
Oleh: Nandang Fathurrohman
Mahasiswa Ideologis KPI UIN Bandung
Kasus pelecehan seksual terjadi lagi di kampus Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Kali ini terjadi di kampus ternama, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan pelakunya adalah seorang dosen atau akademisi yang bahkan bergelar guru besar. Korbannya adalah belasan mahasiswi bimbingannya sendiri (dikutip dari detik.com, Minggu, 06/04/25). Hal ini menunjukkan betapa mirisnya potret dunia pendidikan dan pergaulan hari ini.
Mengapa? Karena bagaimana mungkin seorang dosen atau akademisi, yang notabene memiliki keilmuan dan wawasan luas bahkan diduga juga sebagai penceramah di masjid bisa melakukan hal yang tidak senonoh, memalukan, dan sangat tidak mencerminkan seorang pendidik atau pendakwah? Padahal, seharusnya ia menjadi cerminan dan teladan bagi mahasiswa/i-nya dan jamaahnya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, ia melakukan hal yang sangat keliru.
Pelaku melakukan pelecehan ini dengan berbagai motif dan alasan, mulai dari mengajak bimbingan skripsi, tesis, disertasi, hingga membicarakan tugas. Modusnya pun beragam, seperti mengecek tekanan darah korban padahal tujuannya ingin memegang tangannya. Ia juga sempat mencium pipi dan meremas rambut korban di balik jilbabnya. Semua korbannya berjilbab. Korban bahkan diminta menghubunginya di luar jam perkuliahan, bahkan pada malam hari, dan akhirnya diajak masuk ke rumahnya.
Peristiwa seperti ini sudah berkali-kali terjadi. Bukan yang pertama kali. Namun, tidak ada sanksi atau hukum yang tegas dan membuat jera pelaku. Ia hanya diberhentikan dan gelarnya dicabut. Tentu itu tidak cukup. Sementara korban merasakan dampak luar biasa yang bisa berakibat fatal pada kondisi mental dan psikologisnya.
Fakta-fakta di atas menunjukkan betapa bobroknya dunia pendidikan dan pergaulan hari ini. Terlebih, hukum yang ditegakkan pun tidak dapat memberikan efek jera kepada pelaku, serta tidak mampu melindungi dan memuliakan korban. Fakta tersebut jelas bertentangan dengan hukum atau syariat Islam.
Pandangan Islam
Islam dengan seperangkat aturannya adalah agama yang sempurna dan menyeluruh. Sebagaimana potongan ayat dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 3:
ٱلْÙŠَÙˆْÙ…َ Ø£َÙƒْÙ…َÙ„ْتُ Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينَÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َتْÙ…َÙ…ْتُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù†ِعْÙ…َتِÙ‰ Ùˆَرَضِيتُ Ù„َÙƒُÙ…ُ ٱلْØ¥ِسْÙ„َٰÙ…َ دِينًا
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu…”
Mengutip tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa:
“Pada hari 'Arafah Allah menurunkan firman-Nya: Al-yauma akmaltu lakum dinakum… dan ini adalah nikmat Allah yang terbesar untuk umat ini, yaitu dengan menyempurnakan agama mereka. Maka, tidaklah mereka memerlukan agama selain agama Allah, dan tidak kepada nabi selain Nabi mereka. Oleh karena itu, Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi. Maka tiada sesuatu yang halal kecuali yang dihalalkan olehnya, dan tidak pula sesuatu yang haram kecuali yang diharamkan olehnya. Tidak ada agama kecuali yang disyariatkannya.”
Artinya, syariat Islam ini sudah sempurna sejak diturunkan. Maka, ketika melihat kasus di atas, tentu Islam memiliki aturan dan akan menindak tegas pelaku pelecehan seksual, jika terbukti bersalah. Tidak akan diberi ampun dan diloloskan begitu saja. Terlebih jika pelakunya adalah orang yang berilmu dan memahami ajaran Islam, bahkan menjadi penceramah. Ini menunjukkan bahwa ilmunya tidak diamalkan dan tidak menjadikannya takut kepada Allah ï·».
Islam sangat menjaga kehormatan dan kemuliaan seorang wanita. Karena itu, dalam Islam ada sistem pergaulan atau nidzhamul ijtima’i fil Islam, yang mengatur bentuk-bentuk interaksi antara pria dan wanita, mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak, mana pergaulan yang diharamkan dan mana yang tidak. Semua ini sebagai bentuk penjagaan terhadap kehormatan baik pria maupun wanita.
Mengutip dari kitab terjemahan Nidzhamul Ijtima’i, halaman 10, karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah, beliau mengatakan:
“An-Nizham al-Ijtima’i didefinisikan sebagai sistem yang mengatur pergaulan pria dan wanita, serta mengatur hubungan/interaksi yang muncul dari pergaulan tersebut, dan segala sesuatu yang tercabang dari hubungan tersebut.”
Karenanya, hukum asal kehidupan antara pria dan wanita adalah terpisah (infishal), kecuali jika ada dalil yang membolehkannya untuk berinteraksi, seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, atau jual beli. Itu pun tetap harus dalam koridor syariat. Tidak diperbolehkan bebas berinteraksi kapan saja dan dalam bentuk apa saja. Tidak boleh terjadi khalwat (berduaan di tempat sepi tanpa mahram) atau ikhtilat (bercampur baur tanpa batasan).
Berkaca dari Kasus
Lantas, kenapa kasus pelecehan seksual ini bisa terjadi, padahal pelakunya seorang yang memiliki wawasan luas? Jawabannya simpel: tidak ada batasan di antara mereka. Syariat Islam diabaikan. Sistem pergaulan Islam tidak diterapkan secara menyeluruh. Ketika syariat ditinggalkan, akan terbuka banyak peluang terjadinya kemaksiatan dan godaan setan.
Solusi Islam
Oleh karena itu, akar permasalahan dari pelecehan seksual di perguruan tinggi ini adalah diabaikannya syariat, jauhnya individu dari ketakwaan, serta tidak adanya sistem aturan yang mengatur secara menyeluruh. Apa itu? Yaitu sistem pergaulan dalam Islam.
Namun begitu, sistem pergaulan dalam Islam ini tidak bisa diterapkan secara utuh saat ini karena belum adanya negara Islam. Dalam Islam dikenal tiga pilar pelaksana syariat Islam, yaitu:
- Individu yang bertakwa,
- Masyarakat yang mengontrol, dan
- Negara yang menerapkan hukum Islam.
Saat ini, yang bisa dilakukan baru dua hal: individu bertakwa—karena akan merasa selalu diawasi Allah, dan masyarakat yang melakukan kontrol sosial melalui amar makruf nahi mungkar, baik terhadap individu, kelompok, maupun penguasa. Sedangkan poin ketiga, penerapan hukum oleh negara, membutuhkan keberadaan negara Islam.
Maka, sistem pergaulan Islam tidak akan bisa diterapkan secara total, utuh, dan menyeluruh (kaffah) tanpa adanya institusi negara, yakni Negara Khilafah Islamiyyah. Ketika tiga pilar pelaksana tadi berjalan beriringan, insyaallah negeri ini akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga apa yang dibisyarahkan (kabar gembira) Rasulullah ï·º ini segera terwujud, dan umat sadar akan urgensi hal ini.
Maka dari itu, yuk jadi bagian dari orang-orang yang berjuang menyambut bisyarah Rasulullah ï·º ini, dengan bergabung bersama kelompok dakwah ideologis.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

0 Komentar