
Oleh: Mujiman
Penulis
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan sejahtera. Hampir setiap hari, kita disuguhi berita tentang kasus korupsi yang tak kunjung usai, serta pengelolaan sumber daya alam yang belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat.
Salah satu kasus terbaru terkait korupsi adalah dugaan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, dalam pengadaan laptop untuk siswa. Sebelumnya, publik juga dihebohkan dengan laporan klasemen "liga korupsi" di Indonesia, di mana posisi teratas ditempati oleh PT Pertamina dengan nilai korupsi mencapai Rp988 triliun, disusul oleh PT Timah sebesar Rp300 triliun, dan sejumlah perusahaan lainnya.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa cita-cita pemerintahan yang ideal begitu sulit diraih?
Kita tidak bisa menolak bahwa ada beberapa penyebab yang berkontribusi pada kondisi ini:
- Minimnya Ketakwaan dan Tanggung Jawab Moral: Banyak individu yang memegang jabatan publik seolah melupakan esensi amanah. Kekuasaan seringkali dipandang sebagai ajang untuk memperkaya diri, bukan untuk melayani. Akibatnya, kita menyaksikan maraknya kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
- Sistem Politik Berbiaya Tinggi: Demokrasi, dengan segala keunggulannya, tak luput dari kelemahan. Proses pemilihan pejabat yang menelan biaya fantastis seringkali mendorong praktik kotor seperti suap dan kolusi. Perebutan jabatan menjadi ajang pertarungan finansial, bukan pertarungan gagasan dan integritas.
- Sistem Pengawasan yang Lemah: Lemahnya sistem pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara dan BUMN menjadi faktor pendorong terjadinya korupsi.
- Rendahnya Integritas Individu: Kurangnya integritas dan moralitas dari individu yang memiliki wewenang untuk mengelola keuangan negara dan BUMN juga menjadi penyebab utama.
- Penyalahgunaan Wewenang: Pejabat yang memiliki wewenang seringkali menyalahgunakan wewenang mereka untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
- Lemahnya Penegakan Hukum: Penegakan hukum yang lemah dan kurangnya sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi juga berkontribusi pada tingginya angka korupsi.
Bagaimana Langkah Pemerintah dalam Menangani Korupsi?
Pemerintah telah dan terus melakukan berbagai langkah untuk mengatasi masalah ini, dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melakukan: penindakan, pencegahan, dan pendidikan.
Berikut adalah rincian langkah-langkah yang diambil pemerintah:
Pertama: PenindakanStrategi ini berfokus pada penegakan hukum terhadap pelaku korupsi untuk memberikan efek jera dan mengembalikan kerugian negara dengan mekanisme berikut ini:
- Pembentukan Lembaga Khusus: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Dibentuk melalui UU No. 30 Tahun 2002, KPK memiliki wewenang luas dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus-kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau kerugian negara besar. KPK berdiri sebagai lembaga independen dan menjadi ujung tombak dalam upaya penegakan hukum.
- Kejaksaan Agung dan Kepolisian: Kedua lembaga ini juga memiliki kewenangan dalam menangani kasus korupsi, dan seringkali berkoordinasi dengan KPK.
- Penguatan Hukum dan Peraturan: Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor): Terus dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap UU Tipikor untuk memperkuat landasan hukum, termasuk sanksi yang lebih berat dan perluasan definisi korupsi.
- Pemiskinan Koruptor: Upaya untuk merampas aset-aset hasil korupsi melalui gugatan perdata atau pidana pencucian uang, agar korupsi tidak lagi menguntungkan.
- Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum: Peningkatan keterampilan dan integritas penyidik, jaksa, dan hakim dalam menangani kasus korupsi, serta meminimalisir praktik suap di antara aparat penegak hukum sendiri.
