BANYAK ANAK PUTUS SEKOLAH, DIMANAKAH PERAN NEGARA?


Oleh: Herlin Hartanti, A.Md.AP
Content Creator

Pendidikan adalah hak dasar warga negara. Setiap anak berhak sekolah untuk menunjang masa depan dan bertahan dalam kehidupan dengan pengetahuan yang dimiliki. Faktanya hari ini pendidikan menjadi barang mahal, sehingga tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat. Banyak anak putus sekolah disebabkan faktor ekonomi.

Tatang Muttaqin, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemen Dikdasmen), mengungkapkan bahwa alasan utama tingginya jumlah anak tidak bersekolah (ATS) di Indonesia adalah tekanan ekonomi serta keharusan membantu orang tua mencari penghasilan. Data menunjukkan, 25,55 persen anak tidak sekolah disebabkan oleh kondisi ekonomi, sementara 21,64 persen lainnya karena harus bekerja membantu keluarga. (Tirto, 19/05/2025)

Pemerintahan Prabowo tengah mendorong upaya untuk pemutusan rantai kemiskinan melalui peluncuran program Sekolah Rakyat, yang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin, terutama yang berada dalam kategori kemiskinan ekstrem. Program ini digadang sebagai langkah nyata dalam mengatasi kemiskinan lewat jalur pendidikan, dengan rencana pelaksanaan berjenjang dari tingkat SD, SMP, hingga SMA. Sekolah Rakyat akan mengadopsi sistem asrama atau boarding school. (Kompas, 06/03/2025)

Namun, kebijakan ini dinilai hanya bersifat populis dan belum menyasar akar persoalan yang lebih mendalam, yakni ketimpangan dalam sistem ekonomi nasional. Selain itu, besarnya kebutuhan anggaran menjadi sorotan. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengungkapkan bahwa untuk menyelenggarakan Sekolah Rakyat di seratus titik lokasi, dibutuhkan dana sekitar Rp2,3 triliun untuk tahun ajaran 2025–2026. (Kompas, 20/05/2025)

Program Sekolah Rakyat ini juga dikhawatirkan akan berpengaruh pada mental anak, karena adanya ketimpangan sosial bagi rakyat miskin dan kaya raya, padahal setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tanpa dibedakan dari status sosialnya.

Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi setiap anak bahkan hak syar’i seperti kesehatan dan keamanan yang harus dipenuhi oleh negara. Dalam Islam, tujuan dari pendidikan bukanlah untuk mengatasi persoalan ekonomi negara, justru sistem ekonomi yang seharusnya menjadi penopang bagi tegaknya sistem pendidikan Islam.

Tujuan pembangunan manusia dalam Islam sangat jelas. Manusia diciptakan oleh Allah Ta’ala untuk beribadah dan sebagai khalifah di muka bumi. Dengan demikian, arah dari sistem pendidikan Islam pun tegas, yakni membentuk pribadi yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Proses pendidikan ini membina peserta didik baik dalam cara berpikir (akal) maupun dalam sikap dan perilaku (jiwa) agar selaras dengan ajaran Islam. Sehingga bisa menjadi pondasi peradaban yang mulia.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah nomor 224, Rasulullah ď·ş menjelaskan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tanpa memandang jenis kelamin atau status sosial. Ini menunjukkan bahwa Islam memandang pendidikan sebagai aspek fundamental dalam kehidupan umat, bukan sekadar anjuran, melainkan perintah yang harus dijalankan. Dengan dasar ini, jelas bahwa sistem pendidikan Islam tidak hanya bertujuan membentuk individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga yang sadar akan tanggung jawab spiritual dan sosialnya sebagai bagian dari masyarakat.

Dalam sistem Islam, kepemimpinan bukan sekadar soal kekuasaan, tetapi amanah untuk memastikan kesejahteraan seluruh rakyat, termasuk dalam hal pendidikan. Melalui sistem pendidikan Islam, akan lahir generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia, siap menegakkan peradaban Islam, berdakwah, dan memberi arah bagi dunia. Mereka akan tumbuh menjadi mercusuar peradaban, membawa cahaya kebaikan, keadilan, dan kemuliaan bagi seluruh umat manusia.

Wallahu’alam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar