
Oleh: Abu Siddiq
Pengamat Sosial
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah munculnya kabar bahwa vasektomi dijadikan syarat untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos). Dalam sebuah klarifikasi, Dedi menegaskan bahwa tidak ada kebijakan vasektomi sebagai syarat bansos. Namun, ia menyatakan bahwa keluarga berencana (KB) tetap diimbau, terutama bagi keluarga yang memiliki banyak anak, dengan fokus pada KB laki-laki.
Usulan Dedi mengenai keterkaitan antara kepesertaan KB dan penerimaan bansos menuai reaksi keras dari sejumlah pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. MUI menyatakan bahwa vasektomi yang menyebabkan kemandulan permanen tidak diperbolehkan dalam Islam kecuali untuk alasan kesehatan yang jelas. Ketua MUI Jawa Barat, Rahmat Syafei, menekankan bahwa vasektomi hanya dibolehkan jika tidak menyebabkan kemandulan permanen dan tidak membawa mudharat bagi yang bersangkutan.
Perspektif Hukum Islam tentang Vasektomi
Dalam Islam, prinsip dasar mengenai pengendalian kelahiran atau KB didasarkan pada konsep menjaga keturunan (hifz al-nasl) dan tidak merusak fitrah manusia. Syariat Islam tidak melarang KB secara mutlak, tetapi memberikan batasan tertentu. Vasektomi, sebagai bentuk sterilisasi, dipandang haram jika sifatnya permanen dan tidak dapat dipulihkan. Hal ini merujuk pada kaidah fiqh "La dharara wa la dhirar" (Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan). Keharaman kebiri (al-ihsha’) telah ditetapkan berdasarkan hadis. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra.:
كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا نَسْتَخْصِي؟ " فَنَهَانَا عَنْهُ
Kami dulu berperang bersama Rasulullah ﷺ, sedangkan bersama kami tidak ada kaum perempuan (istri). Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah sebaiknya kami melakukan kebiri?” Kemudian Rasulullah melarang kami dari perbuatan tersebut (HR al-Bukhari).
Dalam kasus usulan Dedi Mulyadi, kebijakan yang mendorong vasektomi bagi pria miskin agar dapat menerima bansos jelas berpotensi menimbulkan mudharat. Selain itu, tindakan tersebut dilarang dalam Islam dan bertentangan dengan maqashid syariah (tujuan syariah), yakni menjaga keturunan dan hak reproduksi. Terkait rezeki, kemiskinan dengan banyak anak tidak berkorelasi sebab setatus rezeki manusia telah diatur oleh Allah. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah Yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (TQS al-Isra’ [17]: 31).
Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan
Alih-alih mendorong kebijakan yang berpotensi memandulkan kaum miskin, Islam menawarkan solusi komprehensif dalam mengatasi kemiskinan melalui sistem zakat, wakaf, sedekah, dan baitul mal. Di masa kekhalifahan Islam, kebijakan sosial ini telah terbukti efektif dalam menciptakan kesejahteraan yang merata. Berikut adalah beberapa solusi konkret dalam Islam:
- Zakat: Setiap Muslim yang mampu diwajibkan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin. Zakat bukan hanya instrumen sosial, tetapi juga penggerak ekonomi yang efektif.
- Wakaf: Aset yang diwakafkan dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas umum, pendidikan, dan kesehatan bagi masyarakat miskin.
- Baitul Mal: Lembaga yang berfungsi sebagai pengelola zakat, infak, dan sedekah untuk menyalurkannya kepada kelompok mustahik (orang yang berhak menerima).
- Pendidikan Gratis: Pendidikan berkualitas diberikan tanpa biaya agar masyarakat miskin dapat meningkatkan taraf hidupnya.
- Lapangan Kerja: Negara bertanggung jawab menciptakan lapangan kerja yang layak agar masyarakat mampu mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
- Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA): Islam memandang bahwa SDA adalah kepemilikan umum dan negara harus mengolah lalu dikembalikan manfaatnya pada masyarakat, hal ini sejalan dengan hadits Abu Dawud dan Ahmad, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api".
Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki tanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya. Setiap kebijakan yang diambil selama kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Sebagaimana pesan Rasulullah ﷺ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang ia pimpin (HR. Al-Bukhâri, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dari hadits Abdullah Bin Amr).
Mustahil Mengatasi Kemiskinan Sistemik Tanpa Khilafah
Kemiskinan sistemik yang terjadi saat ini sesungguhnya merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan kekayaan terpusat pada segelintir elit dan meninggalkan mayoritas rakyat dalam kemiskinan struktural. Islam menawarkan solusi alternatif melalui penerapan syariah secara menyeluruh (kaffah) di bawah naungan Khilafah ala minhajin nubuwwah.
Khilafah adalah institusi politik Islam yang bertanggung jawab untuk menerapkan syariat Islam secara sempurna. Di masa Khilafah Abbasiyah dan Umayyah, kemiskinan berhasil ditekan secara signifikan melalui distribusi zakat yang efektif, pengelolaan baitul mal yang adil, dan kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil. Hal ini membuktikan bahwa penerapan syariah secara kaffah adalah satu-satunya cara efektif untuk mengatasi kemiskinan sistemik dan menciptakan keadilan sosial yang hakiki.
Kesimpulan
Kebijakan Dedi Mulyadi yang mengaitkan vasektomi dengan penerimaan bansos mengundang polemik dari berbagai pihak. Dalam perspektif Islam, vasektomi permanen tidak diperbolehkan kecuali untuk alasan kesehatan yang mendesak. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi pengentasan kemiskinan yang lebih manusiawi melalui zakat, wakaf, baitul mal, dan pendidikan.
Sistem Islam tidak hanya menjaga martabat individu, tetapi juga menciptakan keadilan sosial secara berkelanjutan. Namun, solusi ini mustahil terealisasi tanpa penerapan syariah secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah ala minhajin nubuwwah dan dipimpin oleh seorang Khalifah yang bertanggung jawab sebagai ra’in untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya.
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (QS. Al-Ma'idah: 50)
0 Komentar