Pemanfaatan teknologi forensik digital menjadi instrumen penting dalam menelusuri jejak aliran dana serta mengungkap berbagai bukti elektronik secara akurat dan terukur.Kedua: PencegahanStrategi ini bertujuan untuk menutup celah-celah terjadinya korupsi melalui perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan dengan reformasi birokrasi berikut:
- Penyederhanaan Prosedur: Mengurangi birokrasi yang berbelit-belit dan rentan suap, terutama dalam pelayanan publik seperti perizinan, administrasi kependudukan, dan pengurusan dokumen.
- Peningkatan Transparansi: Mewajibkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara bagi pejabat publik, serta mempublikasikan informasi anggaran, proyek, dan kebijakan pemerintah secara terbuka.
- Penguatan Pengawasan Internal: Memperkuat peran Inspektorat Jenderal di kementerian/lembaga dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam mengaudit dan mengawasi penggunaan anggaran.
- Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Publik: Memberikan gaji dan tunjangan yang layak untuk mengurangi godaan korupsi.
- Pelayanan Publik Berbasis Online: Banyak layanan publik yang kini dapat diakses secara daring, mengurangi tatap muka dan potensi pungutan liar.
- Sistem Pengawasan Terintegrasi: Pemanfaatan teknologi untuk memantau transaksi keuangan dan kinerja instansi pemerintah.
- Perbaikan Tata Niaga dan Perizinan: Menyederhanakan regulasi dan prosedur perizinan yang seringkali menjadi lahan basah praktik suap.
- Integrasi sistem perizinan: Untuk mengurangi diskresi pejabat.
- Strategi Nasional Pencegahan Korupsi: Ini adalah arah kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi, dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden. Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) merupakan inisiatif lintas kementerian dan lembaga yang difokuskan pada tiga sektor utama: pembenahan perizinan dan tata niaga, pengelolaan keuangan negara, serta penguatan penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
Ketiga: PendidikanStrategi ini dirancang untuk menanamkan budaya antikorupsi di tengah masyarakat dengan menekankan pada penguatan kesadaran kolektif dan pembinaan integritas sejak dini.
- Pendidikan Anti-Korupsi Sejak Dini: Integrasi materi anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Penyelenggaraan seminar, lokakarya, dan kampanye di lingkungan sekolah dan kampus.
- Sosialisasi dan Kampanye Publik: Penyebaran informasi mengenai bahaya korupsi, modus-modusnya, dan cara melaporkannya melalui berbagai media. Melibatkan tokoh masyarakat, seniman, dan influencer untuk menyuarakan pesan anti-korupsi.
Pandangan Islam Terkait Korupsi
Dalam Islam, korupsi dikategorikan sebagai dosa besar dan kejahatan berat karena mencederai hak-hak Allah sekaligus merampas hak-hak manusia. Ajaran Islam menyediakan landasan yang kokoh dalam mencegah dan memberantas korupsi melalui pendekatan yang menyentuh aspek etika, hukum, hingga tatanan sosial. Berikut adalah bagaimana Islam menangani korupsi:
Pertama: Larangan Korupsi Secara Tegas dalam Al-Qur'an dan HadisLarangan terhadap korupsi secara eksplisit tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang mencakup berbagai bentuk penyimpangan seperti suap, kecurangan, penggelapan harta, hingga penyalahgunaan jabatan, karena semuanya merusak keadilan dan amanah.
- Suap:
Al-Qur'an: Allah SWT berfirman: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188). Ayat ini secara umum melarang mendapatkan harta dengan cara yang tidak benar, termasuk suap.Hadis: Nabi Muhammad ď·ş bersabda: "Allah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantara suap." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Ini menunjukkan kerasnya larangan suap dalam Islam.
- Penggelapan/Khianat dalam Amanah:
Al-Qur'an: Allah ď·» berfirman: "Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu." (QS. Ali Imran: 161). Meskipun konteksnya harta rampasan perang, ayat ini menjadi dasar pelarangan penggelapan dan khianat dalam amanah secara umum, termasuk amanah jabatan.Hadis: Nabi ď·ş sangat keras melarang mengambil harta yang bukan haknya dari baitul mal (kas negara) atau harta publik.
