
Oleh: Abu Faqih
Sahabat Gudang Opini
Hidup dalam sistem kapitalisme makin sempit. Persoalan demi persoalan bermunculan: kemiskinan sistemik, ketimpangan, hingga penjajahan ekonomi yang dilegalkan negara.
Allah ﷻ telah memperingatkan:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit...” (QS. Thaha: 124)
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Faktanya di dalam kehidupan kapitalisme-sekularisme hari ini, umat telah dibawa jauh dari aturan Allah, dan akibatnya hidup menjadi sempit secara fisik, ekonomi, hingga psikologis.
Fakta Kesempitan Hidup Rakyat di Dalam Kapitalisme
1. Pangan dan Sandang Kian Mahal Tak Terjangkau
Harga bahan pangan terus menggerus daya beli rakyat. Harga beras premium di banyak daerah telah tembus Rp16.000/kg. Sementara itu harga lauk-pauk, dan pelengkap lainnya seperti bumbu, sayur-mayur, minyak goreng dan sebagainya kian hari lebih cenderung mengalami kenaikan harga.
2. Papan: Rumah Impian, Mimpi Buruk Nyata
Harga rumah di kota besar kian tak terjangkau. Milenial banyak yang tidak mampu membeli rumah tanpa utang jangka panjang. Jutaan warga hidup di rumah sempit, tak layak, atau bahkan ada yang menjadi tunawisma, sementara oligarki kapitalis sibuk membangun perumahan mewah dan apartemen untuk dikredit.
3. Pendidikan: Gratis Namun Penuh Biaya
Sekolah negeri memang tanpa SPP, tapi berbagai iuran diluar itu, buku, seragam, les, dan perlengkapan tetap membebani orang tua. Belum lagi perguruan tinggi.
4. Kesehatan: Orang Miskin Tak Boleh Sakit
Biaya rumah sakit sangat tinggi alias mahal. Sementara bagi yang ikut asuransi BPJS sering bermasalah: antrean panjang, obat kosong, layanan minim. Banyak pasien tetap harus bayar sendiri untuk perawatan layak. Di RSUD besar, tak jarang pasien menunggu berlama-lama untuk mendapatkan rawat inap.
5. Keamanan: Warga Harus Lindungi Diri Sendiri
Warga kini membayar keamanan swasta, CCTV, dan pagar rumah tinggi untuk melindungi diri. Negara lebih banyak absen. Konflik agraria antara rakyat dan korporasi besar sering berujung pada kriminalisasi terhadap rakyat.
Kapitalisme: Sistem Zalim yang Merampas Kesejahteraan
Kapitalisme menjadikan seluruh aspek hidup sebagai komoditas. Negara bukan pelindung rakyat, melainkan operator kebijakan pasar bebas. Tak heran, kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elite.
Separuh dari aset nasional hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya di Indonesia. Dalam laporannya, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan 1 persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. [2019]
Berdasarkan data Bank Dunia, tingkat kemiskinan di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan banyak negara lain, termasuk di Asia. Sebanyak 60,3% penduduk Indonesia yang mencapai 172 juta orang tergolong miskin jika mengacu standar negara berpendapatan menengah atas. [katadata.co.id]
Ironisnya, penguasa justru aktif menjual aset negara, mengundang investor asing, dan memberi insentif kepada korporasi yang mengeruk SDA. Inilah wujud apa yang disebut dengan neo imperialisme atau penjajahan gaya baru.
Islam Solusinya: Sistem yang Menjamin Kesejahteraan Nyata
Islam bukan hanya agama ritual, tapi sistem hidup yang menyeluruh. Dalam sistem Islam (Khilafah Islamiyah), negara bertanggung jawab sepenuhnya atas kebutuhan dasar rakyat:
- Pangan dan papan dijamin melalui pengaturan kepemilikan dan distribusi yang adil.
- Pendidikan dan kesehatan diberikan dengan mudah dan berkualitas, sebagai hak bukan komoditas.
- Keamanan dijamin tanpa rakyat harus selalu membayar layanan swasta.
- Sumber daya alam dikelola negara demi kesejahteraan bersama, bukan dijual untuk dikuasai oleh korporasi asing atau domestik.
Negara dalam Islam tak boleh mengambil peran sebagai "makelar pasar", tapi sebagai pelayan rakyat dan penjamin hak hidup seluruh warga, muslim maupun non-muslim.
Waktunya Berpaling dari Kapitalisme
Jadi sebenarnya, kapitalisme bukan hanya gagal. Ia adalah sistem rusak sejak lahir, dibangun atas nafsu manusia, bukan petunjuk wahyu.
Belum lagi kalau kita bicara maraknya persoalan sosial, semisal kriminalitas, mulai dari pembunuhan, kejahatan predator seksual, kenakalan remaja, fenomena bunuh diri, korupsi, dan lain sebagainya.
Maka, tak cukup sekadar mengkritik gejalanya. Solusi sejati adalah mencabut akarnya mengganti sistemnya dengan Islam secara kaffah melalui institusi Khilafah.
0 Komentar