BIAS KEMANDIRIAN EKONOMI PEREMPUAN DALAM KAPITALIS-SEKULER


Oleh: Azka Afqihatunnisa
Penulis Lepas

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, menyampaikan harapannya agar Kabupaten Cilacap dapat menjadi proyek percontohan nasional dalam program pemberdayaan perempuan. Hal ini disampaikannya saat membuka kegiatan Pelatihan Pengembangan Kapasitas Usaha bagi Perempuan yang digelar di Pendopo Wijaya Kusuma Sakti.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Cilacap, Amy Amalia Fatma Surya, menuturkan bahwa sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah, Cilacap menghadapi sejumlah tantangan serius, di antaranya tingginya angka perceraian serta kasus kekerasan terhadap anak.

Kami berupaya agar Kabupaten Cilacap menjadi percontohan nasional untuk pemberdayaan perempuan dengan monitoring dan survei berkala,” ujarnya. (cilacapkab.go.id, 29/4/2025)

Perempuan dalam segala sisi, senantiasa menjadi objek pembicaraan yang hangat. Baik dari sisi fisik, bakat, serta beragam potensi yang ada dalam diri perempuan senantiasa digali dengan sedemikian rupa. Namun seiring berjalannya waktu, pelan tapi pasti perempuan lebih didorong untuk menciptakan beragam inovasi dan kreativitas agar dapat menghasilkan uang atas nama peningkatan ataupun kemandirian ekonomi perempuan.

Hal ini terus diopinikan oleh banyak kalangan, terutama para pegiat feminisme dan kesetaraan gender. Mereka terus-menerus menuntut adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Disisi lain, dalam prinsip kapitalis-sekuler memandang kebahagian tertinggi adalah manakala tercapai materi yang melimpah. Perempuan dipandang sebagai makhluk yang kuat yang bisa berdiri tegak dalam segala keadaan, situasi dan kondisi. Serta memiliki potensi yang sangat besar dalam memajukan ekonomi. Sehingga sayang jika hanya dicukupkan aktif diranah domestik.


Racun Berbalut Madu

Sayangnya, fakta dilapangan tidak jarang menunjukkan ketika perempuan menjadi wonder women diranah publik, tidak seimbang dengan perannya diranah domestik. Lebih parahnya lagi, indikator perempuan "berdaya guna" dalam bingkai kapital-sekuler juga semata dilihat dari sejauh mana dan sebesar mana ia bisa berkontribusi menghasilkan pundi-pundi materi. Baik secara personal maupun dalam tataran keluarga. Akibatnya, kini banyak perempuan yang semula dikenal sebagai tulang rusuk justru berperan sebagai tulang punggung keluarga.

Pergeseran peran perempuan itu tidak lain disebabkan adanya penerapan paham kapitalisme. Program pemberdayaan perempuan ke sektor publik yang bermuara pada orientasi ekonomi merupakan akibat dari penerapan sistem kapitalisme.

Kapitalisme secara nyata menunjukkan perlakukan keji terhadap perempuan karena menilai perempuan sebagai komoditi yang layak dieksploitasi demi mendatangkan materi. Dalam sistem kapitalisme, partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sering kali diukur semata-mata dari kontribusi materi yang mereka berikan.

Tatanan sistem kapitalis-sekuler menjadikan perempuan sebagai mesin ekonomi. Berragam iming-iming peluang perempuan dalam mendulang pundi-pundi materi yang disuguhkan oleh kapitalis, pelan tapi pasti akan terus mencabut fitrah perempuan. Sistem kapitalis secara nyata telah merampas kemuliaan dan peran hakiki perempuan.


Perempuan Mulia Dalam lslam

Sejarah mencatat bahwa pada masa awal Islam, perempuan mendapatkan penghargaan yang sangat tinggi. Islam mengangkat harkat dan martabat perempuan dari posisi yang kurang beruntung pada zaman jahiliyah. Di dalam lslam persoalan kesetaraan laki-laki dan perempuan ditegaskan secara objektif.

Di dalam Islam tidak ada istilah kesetaraan gender. Karena sesungguhnya Allah telah melebihkan masing-masing dengan kelebihan yang sudah Allah tetapkan. Allah ﷻ berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain..." (QS. An-nisaa [4]: 34)

Dalam ranah keluarga, peran perempuan (istri) sebagai Al-Ummu warabatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Sekaligus sebagai Madrasatul ula (sekolah pertama) bagi putra-putri tercinta.

Islam mendorong setiap hamba, baik laki-laki maupun perempuan, untuk memberikan kontribusi terbaik dalam kehidupan. Dorongan keimanan yang kokoh menjadi landasan utama dalam menjalankan setiap peran dan tanggung jawab yang telah Allah tetapkan. Setiap amal akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak, sehingga wajib ditunaikan dengan penuh kesadaran.

Namun, kontribusi terbaik tersebut tidak cukup jika hanya berfokus pada kesalehan individu. Ia harus diiringi dengan ketakwaan kolektif masyarakat, serta ditopang oleh tatanan sistem yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam secara menyeluruh. Hanya dengan itu, kemaslahatan universal dapat benar-benar terwujud.

Semua itu hanya mungkin tercapai melalui penerapan syariat Islam secara kaffah, sistem warisan Rasulullah ﷺ yang telah terbukti membawa rahmat bagi seluruh alam dan mengangkat umat menuju predikat mulia sebagai khairu ummah (umat terbaik).

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar