
Oleh: Abu Jannah
Sahabat Gudang Opini
Permintaan atas ruang gudang di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dilaporkan meningkat pada periode kuartal I tahun 2025. Hasilnya, okupansi (tingkat hunian) gudang di Jabodetabek, Indonesia pun meningkat sepanjang Januari-April 2025. (CNBC Indonesia)
"Perusahaan-perusahaan China, terutama dari industri kendaraan listrik (electric vehicles/ EV), elektronik, peralatan rumah tangga, dan barang konsumen bergerak cepat (FMCG/ barang konsumsi), menjadi penggerak utama permintaan fasilitas siap sewa yang memenuhi spesifikasi khusus," jelas Farzia Basarah, Country Head and Head of Logistics & Industrial dalam keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).
Waspada! ini bukan sekadar perkembangan bisnis biasa. Di balik lonjakan okupansi gudang tersebut memperlihatkan realitas pahit yang tak bisa diabaikan, yakni wujud nyata bahwa asing (dalam hal ini China) semakin menancapkan kuku dominasi (kekuasaan) ekonominya atas sektor logistik dan rantai pasok nasional Indonesia tercinta.
Fenomena ini bukan insiden terpisah, melainkan bagian dari strategi besar ekspansi ekonomi China di Indonesia. Masuknya perusahaan-perusahaan dari Negeri Tirai Bambu ini, terutama dari sektor kendaraan listrik (EV), elektronik, peralatan rumah tangga, dan barang konsumsi cepat saji (FMCG) mengonfirmasi bahwa Indonesia bukan lagi sekadar mitra dagang, tetapi telah menjadi 'buffer zone' (zona penyangga) logistik dan pasar konsumsi utama China di kawasan Asia Tenggara.
Dominasi ini tidak terbatas pada aktivitas komersial semata. Permintaan terhadap gudang-gudang siap pakai dengan spesifikasi khusus menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan China tidak hanya hadir sebagai penyewa, tetapi juga sebagai pengendali standar dan arah pembangunan infrastruktur logistik nasional.
Artinya, alih-alih rakyat dan negara Indonesia yang menentukan arah pembangunan ekonomi, kini China yang memainkan peran sentral dalam penguasaan aset-aset strategis itu.
Kondisi ini merupakan konsekuensi dari sistem kapitalisme neoliberal yang secara terang-terangan membuka ruang bagi investor asing menguasai aset-aset vital bangsa.
Pemerintah selalu berdalih bahwa investasi asing membawa pertumbuhan dan lapangan kerja. Namun, faktanya, yang terjadi adalah infiltrasi mendalam modal asing, khususnya China, ke jantung ekonomi nasional.
Dampaknya adalah kita bukan hanya diserbu produk murah, tetapi juga dijadikan basis penyimpanan, distribusi, dan penguasaan logistik regional oleh perusahaan-perusahaan asing.
Dalam pandangan Islam, dominasi ekonomi asing seperti ini adalah bentuk penjajahan modern yang nyata. Rasulullah ﷺ bersabda, "Al-imāmu rā‘in wa mas’ūlun ‘an ra‘iyyatihi", bahwa pemimpin adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah itu.
Maka ketika negara membiarkan pihak asing dalam hal ini China menguasai sektor vital seperti pergudangan dan logistik, itu bukan hanya kelalaian, tapi sebuah bentuk penyimpangan bahkan pengkhianatan terhadap mandat kepemimpinan.
Islam memiliki prinsip tegas dalam menjaga kedaulatan ekonomi. Aset strategis, seperti fasilitas logistik dan pergudangan, tidak boleh jatuh ke tangan asing. Dalam sistem Islam (Khilafah), negara akan menjaga dan mengelola seluruh sarana vital demi kepentingan rakyat dan menjamin kontrol penuh atas distribusi dan produksi dalam negeri.
Indonesia harus segera menyadari, meningkatnya okupansi gudang oleh perusahaan China adalah alarm keras bagi kedaulatan dan independensi bangsa.
Menyadari, bahwa ini bukanlah bukti keberhasilan pembangunan, tapi wujud dalamnya dominasi asing terhadap Indonesia di bawah sistem kapitalisme global.
Maka, solusi mendasarnya bukan sekadar regulasi investasi, tetapi pergantian total sistem yang memberi jalan pada dominasi itu.
Hanya dengan menerapkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah, penjajahan ekonomi oleh asing termasuk China dapat dihentikan.
0 Komentar