- Penyalahgunaan Wewenang:
Ini adalah bentuk korupsi di mana seorang pejabat menggunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Islam menekankan bahwa jabatan adalah amanah yang harus diemban dengan adil dan bertanggung jawab.Kedua: Penekanan pada Keadilan, dan AmanahIslam sangat menekankan pentingnya sifat-sifat mulia yang menjadi benteng anti-korupsi:
- Amanah (Kepercayaan): Setiap posisi atau harta yang dipegang adalah amanah dari Allah dan masyarakat. Mengkhianati amanah adalah dosa besar.
- Adil (Keadilan): Keadilan adalah pilar utama dalam Islam. Korupsi merusak keadilan dan menciptakan ketimpangan. Pemimpin dan pejabat wajib berlaku adil dalam segala keputusannya.
- Siddiq (Jujur) dan Fathanah (Cerdas/Profesional): Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW ini menjadi teladan bagi setiap Muslim, terutama bagi mereka yang memegang jabatan.
- Qana'ah (Merasa Cukup): Islam mengajarkan untuk bersyukur dan merasa cukup dengan rezeki yang halal, sehingga tidak tergoda untuk mencari kekayaan dengan cara haram.
Ketiga: Mekanisme Pencegahan Korupsi dalam Sistem Islam
- Transparansi dan Akuntabilitas: Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, menerapkan sistem di mana pejabat harus melaporkan harta kekayaan mereka sebelum dan sesudah menjabat. Ini adalah bentuk transparansi dan akuntabilitas.
- Gaji yang Layak: Untuk menghindari godaan korupsi, Islam mendorong pemberian gaji yang layak kepada para pegawai negara. Namun, ini harus seimbang dengan larangan hidup boros.
- Pengawasan Publik: Dalam sejarah Islam, terdapat lembaga Hisbah yang bertugas mengawasi pasar, etika bisnis, dan juga perilaku pejabat untuk memastikan keadilan dan mencegah kecurangan. Ini mirip dengan fungsi pengawas internal dan eksternal.
- Sistem Hukum yang Tegas: Hukum pidana Islam (Hudud dan Ta'zir) memiliki sanksi bagi kejahatan harta, termasuk pencurian dan penggelapan. Untuk korupsi (misalnya suap), sanksi ta'zir (sanksi yang ditentukan oleh hakim) dapat diterapkan secara tegas untuk memberikan efek jera.
- Pondasi Ketakwaan dan Amanah: Dalam sistem Khilafah, seorang penguasa didasari oleh ketakwaan yang mendalam kepada Allah ď·». Kekuasaan dipandang sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat. Seperti sabda Rasulullah ď·ş: “Kepemimpinan itu awalnya cacian, keduanya penyesalan dan ketiganya azab dari Allah pada Hari Kiamat nanti; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil.” Pemahaman ini secara fundamental akan mencegah terjadinya perebutan jabatan dengan cara yang tidak etis.
Menerapkan Syariah Secara Kâffah melalui Institusi Khilafah
Melihat pada rekam jejak sejarah, para penguasa dalam sistem Khilafah terbukti mampu menjadi teladan dalam menjaga amanah, kejujuran, dan kebersihan. Rasa takut mereka kepada Allah ď·» menjadi benteng yang kokoh dari penyalahgunaan kekuasaan.
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan mensejahterakan rakyat secara berkelanjutan, kecuali dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah (menyeluruh) dalam institusi Khilafah. Hukum Islam adalah hukum yang sempurna dan adil, berasal dari Allah Yang Maha Sempurna dan Maha Adil. Dengan demikian, tegaknya penerapan syariah Islam secara totalitas adalah sebuah keniscayaan yang harus segera diwujudkan demi masa depan umat yang lebih baik.
0 Komentar