MATA TERTUTUP, HATI TERKUNCI: KRITIK TERHADAP FANATISME DALAM KEHIDUPAN MODERN


Oleh: Rianeu Novita Apriantie
Aktivis Dakwah Remaja

Di era digital saat ini, hiburan seperti K-pop, drama Korea, anime, dan idol culture telah menjadi fenomena global. Jutaan penggemar dari berbagai negara, termasuk dari kalangan Muslim, menunjukkan kecintaan luar biasa (bahkan fanatik) terhadap artis atau karakter favorit mereka.

Fanatisme ini dapat terlihat dari menghafal seluruh lagu, dialog, dan fakta pribadi artis/karakter. Lalu menghabiskan banyak uang untuk merchandise, album, tiket konser. Mengidolakan secara berlebihan hingga sulit menerima kritik terhadap idola mereka. Mengorbankan waktu seperti ibadah dan tanggung jawab demi mengikuti konten hiburan tersebut.

Perkembangannya yang melesat membuat jutaan orang khususnya generasi muda, terserap dalam euforia dan konsumsi berlebihan atas produk-produk hiburan tersebut.

Hal ini bukan lagi sekadar hobi atau minat sehat, melainkan telah berubah menjadi bentuk keterikatan emosional yang berlebihan. Islam tidak melarang hiburan selama tidak melalaikan kewajiban atau mengandung unsur yang haram. Namun, ketika hiburan menjadi objek fanatisme ada banyak dampak negatif yang bisa muncul.

Diantara dampak negatifnya adalah banyak remaja atau dewasa muda rela menunda shalat, mengabaikan Al-Qur’an, atau meninggalkan tanggung jawab demi menonton konser atau drama berjam-jam. Mengidolakan seseorang secara berlebihan hingga meniru gaya hidupnya tanpa seleksi yang bisa menjerumuskan pada tasyabbuh (menyerupai kaum lain), hal ini dilarang. Fanatisme membuat seseorang terlalu tenggelam dalam dunia hiburan hingga menarik diri dari dunia nyata, menurunnya produktivitas dan terganggunya hubungan sosial. Menghabiskan uang untuk hal yang tidak bermanfaat atau berlebihan termasuk kategori mubazir yang dalam Islam sangat dikecam.

اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra: 27).

Fanatisme seringkali menyebabkan kehilangan jati diri, karena seseorang terlalu fokus menjadi "seperti idolanya" daripada memperbaiki diri sesuai tuntunan agama. Islam tidak anti hiburan. Namun, Islam mengajarkan umatnya untuk seimbang dan tidak berlebihan dalam segala hal, termasuk dalam hal menyukai hiburan. Fanatisme berakar dari ketertarikan hati yang berlebihan terhadap makhluk. Solusinya adalah mengarahkan cinta tertinggi hanya kepada Allah ﷻ.

Fokus terhadap hiburan seringkali membuat seseorang lupa akan tujuan utama hidup, yaitu beribadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat: 56), dan lalai dari tanggung jawab dunia-akhirat. Berikut adalah beberapa solusi yang ditawarkan Islam untuk menjaga diri dari fanatisme hiburan:
  • Pembersihan jiwa seperti latih hati untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun. "Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya." (QS. Asy-Syams: 9)
  • Membatasi konsumsi konten hiburan. Pentingnya mengatur waktu agar tidak melampaui batas. Gunakan prinsip "hiburan sebagai selingan, bukan kebutuhan utama".
  • Menumbuhkan kesadaran diri, sadar bahwa Allah senantiasa mengawasi kita. Gunakan waktu dan energi untuk hal yang lebih bermakna di dunia dan akhirat. Menjadikan Rasulullah sebagai Role Model jadikan teladan utama bukan dari figur hiburan, tapi dari manusia terbaik, yakni Nabi Muhammad ﷺ, yang akhlaknya paling sempurna.
  • Islam mengecam perilaku boros. Fanatisme mendorong konsumsi berlebihan terhadap produk hiburan yang tidak esensial, padahal Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat hingga ia ditanya... hartanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan." (HR. Tirmidzi)

Banyak artis atau tren hiburan berasal dari budaya yang jauh dari nilai Islam. Mengikuti gaya hidup mereka secara membabi buta dapat menyebabkan tasyabbuh, yang dilarang Nabi ﷺ:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)


Kehilangan Identitas dan Keteladanan Sejati

Menjadikan selebriti sebagai panutan hidup dapat menyesatkan, karena mereka tidak dijamin hidupnya lurus. Padahal umat Islam sudah memiliki teladan terbaik: Rasulullah ﷺ (QS. Al-Ahzab: 21).

Islam mengajarkan konsep waktu adalah amanah. Boleh hiburan tapi jangan mengorbankan waktu ibadah, belajar atau bekerja produktif. Jadikan para ulama, guru, dan orang shalih sebagai figur panutan. Mereka mengajarkan ilmu dan akhlak, bukan sekadar popularitas. QS. Al-‘Ashr: 1–3:

وَالْعَصْرِۙاِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙاِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

Umat Islam harus selektif terhadap apa yang ditonton, didengar, atau diikuti. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ، لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Fanatisme terhadap industri hiburan adalah tantangan nyata bagi umat Islam hari ini, terutama generasi muda. Islam tidak melarang hiburan, tetapi menolak segala bentuk berlebihan dan ketergantungan yang melalaikan. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dzikir harian seperti membaca Al-Qur'an, istighfar dan shalat sunnah bisa melembutkan hati dan menghidupkan rasa cinta kepada Allah. Selalu mengingat bahwa hanya Allah yang patut diibadahi, diagungkan, dan dicintai secara total. Idola terbaik bukanlah artis, bukan aktor, tetapi Rasulullah ﷺ. Pelajari sirah (sejarah hidup) Nabi dan para sahabat sebagai bentuk alternatif dari fandom yang sehat.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Hati yang sibuk dengan ketaatan, tidak akan punya ruang untuk cinta dunia yang berlebihan. Luangkan waktu untuk mengikuti kajian Islam secara rutin. Biasakan muroja’ah dan tadabbur Al-Qur’an agar jiwa terus terhubung dengan wahyu.

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Arahkan minat pada hal-hal yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Dukung industri hiburan alternatif yang syar’i (film Islami, musik nasyid, literasi Islam, dll). Kembangkan hobi yang membangun jiwa seperti menulis, berdakwah digital, desain islami atau bisnis halal.

Posting Komentar

0 Komentar