PENGANGGURAN MENINGKAT, APA SOLUSINYA?


Oleh: Abd. Hafid Hamid
Pemerhati Masalah Ekonomi

Melansir dari berita Tempo yang tayang 5 Mei 2025 menyebutkan bahwa menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran di Indonesia mengalami kenaikan pada Februari 2025. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa jumlah pengangguran tercatat mencapai 7,28 juta jiwa.

Pada periode yang sama, jumlah total angkatan kerja mencapai 153,05 juta orang, mengalami pertumbuhan sebanyak 3,67 juta dibanding Februari 2024. Namun, tidak semua angkatan kerja tersebut terserap dalam lapangan pekerjaan.

Dibandingkan tahun sebelumnya, angka pengangguran meningkat sebesar 83 ribu orang atau sekitar 1,11 persen. Amalia menjelaskan bahwa per Februari 2025, jumlah individu yang belum mendapatkan pekerjaan bertambah 0,08 juta jiwa dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Ada banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran di Indonesia. Namun, secara umum pengangguran dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
  • Pertama, ketimpangan pembangunan daerah menyebabkan pengangguran lebih tinggi di wilayah tertinggal.
  • Kedua, bonus demografi usia muda tanpa penyerapan kerja yang baik akan menambah pengangguran.
  • Ketiga, kurangnya investasi dan pertumbuhan ekonomi yang lambat membatasi hadirnya lapangan kerja.
  • Keempat, urbanisasi tanpa perencanaan menyebabkan pengangguran dan pekerjaan informal di kota.
  • Kelima, pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis ekonomi atau ketidakstabilan usaha.

Dari beberapa faktor penyebab peningkatan pengangguran tersebut, PHK misalnya, akhir-akhir ini mengalami peningkatan. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, 80.000 buruh mengalami PHK sepanjang tahun 2024. Pemangkasan karyawan sebanyak 1.500 orang terpaksa dilakukan oleh PT Hung-A Indonesia dengan menutup pabriknya di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat pada Januari 2024. Pada awal tahun yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mencatat sebanyak 13.800-an pekerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terkena pemutusan hubungan kerja.

Pertengahan tahun menjadi masa yang berat bagi sektor padat karya dalam negeri. Perusahaan sepatu terkenal, Bata, menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat pada Mei 2024. Mereka memutus kontrak 233 buruh pabrik di tengah persaingan industri sepatu yang kebanjiran produk impor. Perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), melakukan PHK sebanyak 3.000 karyawan. Lagi-lagi, alasan perseroan memangkas ribuan buruh itu untuk efisiensi biaya operasional.

Selain itu, gempuran produk impor kembali menjadi momok menakutkan perusahaan dalam negeri karena harganya yang lebih murah. Pada saat yang sama, banyak perusahaan tekstil di Jawa Tengah menderita kesulitan keuangan untuk membayar pegawai. Pabrik tekstil BUMN, PT Primissima di Kabupaten Sleman, menyebut ada sekitar 500 pekerja di perusahaan tersebut yang dirumahkan.

Pemangkasan karyawan diikuti oleh perusahaan lainnya sampai akhir tahun 2024. Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi kota dengan penyumbang PHK terbesar sepanjang tahun. Gelombang PHK kian mengancam usai banyak pelaku usaha di industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki mengeluh banjir produk impor.

Sejak kuartal I 2024, banyak perusahaan yang berencana mengurangi karyawan. Salah satu pemicu peningkatan gelombang PHK awal tahun 2024 adalah adanya regulasi dari Kemendag. Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 menghilangkan peraturan teknis sebagai syarat impor. Tingginya gelombang PHK tersebut menjadi penyumbang bagi peningkatan jumlah pengangguran awal tahun ini.

Mencermati permasalahan pengangguran yang terus meningkat, maka perlu penyelesaian secara komprehensif agar tidak berulang dari waktu ke waktu. Islam mempunyai aturan yang lengkap dalam menyelesaikan segala persoalan, termasuk masalah pengangguran ini. Berikut cara Islam dalam mengatasi pengangguran:

Pertama, dalam mengatasi pembangunan, APBN Islam menganut prinsip sentralisasi. Artinya, dana dari seluruh wilayah ditarik ke pusat, kemudian didistribusikan ke masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhannya, bukan berdasarkan jumlah pemasukannya. Jika ada daerah yang sedang membangun dan membutuhkan dana besar, sementara pemasukannya tidak sebesar yang dibutuhkan, maka negara dapat mensubsidi daerah tersebut. Dengan cara ini, tidak ada satu alokasi anggaran pun yang menguap atau tidak tepat sasaran. Pemerataan pembangunan pun bisa dilakukan dengan baik sehingga tidak ada ketimpangan pembangunan antar daerah yang menyebabkan ada wilayah yang sangat maju sementara ada wilayah yang sangat tertinggal.

