
Oleh: Nunung Sulastri
Penulis Lepas
Judi online telah menjadi masalah serius di Indonesia, fenomena judi online ibarat wabah yang menjerat banyak orang, termasuk Anak-anak dibawah usia 10 tahun, yang terpapar judi online, dengan menggunakan akun-akun milik orangtuanya dan biasanya lewat game.
Menurut temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pada kuartal I tahun 2025, total transaksi judi online dari pemain berusia 10–16 tahun mencapai lebih dari Rp2,2 miliar. Sementara itu, pemain usia 17–19 tahun mencatat transaksi sebesar Rp47,9 miliar. Jumlah tertinggi berasal dari kelompok usia 31–40 tahun, dengan total mencapai Rp2,5 triliun.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa kecanduan judi online adalah dampak sosial dari konflik dalam rumah tangga, praktik prostitusi, penggunaan pinjaman online, dan masalah sosial lainnya (CNBC Indonesia, 09/05/2025).
Pernyataan tersebut seolah-olah menjadi dalih atau kambing hitam dari segala permasalahan judi online yang semakin hari semakin gencar menyasar berbagai lapisan masyarakat terutama anak-anak usia dini. Apabila dilihat dari akar masalah, aturan atau sistem yang diterapkan sekarang ini ialah Kapitalisme yang menjadikan keuntungan yang sebesar-besarnya sebagai tujuan utama meski harus mengorbankan dan merusak generasi muda, miris sekali.
Bisnis dari Industri ini memanfaatkan celah psikologis dan visual untuk menarik minat anak-anak, inilah wajah asli aturan atau sistem Kapitalisme yang bagaikan gurita, rakus sekaligus tidak mengenal batas moral generasi, padahal judi online mengakibatkan generasi semakin rusak karena kecanduan serta kesehatan mentalnya terganggu dan membuat anak-anak kehilangan masa depannya.
Penyebab Merebaknya Judi Online
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak-anak kecanduan judi online, antara lain:
- Pola asuh orang tua – Banyak orang tua menerapkan gaya mendidik yang terpengaruh budaya asing dan cenderung serba bebas. Selain itu, kurikulum pendidikan yang semakin bersifat sekuler membuat anak kurang mendapat pendidikan moral dan agama yang kuat.
- Lingkungan masyarakat – Masyarakat saat ini dibentuk oleh sistem kapitalisme sehingga menumbuhkan sikap individualistis. Akibatnya, kepekaan terhadap kemaksiatan menurun, dan budaya saling mengingatkan dalam kebaikan (amar ma’ruf nahi munkar) tidak lagi menjadi kebiasaan.
- Peran negara – Upaya pemerintah dalam menangani judi online, terutama yang menyasar anak-anak, masih belum dilakukan secara serius dan sistematis.
Meskipun pemerintah telah berupaya memutus akses terhadap judi online dengan usaha yang setengah hati dan cenderung tebang pilih kenyataannya masih banyak situs yang tetap aktif. Hal ini menunjukkan bahwa negara dengan sistem demokrasi kapitalisme tidak memiliki solusi yang hakiki untuk menyelamatkan generasi muda dari bahaya kriminalitas, khususnya jeratan judi online. Allah berfirman dalam surah Al Maidah ayat 90:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnua minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung".
Islam Sebagai Solusi
Kerusakan generasi saat ini semakin parah akibat sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Masalah ini menjadi pekerjaan besar bagi para orang tua, khususnya ibu sebagai Al-Ummu Madrasatul Ula (Ibu adalah sekolah pertama dan utama). Ibulah yang memiliki peran sentral dalam membentengi anak-anak dari kerusakan moral, termasuk jebakan judi online.
Seharusnya keluarga Muslim mampu membentuk anak-anak yang kuat akidahnya dan tidak mudah terjerumus dalam perbuatan maksiat. Namun, hal ini menjadi sulit terwujud jika orang tua sendiri terbebani oleh berbagai tuntutan hidup hingga tidak sempat mendidik anak-anaknya. Semua ini berawal dari kebijakan negara. Jika kebijakan yang diterapkan sesuai dengan syariat Islam, maka akan membawa keberkahan bagi keluarga dan masyarakat. Allah berfirman dalam surah Sad ayat 29 :
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ
"Kitab (Al Quran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran".
Dalam sistem pendidikan Islam, pembinaan tidak hanya berfokus pada aspek akademik semata, tetapi juga membentuk pola pikir dan sikap yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam aspek keluarga, orang tua mendidik anak-anaknya agar menjadi hamba Allah yang taat, menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam berperilaku, termasuk dalam literasi digital yang harus sesuai dengan batasan syariat. Dengan demikian, anak-anak akan tumbuh menjadi generasi terbaik, yaitu generasi shalih dan shalihah.
Adapun dalam lingkungan masyarakat, budaya amar ma’ruf nahi mungkar senantiasa dijaga. Tidak ada toleransi terhadap pelaku maksiat, sehingga tercipta suasana yang diliputi keimanan dan anak-anak pun terjaga dari perilaku menyimpang seperti kecanduan game maupun judi online.
Negara dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab menjaga rakyat dari segala bentuk kemaksiatan dan kerusakan moral, termasuk judi online. Negara akan menutup seluruh akses terhadap konten-konten yang merusak moral secara menyeluruh. Dalam sistem Islam, sejatinya tidak ada ruang bagi kemaksiatan. Digitalisasi pun akan diarahkan demi kemaslahatan rakyat, guna mewujudkan individu-individu yang bertakwa serta negara yang menjalankan amanah terhadap rakyatnya.
Masya Allah, hati ini semakin rindu akan hadirnya sistem Islam kembali. Aamiin ya Rabb...
Walahu'alam bisshawab

0 Komentar