
Oleh: Rika Dwi Ningsih
Pengamat Sosial
Di akhir April lalu, publik dikejutkan oleh pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang berencana mewajibkan vasektomi bagi warga miskin sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos). Alasannya: sebagian besar warga prasejahtera di Jawa Barat memiliki lebih dari dua anak. Menurutnya, mengendalikan kelahiran akan menekan angka kemiskinan.
Meski kemudian diklarifikasi bahwa yang dimaksud adalah kepesertaan KB secara umum bukan semata vasektomi, ide awal itu sudah cukup membuka borok cara pandang penguasa terhadap rakyatnya. Seolah-olah, rakyat miskin adalah biang kemiskinan hanya karena mereka memiliki banyak anak. Padahal, benarkah banyak anak adalah sumber kemiskinan?
Vasektomi Dilarang oleh Syariat
Dalam dunia medis, vasektomi adalah prosedur pemutusan saluran sperma (vas deferens), yang membuat seorang pria tidak lagi mampu membuahi sel telur istrinya. Secara fungsional, ini setara dengan kebiri: menghilangkan kemampuan reproduksi seorang laki-laki, walaupun masih bisa melakukan hubungan seksual.
Dalam Islam, kebiri (al-ihshâ) jelas diharamkan. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra., Rasulullah ﷺ melarang para sahabat yang ingin dikebiri agar tidak tergoda oleh syahwat saat berjihad tanpa istri:
كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا نَسْتَخْصِي؟ " فَنَهَانَا عَنْهُ
“Kami dulu berperang bersama Rasulullah ﷺ, sedangkan bersama kami tidak ada kaum perempuan (istri). Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah sebaiknya kami melakukan kebiri?' Kemudian Rasulullah melarang kami dari perbuatan tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
Vasektomi, yang berujung pada kemandulan, juga termasuk dalam hal ini. Para ulama pun melarang segala bentuk tindakan yang mematikan fungsi reproduksi, seperti tubektomi pada wanita dan vasektomi pada pria. Imam al-Imad bin Yunus tegas berkata, tindakan semacam itu tidak dibolehkan, walau atas kesepakatan suami-istri.
Lagipula, prosedur untuk membalik vasektomi walaupun tersedia tidak menjamin hasil yang sempurna. Selain mahal, peluang kehamilan setelahnya juga rendah. Jadi, logikanya: mengapa negara mendorong warga miskin untuk “dimandulkan”, jika dari solusi tersebut akhirnya tidak bisa dipulihkan?
Keutamaan Banyak Keturunan dalam Islam
Nabi Muhammad ﷺ mendorong umatnya untuk menikah dan memperbanyak keturunan. Sabda beliau:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Menikahlah kalian dengan wanita penyayang dan subur. Sungguh aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad)
Islam tidak anti KB, tapi Islam menolak pembatasan kelahiran secara mutlak (tahdîd an-nasl). Namun, Islam membolehkan pengaturan kelahiran (tanzhîm an-nasl) dengan syarat tertentu: seperti memberi waktu pemulihan pada ibu, mempertimbangkan kesehatan, dan atas dasar kesepakatan suami-istri. Bahkan metode seperti 'azl (senggama terputus) dibolehkan Nabi ﷺ:
كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَنْهَنَا
“Kami dulu biasa melakukan ‘azl (senggama terputus) pada masa Rasulullah ﷺ. Kemudian hal itu sampai kepada beliau. Namun, beliau tidak melarang kami.” (HR. Muslim)
Dengan prinsip ini, penggunaan kontrasepsi modern seperti kondom, spiral, atau pil KB diperbolehkan asal tidak membahayakan. Tapi paksaan KB apalagi vasektomi dari negara atas nama bantuan sosial jelas bentuk kezaliman dan pelanggaran hak asasi.
Banyak Anak = Miskin, Logika Sesat
Anggapan bahwa jumlah anak menyumbang kemiskinan bukan hal baru. Ini adalah teori usang dari ekonom Inggris, Thomas Robert Malthus, yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk akan melampaui pertumbuhan pangan, dan menyebabkan kemiskinan, kelaparan, serta kematian massal. Namun faktanya: teori ini tidak pernah terbukti.
Justru Islam mengajarkan bahwa setiap makhluk punya jaminan rezekinya dari Allah:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
“Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah Yang memberi rezekinya.” (QS. Hud [11]: 6)
Allah juga mengingatkan larangan membunuh anak karena takut miskin:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah Yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” (QS. Al-Isra’ [17]: 31)
Nabi ﷺ pun menguatkan:
لَا تَيْأَسَا مِنَ الرِّزْقِ مَا تَهَزَّزَتْ رُءُوسُكُمَا، فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرَةٌ، ثُمَّ يُعْطِيهِ اللَّهُ وَيَرْزُقُهُ
“Janganlah kalian berdua berputus asa dari rezeki selama kepala kalian masih dapat digerakkan. Sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan bayi merah tanpa mengenakan apa pun, kemudian Allah memberi dia karunia dan rezeki.” (HR. Ahmad)
Apa Penyebab Sebenarnya dari Kemiskinan Struktural?
Kemiskinan di negeri ini bukan karena jumlah anak, tapi karena sistem ekonomi yang timpang dan rusak: kapitalisme. Sistem ini telah menyerahkan kekayaan negara ke tangan segelintir orang dan perusahaan. Akibatnya, rakyat hanya jadi penonton kekayaan negerinya sendiri.
Menurut TNP2K, 50% aset nasional hanya dikuasai 1% orang. Sementara rakyat banyak menderita. Tambang-tambang besar menghasilkan devisa, tapi rakyat sekitar tambang tetap miskin dan menderita. Bahkan Majalah Forbes mencatat 50 orang terkaya di Indonesia menguasai kekayaan lebih dari Rp4.200 triliun di tahun 2024, saat jutaan rakyat terpuruk dan 60 juta orang hidup miskin (data Bank Dunia).
Kapitalisme menumpuk kekayaan di atas penderitaan. Tapi rakyat miskin justru disalahkan karena memiliki anak, bukan sistemnya yang disalahkan. Bukankah ini ironi?
Saatnya Ganti Haluan: Islam Solusi Nyata
Islam bukan hanya agama, tapi juga sistem kehidupan. Islam mengatur distribusi kekayaan, mewajibkan negara mengelola sumber daya alam demi rakyat, dan menjamin kebutuhan dasar setiap individu: sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Islam adalah sistem yang adil, berkah, dan diridhai Allah. Ketika umat hidup dalam naungan Islam, maka janji Allah berupa rezeki dan keamanan akan tercurah.
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
“Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan kalian sendiri, sementara Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (QS. Asy-Syura [42]: 30)
Khatimah
Solusi atas kemiskinan bukanlah dengan memandulkan rakyat miskin. Bukan pula dengan menyalahkan jumlah anak. Solusinya adalah mengganti sistem yang rusak dengan sistem yang benar: Islam.
Sudah cukup derita umat ini karena sistem kapitalisme. Jangan biarkan kesalahan yang sama terus berulang. Saatnya kembali kepada Islam, bukan hanya dalam ibadah, tapi juga dalam sistem sosial, ekonomi, dan kepemimpinan.
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma'idah [5]: 50)
Wallahu a'lam bish-shawab.
0 Komentar