
Oleh: Sulis Setiawati, S.Pd
Aktivis Muslimah
Indonesia kembali menjadi lokasi uji coba vaksin, kali ini vaksin TBC, yang dilakukan oleh lembaga internasional, salah satunya didukung oleh Bill & Melinda Gates Foundation. Dengan melibatkan puluhan ribu warga Indonesia sebagai relawan, uji coba ini disebut-sebut sebagai “terobosan penting” untuk mengatasi TBC global. Namun, di balik narasi “penyelamatan kemanusiaan”, tersimpan fakta yang perlu dicermati dengan jeli bahwa Indonesia sedang dijadikan ladang eksperimen dalam skema kapitalisme global atas nama kesehatan.
Bill Gates memang dikenal sebagai filantropis di bidang kesehatan. Namun, dalam sistem kapitalisme, filantropi sering kali menjadi wajah manis dari kepentingan industri besar. Melalui yayasannya, Gates mendanai riset vaksin global, memengaruhi arah kebijakan WHO, dan berperan besar dalam proyek-proyek vaksin di negara-negara berkembang. Namun, pertanyaannya: mengapa vaksin-vaksin ini diuji di negara seperti Indonesia? Mengapa bukan di negara-negara asal korporasi farmasi itu sendiri?
Jawabannya jelas, karena negara seperti Indonesia lemah secara politik, ekonomi, dan regulasi. Dalam sistem kapitalisme global, negara-negara dunia ketiga dijadikan objek eksploitasi—pasar bagi produk farmasi sekaligus tempat uji coba atas nama pengentasan penyakit. Rakyat miskin dijadikan relawan, bukan karena pilihan, tetapi karena kondisi. Ini adalah kapitalisme kesehatan, di mana riset dan pengobatan dikomersialisasi, dan nyawa manusia menjadi angka statistik untuk keuntungan industri.
Bill Gates dan yayasannya bukan aktor tunggal, tetapi bagian dari jaringan kekuatan kapitalis global yang mengendalikan sektor kesehatan dunia. Di balik riset dan dana besar, ada skenario bisnis jangka panjang—dari paten vaksin, distribusi, hingga kontrol kebijakan kesehatan global. Indonesia, dengan sistem politik yang tunduk pada kepentingan asing, hanya menjadi pelaksana, bukan penentu arah.
Dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan layanan kesehatan berkualitas secara gratis dan mencegah campur tangan asing dalam urusan vital umat. Pengembangan vaksin dan obat-obatan dilakukan oleh negara secara mandiri dengan mengedepankan keamanan, kehalalan, dan kepentingan umat, bukan keuntungan korporasi. Sains dan teknologi dalam Islam bukan untuk mengeruk untung, tetapi untuk menjaga kehidupan dengan standar syar‘i dan kemanusiaan hakiki.
Maka, uji coba vaksin TBC di Indonesia bukan sekadar isu kesehatan, tetapi cermin dari sistem yang menjadikan manusia sebagai alat, bukan tujuan. Umat Islam harus menyadari bahwa selama sistem kapitalisme terus bercokol, kesehatan akan tetap dikuasai korporasi, dan kita akan terus menjadi objek dari agenda global. Solusinya? Tegaknya sistem Islam kaffah dalam naungan Khilafah yang menjaga kesehatan sebagai amanah, bukan komoditas.

0 Komentar