AWAL TAHUN BARU, AWAL KEBANGKITAN UMAT


Oleh: Sariyulia
Guru Swasta

Tahun baru Islam (Hijriah) telah tiba. Berdasarkan kalender Hijriah yang dirilis Kementerian Agama Republik Indonesia, 1 Muharram 1447 H bertepatan dengan hari Jumat, 27 Juni 2025 M.

Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah. Umat Islam biasanya menyambutnya dengan melakukan muhasabah diri, yakni refleksi spiritual untuk memperkuat iman dan ketakwaan. Di bulan ini pula, Rasulullah ﷺ menganjurkan kaum Muslimin untuk melaksanakan puasa, khususnya pada tanggal 9 dan 10 Muharram yang disebut sebagai puasa Tasu’a dan Asyura. Kedua puasa ini memiliki keutamaan luar biasa, bahkan disebut sebagai puasa sunnah terbaik setelah Ramadhan.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ dalam hadits riwayat Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ. (رواه مسلم)
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram, dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam." (HR. Muslim)

Berdasarkan kalender resmi Kemenag RI, puasa Tasu’a jatuh pada Sabtu, 5 Juli 2025, dan puasa Asyura pada Minggu, 6 Juli 2025. Kedua hari ini bukan sekadar momentum ibadah, tetapi juga momen yang sarat makna sejarah dan spiritual. Apalagi, tahun baru Islam kali ini datang di tengah suasana duka dan berbagai krisis yang menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia. Salah satunya adalah tragedi kemanusiaan di Palestina yang hingga kini belum berakhir, ditambah dengan sikap penguasa negeri-negeri Muslim yang tampak tak berdaya menghadapi kejahatan Zionis.

Tahun baru Hijriah seharusnya menjadi ajang refleksi bersama, mengingat bulan ini menjadi saksi peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah. Hijrah tersebut bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan awal dari berdirinya masyarakat Islam yang kuat dan mulia di bawah naungan Daulah Islam. Saat itu, umat Islam bersatu dalam satu kepemimpinan, hidup sejahtera di bawah hukum Allah, dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia sebagai rahmat bagi semesta alam.

Namun kini, kondisi umat Islam sangat memprihatinkan. Umat tak lagi menjadi sosok sentral dalam peradaban. Bahkan ajaran Islam pun sering kali dianggap asing di tengah masyarakatnya sendiri. Banyak orang yang meninggalkan syariat dan lebih memilih mengikuti sistem kehidupan buatan manusia daripada hukum Allah.

Kondisi ini sesuai dengan firman Allah ﷻ dalam Al-Qur'an surat Thaha ayat 124:

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."

Kenyataan ini tak boleh terus dibiarkan. Umat Islam harus disadarkan akan hakikat dan tanggung jawabnya sebagai khairu ummah (umat terbaik). Kemuliaan hanya akan bisa diraih jika kita kembali pada aturan Allah secara total (kaffah). Dan untuk itu, dibutuhkan keberadaan Khilafah sebagai institusi pelindung umat (junnah) yang akan menegakkan syariat dan menyatukan kaum Muslimin dalam satu kepemimpinan global.

Upaya menyadarkan umat tentu tidak mudah. Ia memerlukan kepemimpinan dakwah yang visioner, ikhlas, istiqamah, dan setia pada metode dakwah Rasulullah ﷺ. Yakni dakwah ideologis yang menyerukan penegakan syariat dan jihad demi tegaknya Khilafah.

Kini saatnya kita semua bahu-membahu dalam perjuangan ini. Mari jadikan tahun baru Islam sebagai awal kebangkitan umat, bukan hanya sebagai tradisi tahunan tanpa makna.

Wallahu a’lam.

Posting Komentar

0 Komentar