
Oleh: Sifi Nurul Islam
Muslimah Peduli Umat
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan aksi premanisme berkedok organisasi masyarakat (Ormas) sudah menjadi sorotan Presiden Prabowo Subianto.
"Jadi Pak Presiden, pemerintah, betul-betul resah," kata Prasetyo, ketika ditanya terkait Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakat (Ormas), di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (9/5/2025).
Pasalnya aksi premanisme yang dibungkus melalui ormas ini sudah menciptakan keresahan. Juga tidak menciptakan iklim bisnis yang kondusif.
Polisi diminta menindak tegas berbagai bentuk premanisme. Sebab, perbuatan tersebut dinilai sangat mengkhawatirkan dalam beberapa waktu belakangan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni saat memimpin kunjungan kerja (kunker) Komisi III DPR ke Polda Metro Jaya. Menurut dia, aparat harus bergerak cepat menindak berbagai bentuk premanisme.
"Jadi saya minta semua Kapolres kalau sudah menerima informasi bakal ada tawuran, maka langsung ditangkap saja dan ditindak serius. Tidak hanya di Jakarta tapi di seluruh Indonesia," kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Kamis, 8 Mei 2025.
Bendahara Umum (Bendum) DPP Partai NasDem itu menyampaikan, aksi premanisme mengancam keselamatan warga. Para pelaku tak jarang menggunakan senjata saat melakukan aksinya.
Akibat Sistem Sekuler Kapitalisme
Melihat maraknya premanisme, pemerintah resmi membentuk Satgas Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas untuk menangani aktivitas yang mengganggu ketertiban umum dan menghambat iklim investasi. Namun, ada keraguan publik yang masih mengganjal, yaitu akankah kehadiran Satgas Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas dapat mencegah terjadinya aksi premanisme? Masalah premanisme tidak bisa dilihat dari satu sisi semata karena ini bukan fenomena dadakan yang muncul begitu saja. Ada peran sistem yang memicu budaya premanisme sehingga sulit dituntaskan, yaitu sistem kehidupan sekuler kapitalisme.
Penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalisme telah melahirkan kemiskinan, kesulitan hidup, sulitnya lapangan kerja, serta ketimpangan sosial. Kemiskinan terjadi bukan karena rakyat malas bekerja, tetapi karena kebijakan negara yang tidak memihak kepentingan rakyat.
Sistem sekuler kapitalisme menjadikan fungsi negara hanya sebatas regulator dan fasilitator bagi kepentingan pemilik modal. Lalu lahirlah kebijakan prokapitalis dengan mengesampingkan kemaslahatan rakyat. Seharusnya, prioritas negara adalah menjamin kehidupan rakyat. Jaminan yang dimaksud bukanlah memenuhi segalanya dengan pemberian bantuan sosial, tetapi seharusnya negara memberi kemudahan akses dan layanan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti harga pangan murah, pendidikan dan kesehatan gratis, lapangan kerja banyak, dan sebagainya. Sayang, negara tidak menjalankan kewajiban tersebut sehingga memicu tingginya angka kriminalitas, termasuk aksi premanisme.
Kesulitan memenuhi kebutuhan pokok karena harga barang-barang makin tidak terjangkau oleh masyarakat bawah mendorong perilaku instan dalam mencari nafkah. Apalagi jika para penanggung nafkah merasa sempit dan buntu mencari kerja lalu menjadi pengangguran, jadilah cara haram yang dijalani, yang penting dapat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kejahatan dan kriminalitas melonjak karena ada pemicunya, salah satunya adalah kesempitan hidup karena ekonomi sulit.
Kesenjangan ekonomi turut memperparah lonjakan angka kejahatan dan kriminalitas, termasuk premanisme. Kesenjangan ekonomi menimbulkan perasaan tidak puas dan tidak adil di kalangan masyarakat akar rumput sehingga meningkatkan potensi konflik sosial dan kriminalitas. Kesenjangan ekonomi juga dapat menyebabkan stres dan frustasi bagi masyarakat bawah sehingga meningkatkan potensi perilaku agresif dan kriminal.
Alhasil, biang masalah munculnya budaya premanisme, aksi kekerasan, serta perbuatan kriminal yang dilakukan masyarakat tidak lain akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme yang divalidasi oleh penguasa melalui kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, semisal kenaikan harga pangan, kenaikan tarif layanan publik, pajak yang mencekik, dan sebagainya
Di antara mekanisme Islam dalam mewujudkan situasi kondusif dalam kehidupan masyarakat sebagai berikut:
- Pertama, membangun ketakwaan individu dan komunal melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai aturan Islam. Setiap keluarga dibekali pemahaman bahwa penanaman akidah Islam kepada anak harus dilakukan sejak usia dini. Kurikulum pendidikan harus berasas akidah Islam yang akan menumbuhkan keimanan mereka kepada Allah Taala sehingga ketika terjadi perselisihan diselesaikan dengan cara pandang Islam.
- Kedua, menegakkan budaya amar makruf nahi mungkar. Ketika Islam menjadi landasan dalam menjalani kehidupan, masyarakat akan memiliki pemahaman yang sama tentang perbuatan maksiat. Dengan pemahaman ini, lahirlah kebiasaan saling menasihati dalam kebaikan, juga saling mengingatkan dan menegur jika ada yang melanggar syariat Islam. Fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial akan terwujud dengan ditegakkannya amar makruf nahi mungkar sehingga rasa empati dan peduli dengan kondisi sekitar juga dapat tercipta dengan baik. Sementara itu, dalam sistem sekuler kapitalisme masyarakat cenderung individualis dan apatis.
- Ketiga, menegakkan sistem sanksi Islam. Untuk menetapkan sanksi bagi pelaku kekerasan, harus dilihat jenis pelanggarannya. Sanksi bagi aksi premanisme ditetapkan berdasarkan jenis kejahatannya. Jika pelaku melakukan penganiayaan, ia dikenai sanksi jinayah. Jika pelaku melakukan pembunuhan, bisa dijatuhi sanksi bagi pembunuh, yakni kisas. Namun, jika kejahatannya terkategori takzir, sanksinya ditetapkan berdasarkan intih khalifah atau Qadi.
Dalam sistem Islam, aksi premanisme dan tindak kriminal lainnya dapat dicegah dan ditangani dengan baik. Tidak ada sistem sanksi yang lebih baik dalam menangani kejahatan selain dari sanksi yang bersumber dari ketetapan Allah ﷻ. Oleh karena itu hanya idiologi Islam lah yang mampu mengatasi premanisme ini .
Allohua'lam bisshowab
0 Komentar