan SMA di Kudus, serta memberikan edukasi tentang pentingnya gizi yang baik. Tak hanya itu, kolaborasi dengan sektor swasta juga turut mendukung dengan memberikan makanan tambahan seperti telur dan susu. Semua ini dilakukan untuk menciptakan generasi yang sehat, sekaligus mendukung visi Indonesia Emas 2045 yang ingin menghasilkan generasi yang lebih produktif dan berkualitas. (Lingkar Jateng.id, Mei 2025)
Program Aksi Bergizi yang digagas Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus sebenarnya merupakan langkah positif. Edukasi gizi di sekolah, pembagian tablet tambah darah untuk remaja putri, dan pemberian makanan tambahan lewat kerja sama dengan pihak swasta, tentu bisa memberi dampak langsung dalam jangka pendek. Tapi jika dilihat lebih dalam, terdapat satu masalah besar yakni pendekatan kebijakan tersebut cenderung tambal sulam. Masalah stunting akan terus berulang jika pendekatannya hanya berupa program sesaat dan tidak disertai perubahan sistemik, seperti reformasi ekonomi, perbaikan sistem jaminan sosial, dan akses layanan dasar yang merata.
Selama ini, upaya pemerintah dalam menanggulangi stunting seringkali hanya menyentuh permukaan. Negara lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang menyediakan sedikit bantuan atau program sesekali, namun tanggung jawab utamanya diserahkan kepada individu, sekolah, bahkan swasta. Kondisi ini membuat program mudah kehilangan arah ketika dukungan eksternal berhenti atau koordinasi antarinstansi lemah. Akibatnya, program semacam ini hanya bersifat sementara dan tidak memberikan perubahan yang berkelanjutan. Inilah ciri khas kebijakan dalam sistem kapitalisme, di mana negara tidak hadir secara penuh untuk memastikan hak dasar masyarakat terpenuhi.
Padahal, stunting bukan hanya soal kurangnya tablet tambah darah atau kekurangan edukasi soal makanan sehat. Akar masalahnya jauh lebih kompleks, antara lain berkaitan erat dengan kemiskinan, kesenjangan ekonomi, akses pangan bergizi yang terbatas, serta layanan kesehatan yang belum merata terutama bagi ibu dan anak sejak masa kehamilan (Pelayanan kesehatan dan pangan bergizi tidak dijamin oleh negara, tapi dibebankan ke individu). Dengan kata lain, akar permasalahan stunting yakni kegagalan negara dalam memenuhi tanggung jawab syar'i untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat secara menyeluruh. Jika akar ini tidak disentuh dan diselesaikan, maka sebaik apa pun program jangka pendek yang dijalankan, hasilnya tidak akan maksimal.
Kritik terhadap implementasi kebijakan penanggulangan stunting juga terjadi diberbagai daerah, salah satunya yakni: kritik terhadap implementasi kebijakan penanggulangan stunting di Sulawesi Selatan yang dalam pelaksanaannya kurang koordinasi antarinstansi dan keterbatasan anggaran. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan dan program, seperti Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 dan program pemberian makanan tambahan (PMT), realisasi di lapangan masih jauh dari target. Contohnya, di Kabupaten Wajo, prevalensi stunting tetap tinggi meskipun program telah dijalankan. (MataKita.co, Desember 2024)
Pada akhirnya, yang perlu kita tanyakan adalah: sampai kapan kita hanya mengobati gejala, tanpa menyentuh akar penyakitnya? Jika negara sungguh-sungguh ingin menurunkan angka stunting, maka yang dibutuhkan bukan sekadar kampanye atau bantuan sementara, tapi sebuah sistem yang menjamin setiap rakyat, terutama ibu dan anak dapat memiliki akses terhadap pangan sehat, layanan medis, dan hidup yang layak.
Dalam sistem Islam, pencegahan dan penanganan stunting bukan hanya soal memberikan bantuan atau suplemen sementara, tetapi melibatkan perhatian yang menyeluruh terhadap kebutuhan dasar setiap individu. Solusi yang ditawarkan dalam sistem Islam ini menyentuh akar permasalahan stunting.
Dalam sistem Islam, Negara memiliki kewajiban untuk memastikan setiap individu mendapatkan kebutuhan pangan yang layak. Negara harus memastikan rakyatnya mendapat makanan bergizi, tanpa bergantung pada donasi atau bantuan dari sektor swasta. Hal ini tercermin dalam Al-Qur'an dan Hadist :
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra: 31)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah menjamin rezeki setiap manusia. Dalam sistem Islam, negara adalah perantara dalam mewujudkan jaminan itu.
Hadis Nabi ﷺ:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadist ini menegaskan bahwa Tugas negara termasuk memastikan kebutuhan dasar seperti pangan terpenuhi.
Selain itu, dalam sistem Islam, pelayanan kesehatan menjadi hak dasar yang diberikan gratis kepada seluruh rakyat. Layanan ini memastikan bahwa semua orang, tanpa memandang status ekonomi, mendapatkan perawatan kesehatan yang dibutuhkan.
Ekonomi yang adil juga menjadi prinsip utama dalam Islam. Islam menolak sistem ekonomi yang memperburuk ketimpangan, seperti liberalisasi ekonomi yang menyebabkan harga pangan melambung dan akses layanan kesehatan menjadi terbatas. Dalam Islam, distribusi kekayaan diatur agar tidak hanya berputar di kalangan orang kaya, namun juga memastikan keluarga miskin bisa hidup layak. Hal ini tercermin dalam Al-Qur'an:
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ
“… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Ayat tersebut menegaskan bahwa Islam menolak sistem kapitalisme yang memperkaya segelintir elit dan mengabaikan keadilan ekonomi.
Pendidikan ibu juga menjadi prioritas dalam Islam. Pendidikan ibu sangat penting karena akan berdampak langsung pada generasi selanjutnya, karena ibu adalah pilar utama dalam tumbuh kembang anak, Islam menekankan pentingnya pendidikan bagi ibu agar mereka lebih siap memberikan gizi dan perawatan yang terbaik bagi anak-anak mereka.
Upaya pencegahan stunting dalam Islam dimulai jauh sebelum anak lahir. Islam mengajarkan agar pasangan yang akan menikah dipersiapkan secara fisik, mental, dan ekonomi. Selain itu, Islam mendorong konsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik dan bergizi), bukan hanya sekadar kenyang. Pemberian ASI selama dua tahun penuh juga dianjurkan, serta perawatan anak sesuai dengan tuntunan Islam yang menekankan pentingnya perhatian pada kesehatan ibu selama masa menyusui.
Jadi, solusi Islam terhadap stunting bukan hanya dari sisi suplemen atau kampanye saja, tapi dari sistem hidup yang menyeluruh. Sistem Islam akan hadir sebagai pelindung dan penjamin kesejahteraan rakyatnya, bukan sekadar fasilitator. Hanya dengan sistem yang adil dan menyeluruh inilah masalah stunting bisa dicegah dan diatasi sampai tuntas.
0 Komentar