KEBIJAKAN POPULIS: PROBLEM PENDIDIKAN TAK TERATASI


Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah Peduli Umat

Hari Pendidikan Nasional tahun ini diwarnai peluncuran sejumlah program perbaikan pendidikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Mulai dari pembangunan atau renovasi sekolah, hingga bantuan langsung bagi guru honorer. Kebijakan ini seolah menjadi angin segar bagi dunia pendidikan. Namun, benarkah semua ini akan menyelesaikan persoalan mendasar yang sudah lama membelit pendidikan Indonesia?

Faktanya, hingga kini banyak sekolah masih dalam kondisi rusak. Di Bekasi, ratusan siswa bahkan terpaksa belajar di perpustakaan gara-gara ruang kelas mereka tidak layak pakai (Tirto.id, 3 Mei 2025). Sementara itu, guru terutama honorer harus rela menerima upah rendah meski beban kerja terus bertambah. Pemerintah memang menjanjikan bantuan cash transfer untuk guru, tapi apakah ini cukup untuk mengangkat kesejahteraan mereka?

Tak bisa dimungkiri, minimnya anggaran pendidikan jadi salah satu akar masalah. Anggaran yang ada pun sering bocor akibat korupsi. Alhasil, pembangunan sekolah terbatas, fasilitas tak memadai, dan kesejahteraan guru jauh dari kata layak. Potret buram ini menjadi cerminan nyata bagaimana pendidikan belum benar-benar jadi prioritas dalam sistem yang ada saat ini.


Kapitalisme dalam Pendidikan: Negara Cuci Tangan

Masalahnya bukan sekadar teknis atau teknologis, tapi lebih dalam: sistemik. Pendidikan di Indonesia dijalankan di bawah naungan sistem kapitalisme, di mana negara lebih banyak berperan sebagai pengatur (regulator) ketimbang penyelenggara langsung. Penyelenggaraan pendidikan diserahkan kepada swasta. Negara hanya melengkapi sekadarnya, itupun dengan anggaran minim.

Akibatnya, pendidikan makin terkomersialisasi. Biaya sekolah tinggi, akses sulit bagi masyarakat bawah, dan kualitas sering kali hanya dinikmati segelintir orang. Renovasi sekolah dan bantuan sementara untuk guru, meski terlihat solutif, pada dasarnya hanya tambal sulam. Tidak menyelesaikan akar masalah.

Lebih ironis, sistem ekonomi kapitalisme membuat negara kesulitan menyediakan anggaran memadai. Sumber-sumber keuangan negara makin sempit akibat privatisasi. Utang makin menumpuk, sementara kebutuhan terus bertambah. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan tak pernah betul-betul jadi prioritas.


Islam: Pendidikan Gratis dan Bermutu Tanggung Jawab Negara

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan strategis yang wajib dipenuhi negara. Negara bertanggung jawab penuh, bukan hanya mengawasi, tetapi menyediakan pendidikan secara gratis, berkualitas, dan merata. Pendidikan bukan hanya layanan, melainkan hak yang dijamin.

Dalam sistem Islam, sumber daya alam dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Pendapatan dari pengelolaan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan publik, termasuk pendidikan. Negara tidak bergantung pada utang atau pajak rakyat, sehingga anggaran pendidikan terjamin.

Islam juga sangat memuliakan peran guru. Negara wajib memberikan penghargaan dan kesejahteraan layak bagi para pendidik. Dengan begitu, guru bisa fokus mendidik tanpa dibebani persoalan ekonomi. Selain itu, negara juga memastikan pembangunan fasilitas pendidikan merata, hingga ke pelosok. Tak ada dikotomi kota-desa dalam akses pendidikan.


Khatimah

Program perbaikan pendidikan yang diluncurkan pemerintah terlihat menjanjikan, tetapi jika hanya dikerjakan dalam kerangka sistem kapitalisme, hasilnya akan tetap sama: tak menyentuh akar masalah. Pendidikan hanya jadi ajang pencitraan, bukan prioritas sejati.

Islam hadir dengan solusi yang menyeluruh. Bukan hanya memperbaiki sarana, tetapi juga sistem pembiayaan dan tanggung jawab negara. Dengan penerapan sistem Islam, pendidikan gratis, berkualitas, dan merata bukan sekadar mimpi, tapi sesuatu yang bisa terwujud.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Posting Komentar

0 Komentar