
Oleh: Susan Efrina
Aktivis Muslimah
Maraknya kasus kriminalitas di negeri kita kian hari semakin meningkat. Tidak terlihat adanya penurunan angka dalam kasus ini, justru yang terjadi adalah peningkatan. Setiap hari, kita disuguhi berita kriminal, baik dari media cetak, media sosial, maupun televisi. Hingga akhirnya, kita pun mulai merasa muak karena kasus-kasus ini seolah tidak pernah ada habisnya.
Dilansir dari Medan Bisnis Daily, seorang juru parkir (jukir), Putra Ilham Syahputra alias Putra (37), warga Jalan Sei Batang Serangan, Kecamatan Medan Baru, ditembak oleh personel Unit Reskrim Polsek Medan Area setelah terbukti melakukan pencurian di Thamrin Plaza, Jalan Thamrin, Medan. Penembakan terjadi karena tersangka melakukan perlawanan saat akan ditangkap.
“Pelaku ditangkap atas laporan korban dari pihak swalayan yang berada di Thamrin Plaza. Dalam aksinya, pelaku mencuri sejumlah barang dengan total Rp2,7 juta,” jelas Kanit Reskrim Polsek Medan Area, Iptu Dian Simangunsong, Senin, 16 Juni 2025. Ia menjelaskan bahwa modus kejahatan tersangka adalah berpura-pura hendak membeli barang, lalu mengambil dan memasukkan barang tersebut ke dalam tas yang telah dibawanya. Setelah itu, pelaku langsung pergi meninggalkan toko tanpa membayar di kasir.
Dalam sistem saat ini, wajar saja jika kita menyaksikan tingginya angka kriminalitas, terutama pencurian, yang marak terjadi di berbagai wilayah. Sebab, pencurian telah menjadi hal lumrah dalam sistem kapitalisme sekuler, dimana negara ini menganut sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga setiap perbuatan dilakukan tanpa berlandaskan aturan Islam.
Kriminalitas yang marak saat ini juga disebabkan oleh kemiskinan struktural atau sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem kapitalisme/liberalisme yang diterapkan oleh penguasa. Sistem inilah yang telah menjadikan rakyat miskin karena kekayaan milik umum justru dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negeri ini, privatisasi sektor publik seperti jalan tol, pertambangan, gas, dan minyak bumi sudah lama terjadi.
Akibatnya, sebagian besar rakyat tidak dapat menikmati hak mereka atas kekayaan itu. Faktor lain yang turut memicu kriminalitas adalah kenaikan harga kebutuhan pokok, minimnya lapangan pekerjaan, pemutusan hubungan kerja, serta lemahnya kesadaran akan keimanan kepada Allah ﷻ.
Situasi ini diperparah oleh sikap penguasa yang lebih memperhatikan kepentingan para pemilik modal yang memberikan keuntungan besar, ketimbang memperhatikan kesejahteraan rakyat. Rakyat dibiarkan memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri, sementara negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya.
Seharusnya, semua kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Keadaan ini menunjukkan bahwa negara yang menganut sistem kapitalisme-sekularisme hanya menciptakan kemiskinan dan kesenjangan sosial di masyarakat.
Semua itu sangat berbeda dengan Islam, yang memiliki sistem kehidupan khas dan sistem pemerintahan yang fokus pada pemenuhan kebutuhan umat. Sistem ini dibangun di atas akidah Islam yang akan menguatkan iman kaum Muslim. Umat pun akan tersibukkan dengan amalan-amalan saleh, serta menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia, apalagi perbuatan yang mengundang murka Allah.
Sistem pemerintahan Islam akan memosisikan rakyat sebagai fokus utama dalam pengurusan negara. Dengan keimanan dan ketakwaan yang kuat, para pemimpin akan takut membiarkan rakyat hidup dalam kesulitan. Mereka sadar bahwa seluruh perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Maka, mereka akan sungguh-sungguh dalam mengurusi rakyatnya, termasuk dalam menjamin kebutuhan pokok. Kesejahteraan umat dijaga dengan sungguh-sungguh melalui pelayanan yang optimal.
Rasulullah ﷺ bersabda:
فَاْلإمَامُ رَاعٍ وَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Dalam sistem peradilan Islam, sanksi yang diberikan bersifat menjerakan. Jika kejahatan terjadi, hukuman akan dijatuhkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Misalnya, pelaku pencurian akan dihukum potong tangan. Sanksi ini berlaku tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin, pejabat maupun rakyat biasa, semua sama di hadapan hukum.
Dalam Islam, tidak ada proses banding seperti dalam sistem hukum sekarang, sehingga hukum dapat ditegakkan dengan cepat dan adil. Tidak ada istilah "tajam ke bawah tumpul ke atas". Ini menjaga kepastian hukum dan menghindari intervensi dari pihak mana pun. Hukum Islam ditegakkan sebagai bentuk penebusan bagi pelaku (jawabir) sekaligus pencegah bagi yang lain (jawazir), sehingga efektif menekan tingkat kejahatan.
Karena itu, sudah saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang telah banyak membawa malapetaka. Sistem buatan manusia sarat dengan kelemahan. Sudah saatnya kita kembali kepada syariat Islam yang berasal dari Allah ﷻ. Penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan merupakan bentuk ketakwaan sejati kepada Allah. Dengan ditegakkannya hukum Islam, tingkat kejahatan dapat ditekan dan keamanan masyarakat pun terjaga.
Wallahu a‘lam bisshawab.
0 Komentar