Kedua, untuk mengurangi pengangguran, negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga serta orang yang sudah bisa bekerja untuk bekerja. Bekerja adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap laki-laki yang memiliki tanggungan. Barang-barang kebutuhan pokok tidak mungkin diperoleh kecuali apabila manusia berusaha mencarinya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki, dan berusaha. Bahkan, Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut sebagai fardu. Bertambahnya jumlah penduduk muda bukan berarti akan semakin sempitnya kesempatan kerja, tetapi sejatinya akan meningkatkan kreativitas manusia dalam mencari rezeki untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

Ketiga, negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan namun tidak memperoleh pekerjaan, sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha mencarinya, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawab negara.

Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya.

Jika ada yang mengabaikan kewajiban nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan ia mampu, maka negara berhak memaksanya untuk memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Hukum-hukum tentang nafkah ini telah banyak diulas panjang lebar dalam kitab-kitab fikih Islam.

Keempat, urbanisasi terjadi karena keterbatasan lapangan pekerjaan di desa meskipun lahan pertanian masih sangat luas. Dalam Islam, pemilikan lahan pertanian hanya bisa diberikan kepada petani atau orang yang bisa menghidupkan lahan tersebut. Apabila ada lahan yang ditelantarkan pemiliknya lebih dari tiga tahun, maka negara akan menarik lahan tersebut dan memberikannya kepada orang yang tidak punya lahan. Dengan kebijakan ini, setiap orang tidak akan bisa memiliki lahan yang sangat luas di luar kemampuannya untuk menghidupkan. Sehingga lahan akan terdistribusi dengan adil kepada para petani yang bisa mengolahnya.

Kelima, negara Islam akan selalu memperhatikan warganya ketika krisis ekonomi atau ketidakstabilan usaha yang dapat menyebabkan PHK. Negara memandang pengusaha dan pekerja sebagai warga negara yang harus dilayani kepentingannya. Oleh karena itu, segala kebijakan negara yang dapat memberatkan perusahaan serta karyawan akan dihilangkan.

Sebagai contoh, penarikan pajak atas barang produksi perusahaan tidak akan terjadi dalam negara Islam. Demikian pula, pajak atas penghasilan karyawan pun tidak akan dikenakan karena pajak dalam negara Islam adalah haram.

Ketika permasalahan terletak pada teknis dalam ikatan kontrak kerja, Islam memandang kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja adalah kontrak kerja sama yang seharusnya saling menguntungkan. Pengusaha diuntungkan karena memperoleh jasa dari pekerja untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan pengusaha. Sebaliknya, pekerja diuntungkan karena memperoleh penghasilan dari imbalan yang diberikan pengusaha atas jasa yang diberikannya. Karena itulah, hubungan ketenagakerjaan dalam pandangan Islam adalah hubungan kemitraan yang seharusnya saling menguntungkan. Tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya.

Agar hubungan kemitraan tersebut dapat berjalan dengan baik dan semua pihak yang terlibat saling diuntungkan, maka Islam mengaturnya secara jelas dan rinci dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan ijaratul ajir (kontrak kerja). Pengaturan tersebut mencakup penetapan ketentuan-ketentuan Islam dalam kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja, penetapan ketentuan yang mengatur penyelesaian perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja, termasuk ketentuan yang mengatur bagaimana cara mengatasi tindakan kedzaliman yang dilakukan salah satu pihak terhadap pihak lainnya.

Demikianlah pandangan dan cara Islam mengatasi peningkatan pengangguran yang ada. Solusi yang ditawarkan Islam bukanlah solusi tambal sulam, melainkan solusi fundamental dan komprehensif terhadap persoalan-persoalan masyarakat, termasuk masalah pengangguran. Sudah saatnya bangsa ini berpaling kepada Islam untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, termasuk masalah pengangguran.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar