DEMOKRASI MENJADI SURGA PARA TIKUS BERDASI


Oleh: Uni Ummu Kahfa
Penulis Lepas

Tidak ada puasnya perut manusia kecuali tanah.

Pepatah itu menunjukkan bahwa manusia sering merasa tidak cukup dengan apa yang dimiliki. Seperti menjamurnya kasus-kasus korupsi, bahkan tak sedikit menjerat para pejabat pemerintahan. Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng) resmi menahan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Cilacap, Awaluddin Muuri (AM). Kabar ini pun langsung menjadi perhatian publik. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian aset BUMD PT Cilacap Segara Artha (CSA) dengan kerugian negara Rp 237 miliar.

Lukas, dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, menyampaikan bahwa pihaknya telah menetapkan tersangka berinisial AM terkait dugaan korupsi pembelian lahan seluas 700 hektar yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp237 miliar. Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan penetapan tersangka dan barang bukti yang ada, Kejaksaan melakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas 1 Semarang.

Penetapan AM sebagai tersangka menambah jumlah tersangka dalam kasus tersebut menjadi tiga orang. Selain AM, tersangka lainnya yaitu Kabag Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Cilacap, Iskandar Zulkarnain (IZ), dan mantan Direktur PT. Rumpun Sari Antan (RSA) bernama Andhi Nur Huda (ANH). (Detik, 18-06-2025).


Demokrasi menjadi panggung kejahatan

Ungkapan "demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat" seringkali hanya menjadi jargon tanpa implementasi nyata di lapangan. Kenyataannya, demokrasi kerap dikuasai oleh segelintir elit, bukan benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat. Dalam demokrasi, korupsi menjadi perangai yang tidak bisa dipisahkan. Sampai hari ini, sudah beribu kasus yang melibatkan pejabat negara sampai pemimpinnya. Karena untuk menjadi penguasa harus mengeluarkan biaya mahal, maka korupsi menjadi jalan untuk mengembalikan modal.

Korupsi adalah kejahatan besar yang merusak kehidupan masyarakat dan negara. Namun kejahatan itu tidak sebanding dengan hukumannya. Di Indonesia, hukum menjadi tumpul jika ke atas dan tajam jika ke bawah. Hal itu terjadi tidak lain karena diterapkannya sistem demokrasi yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Dengan akal yang terbatas dan lemah, hukum bisa diubah sesuai kepentingan segelintir orang.

Contohnya adalah kasus timah yang melibatkan Harvey Moeis, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun, namun ia hanya divonis 6,5 tahun penjara. Sudah dipastikan hukuman itu tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut. Belum lagi, para pelaku kerap menyuap demi mendapatkan fasilitas mewah selama menjalani hukuman di dalam lapas. Dan jika sudah keluar, mantan terpidana korupsi masih bisa mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif.

Sudahlah merugikan, hukumannya tidak setimpal, lagi-lagi diberikan kesempatan untuk mengulang kejahatan tersebut dengan memberi peluang sebuah kursi kekuasaan. Bahkan, terdapat rancangan undang-undang yang membuka peluang bagi pelaku korupsi untuk membayar 'denda damai'. Kerangka itu berisikan perjanjian damai, yaitu penghentian perkara dengan syarat pelaku membayar denda yang disetujui Jaksa Agung. Jika rancangan ini disahkan, maka Indonesia akan menjadi surga untuk para koruptor.


Islam memberantas korupsi sampai ke akar

Korupsi adalah kejahatan yang muncul akibat sistem yang salah. Karena itu, ia tidak bisa diselesaikan hanya dengan hukum buatan manusia yang lahir dari sistem tersebut. Inilah yang membuat penerapan sistem Islam menjadi sebuah urgensi. Sebab, hanya Islam yang mampu memberikan solusi menyeluruh terhadap berbagai problematika umat. Korupsi sejatinya adalah tindakan mencuri, dan dalam Islam, pencurian dikenai sanksi tegas bagi pelakunya.

Namun, sebelum menjatuhkan hukuman, Islam terlebih dahulu akan menyelidiki secara detail latar belakang pelanggaran hukum tersebut. Jika pelaku mencuri karena kebutuhan mendesak yang terabaikan oleh negara, maka ia tidak akan dijatuhi hukuman. Tetapi jika terbukti bersalah tanpa alasan yang dibenarkan, maka sanksi yang tegas akan diberlakukan.

Dalam Islam, sanksi memiliki dua fungsi utama: sebagai pencegah (zawajir) agar tidak terulang, dan sebagai penebus dosa (jawabir) bagi pelaku. Dengan begitu, tidak ada yang dirugikan. Justru, sanksi ini menjadi penyelamat pelaku dari siksa akhirat dan sekaligus menjadi jaminan keamanan bagi masyarakat agar tidak ada yang berani melanggar hukum. Salah satu bentuk sanksi bagi pencuri adalah potong tangan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 38:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Selain penegakan sanksi, sistem Islam juga menempuh langkah preventif melalui penyediaan pendidikan yang bermutu untuk membina individu yang bertakwa. Peran masyarakat sangat penting dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, agar setiap perilaku individu, termasuk pejabat, senantiasa dalam pengawasan publik. Dalam implementasinya, negara berperan penting untuk melegalkan kebijakan yang sesuai dengan syariat Islam.

Khalifah akan mencatat secara detail kekayaan setiap calon pejabat maupun pejabat yang sedang menjabat. Jika ditemukan adanya peningkatan harta yang mencurigakan, maka negara akan menyelidiki asal usul kekayaan tersebut, apakah diperoleh dengan cara halal atau tidak. Sebagaimana yang dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab, dalam riwayat Ibnu Sa’ad dalam bukunya At-Tabaqat al-Kubra dari Asy-Sya’bi, disebutkan:

كان عمر كلما ولّى رجلاً ولايةً، كان يكتب مقدارَ ماله قبل أن يوليَه
Setiap kali Umar mengangkat seorang pejabat, beliau selalu mencatat jumlah kekayaan pejabat tersebut sebelum diangkat.

Negara juga harus aktif meriayah (mengurus) rakyatnya dengan menjamin kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan mereka. Jika kebutuhan primer masyarakat terpenuhi dan individu memiliki kepribadian Islam yang bertakwa, maka kasus-kasus kriminal seperti korupsi akan lenyap. Inilah akar solusi dari setiap permasalahan.

Allahu 'alam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar